Ironi SKO, Antara Prestasi dan Prestise

Ilustrasi
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI– Ibaratnya Pungguk Merindukan Bulan. Mungkin begitulah harapan insan olahraga Sulawesi Tenggara (Sultra) terhadap program sekolah Keberbakatan Olahraga (SKO) di daerah ini.

Ilustrasi
Ilustrasi

Bagaimana tidak, terbentuknya program SKO ini digadang-gadang bakal menjadi saingan Program Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) yang sebelumnya telah ada.

Harapan SKO bisa menjadi kawah candradimuka yang zaman dahulu konon bisa melahirkan Satria Sakti Mandraguna seperti Gatot Kaca. Juga bisa melahirkan atlet-atlet potensial dan berprestasi membawa nama harum Sulawesi Tenggara.

Seiring dua tahun berjalan, program SKO ini belum juga bisa mewujudkan impian besar para pencinta olahraga di daerah. Yakni menghasilkan atlet-atlet handal.

Padahal, program SKO ini melakukan pembinaan yang jauh lebih banyak jumlah atletnya ketimbang PPLP yang jatah atlet binaan telah ditentukan kuotanya oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.

Menariknya lagi, cabang olahraga binaan SKO juga sama dengan binaan PPLP yakni cabang olahraga dayung, Atletik, Pencak Silat dan Sepak Takraw.

Namun realitanya, SKO yang memiliki banyak jumlah atlet dibandingkan PPLP belum dapat memberikan banyak pilihan kepada para pelatih guna mengorbitkan mereka di kejuaraan nasional di Indonesia seperti apa yang dilakukan PPLP.

Terlebih lagi sumber daya pelatih yang dimiliki oleh program yang dikelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra ini, tidak kalah dengan pelatih di PPLP Sultra.

Nama-nama pelatih seperti Juliwahyudin di cabang olahraga dayung, Adam Malik di cabang olahraga Pencak Silat,  Asyari Achmad di cabang Olahraga Atletik dan Wa Ode Daano di cabang olahraga Sepak Takraw menjadi jaminan mutu untuk bisa menghasilkan prestasi.

Apa kendala program SKO sampai saat ini belum juga bisa menghasilkan atlet yang berprestasi di tingkat nasional ?

Jawabannya, sarana prasarana latihan bagi para atlet SKO sangatlah minim. Bahkan, untuk cabang olahraga dayung belum memiliki peralatan latihan. Seperti perahu dan dayung.

“Saya sudah berlatih dua tahun tetapi hingga sekarang ini kami belum memiliki peralatan latihan yang memadai guna menunjang kami bisa meraih prestasi,” ujar salah seorang atlet dayung SKO Sultra.

Padahal, dayung dan perahu ini merupakan hal yang paling penting untuk menunjang latihan para atlet dayung agar bisa berprestasi ditingkat nasional.

Persoalan lain juga muncul dari faktor non teknis. Di antaranya kini terlambatnya pembayaran uang saku para atlet hingga 10 bulan.

Walaupun persoalan tersebut telah diselesaikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra, namun kondisi tersebut sangatlah mempengaruhi perkembangan psikologis para atlet SKO Sultra.

Tidak sampai di situ, para atlet atletik SKO Sultra juga mengeluhkan kendaraan antar jemput latihan yang selama ini dijanjikan oleh pihak SKO.

Kondisi seperti ini tentunya sangat mempengaruhi program latihan.  Terlebih lagi untuk cabang olahraga Atletik harus berlatih dua minggu sekali di stadion Kampus Baru Unhalu.

Dari berbagai realita yang ada ini tentunya sangatlah memprihatinkan.  Harapan seluruh insan olahraga memasuki 2017 mendatang tidak ada lagi persoalan serupa terjadi di SKO Sultra.

Sehingga, program SKO ini benar-benar menjadi program yang berorientasi prestasi bukan hanya mengejar prestise semata.(B)

 

Reporter : M Rasman Saputra
Editor   : Kiki