Narkoba(Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya) perusak akal dan psikologi, telah meruntuhkan benteng pertahanan negara berlambangkan burung garuda ini. Semua kalangan, dari orang dewasa hingga anak-anak sekalipun dapat mendapatkan dan merasakan barang haram ini dengan mudah.Bentuknya pun bermacam-macam, sebagaimana yang terungkap dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan 29 narkoba jenis baru yang dikenal dengan nama New Phsycoactive Substance (NPS) di Indonesia, bentuk NPS itu bemacam-macam, ada yang disamarkan dalam multi vitamin, kosmetik dan jananan anak-anak(JAKARTA.com).
Narkoba tembus angka 81.360 dari data per 25/4/2016 sebagaimana dilaporkan Kompas. Juga berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) pengguna narkoba dan obat-obatan terlarang sudah menyentuh angka yang fantastik yakni 26.367 orang atau 1.5 persen dari Jumlah penduduk di Sulawesi tanggara (Antara News, 06/01/17). Inilah fakta yang ada disekitar kita, dan kita tidak tahu sudah berapa banyak ia (narkoba) menjangkiti orang-orang yang kita sayangi. Adakah penyelesaian secara konkrit yang diperankan dipanggung negara ini?
Negeri sekular tak punya solusi tuntas
Berbagai upaya sebagai solusi telah dilakukan pemerintah negeri ini, dari hukuman penjara, denda, sampai hukuman mati. Sebagaimana UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika bahwa hukuman maksimal adalah hukuman mati. Karena menurut BNN (Badan Narkotika Nasional) penerapan hukuman mati bisa memotong jalur peredaran narkoba.
Tapi nampaknya semua itu belum cukup menuntaskan masalah yang masuk kategori primadona ini.Hukuman atau sanksi yang diharapkan sebagai solusi demikian, ternyata tidak memberikan efek jera (ditakutkan) bagi para pelaku lainnya. Justru yang ada ketika mereka yang keluar dari penjara malah mencoba sebagai pengedar narkoba. Parah!
Ketika pasal 144 juncto 112 (1) UU No 35 Thn 2009 tentang Narkotika diberlakukan, dengan ancaman penjara 6 tahun justru menjadikan mereka yang awalnya sebagai pemakai narkoba, justru berpotensi ‘naik pangkat’ menjadi pengedar, sudah banyak contohnya. Ardiansyah (28) adalah salah seorang diantaranya. Awalnya ia adalah pemakai narkoba jenis sabu, kini naik tingkat menjadi pengedar sabu bersama rekannya Iqbal (18) di Balikpapan Utara (PROBALIKPAPAN).
Derasnya permintaan pasar oleh masyarakat yang sudah rusak, inilah yang memberi peluang besar pula pada para sindikat produksi dan peredarannya sebagai sebuah lahan basah (lapangan pekerjaan mereka).
Namun, separah-parahnya permasalahan ini, tetaplahdikatakan sebagai permasalahan cabang. Sebab, sesungguhnya akar permasalahan kasus ini dan kasus-kasus lainnya yang terjadi di negeri ini adalah karena tidak diterapkannya sistem atau aturan Islam secara kaffah (sempurna). Ditambah lagi dengan sekat HAM dan aturan manusia juga menjadi penyebabnya. Padahal Islam hadir bukan hanya sekedar mengatur ibadah mahdo saja, tapi juga untuk mengatur seluruh problematika kehidupan manusia.
Sistem sekelur yang memberi hak kepada tangan-tangan yang menindis wahyu Allah SWT dengan aturan buatannya, terbukti sama sekali tidak dapat dipercaya oleh kita yang berakal sehat. Bagaimana tidak, ini ada beberapa fakta yang sempat terkuak dimedia, Fraksi PDIP DPRD Kudus, Agus Imakudin tertangkap dalam kasus narkoba jenis sabu-sabu pada Juli 2016 lalu (TEMPO.CO). Disusul oleh Ketua DPRD Sarolangun M Haisu ditangkap polisi disebuah hotel, Agustus 2016 lalu dengan kasus yang sama (kabarjambi.net). Ini cukup menjadi bukti akan bobrok dan culasnya sistem Sekularisme, mereka yang katanya wakil rakyat dan membuat aturan untuk rakyat toh mereka juga yang melanggarnya sendiri.
Pemerintah juga melakukan rehabilitasi pada para pacandu narkoba, dianggapnya dengan memperbaiki individu-individu akan memperbaiki kondisi masyarakat. Padahal hal itu masih keliru. Karena kehancuran atau rusaknya masyarakat tidak lain adalah akibat dari rusaknya pemikiran, perasaan dan peraturannya, bukan dari rusaknya manusia (individunya) saja. Untuk memperbaikinya tidak lain hanya dengan memperbaiki pemikiran, perasaan dan aturan yang ada.
Lantas, bagaimana dengan semua ini?, apakah kita pantas berputus asa?, menganggap masalah ini terlalu rumit untuk ditemukan pangkal ujungnya?, tidak! Kaum muslim tidak pantas untuk menyerah, karena kita adalah umat terbaik yang dihadirkan untuk manusia.
Islam berikan solusi tuntas
Sering kita mendengar ceramah para ustadz diluar sana, kalau Islam mempunyai solusi yang dapat mengatur manusia dari bangun tidur sampai bangun negara. Tidak berlebihan ungkapan demikian, karena memang semua itu terbukti dengan alasan-alasan yang jelas. Namun, Islam sebagai agama dan mabda’ akan bisa dilaksanakan secara utuh jika tiga asas penerapan hukum Islam saling membahu dan bersinergi ditengah kehidupan, ianya adalah:
- Ketaqwaan individu
Taqwa adalah sikap seseorang untuk menjauhkan diri dari azab neraka, ketika ia melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. Taqwa merupakan buah keimanan seseorang, kesadarannya akan konsekuensi surga dan neraka, kesadaran ini benar-benar tertancap dan menguasai dirinya. Sehingga ia akan selalu menjaga diri dan perbuatannya karena bayangan akan akhirat telah mendominasi dirinya. Hingga syari’at Allah SWT dalam larangan kerasNya selalu ia ingat dan amalkan. Misalnya, Zat yang memabukkan dalam al-Quran disebut khamr, Abdullah bin Umarra menuturkan Rasulullah saw. pernah bersabda “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram” (HR Ahmad dan Abu Dawud). Dalam riwayat lain, Rasulullah saw juga pernah bersabda “mengutuk sepuluh orang yang karena khamr: pembuatnya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan hasil penjualannya, pembelinya dan pemesannya”. (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Para ulama juga sepakat atas haramnya mengkonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).
Dalam kasus diatas, seseorang akan takut dengan sendirinya untuk mengkonsumsi dan terlibat dalam sindikat barang haram tersebut (narkoba) jika ketaqwaan ada dalam dirinya. Tetapi masih ada asas atau pilar lain yang juga turut mempengaruhi.
- Kontrol individu dan masyarakat
Asas ini sangat diperlukan, karena manusia adalah mahluk yang lemah dan sarat dengan maksiat, sehingga manusia (individu) memerlukan manusia lain untuk membantu mengontrol dirinya. Kita biasa menyebutnya dengan dakwah amar’ ma’ruf nahi munkar, sehingga seseorang atau kelompok tertentu akan berpikir keras jika mau bermaksiat dalam hal ini mengkonsumsi narkoba, tidak semulus dan sebebas sekarang.
- Negara yang menerapkan seluruh syari’at (aturan) Islam
Selain dua asa diatas, sistem pidana Islam juga seharusnya diterapkan, selain bersumber dari Allah SWT, juga mengandung hukuman yang berat yang mendatangkan efek jera dan penebus dosa. Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qâdhi (Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm.189). Jika pengguna saja dihukum berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan hakim.
Islam juga telah mendudukan pemimpin kaum muslim (khalifah) selabagai ra’in (pengembala) yang bertanggungjawab atas ra’iyyah (gembala) nya. (lihat as-Suyuthi, al-Jami’ juz II hal. 289). Khalifah akan bertanggungjawab penuh atas apa-apa yang terjadi pada masyarakatnya.
Karena itu, jika khalifah dan negara Islam ini ada, disamping ketaqwaan individu, masyarakat dan pemerintah tentu hukum Islam akan bisa diterangkan dan diterapkan secara totalitas (kaffah). Dimana tiga komponen pembentuk masyarakat yakni manusianya memiliki perasaan, pemikiran dan aturan yang sama yakni Islam akan terbentuk. Dengan catatan asas ketiganya harus berjalan atau ada sekaligus. Sehingga permasalahan apapun akan diatasi dengan solusi yang tuntas yakni Islam. Waallahu a’lamu bishowab.
Hukuman mati 2015 tidak menjerakan, lantas apakah pemerintah akan membunuh lebih banyak bandarnya, atau kita bangun lebih banyak penjara?
Kepala Badan Narkotika Nsional (BNN) Irjen Pol Anang Iskandar membenarkan Indonesia sekarang telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan obat bius. Banyak obat bius diperdagangkan dan diselundupkan oleh sindikat internasional yang terorganisasi, terutama karena ada permintaan cukup tinggi dan Indonesia punya populasi muda yang besar dan menjadi pasar narkoba yang besar juga. (Suara Islam.com).
Oleh: Siti Maisaroh
Penulis Merupakan Mahasiswa UM.BUTON
jauhkan generasi muda dari narkoba…..