Jalanan Kota Kendari dan Pembelajaran dari Beruang

Andi Syahrir
Andi Syahrir

Hewan mempertahankan hidupnya secara naluriah. Juga manusia. Tapi manusia menang banyak. Ada akal pikirannya. Hewan tidak. Karenanya, dari apa saja, manusia bisa belajar.

Beruang mengamankan dan menyamankan kelangsungan hidupnya dengan cara-cara sederhana. Ketika musim panas berlangsung, mereka menimbun lemak dalam tubuhnya dengan cara makan sebanyak-banyaknya. Bobot mereka bisa mencapai dua kali lipat dari bobot normalnya.

Di musim dingin, mereka melakukan hibernasi. Tidur sepanjang waktu. Metabolisme tubuhnya sangat rendah. Tidak makan apapun hingga berbulan-bulan. Cadangan makanan untuk membuatnya tetap merasa kenyang dan hangat diambil dari timbunan lemak di tubuhnya. Toh, keluar mencari makan sama saja dengan bunuh diri.

Pada kondisi ekstrim sebaliknya, buaya juga demikian. Mereka memilih tidur di lubang-lubang tanah yang dingin ketika suhu lingkungan sedang sangat panas. Di musim kemarau yang berkepanjangan, sumber air mengering. Tumbuhan mati. Nekad keluar mencari makan, terancam mati kepanasan. Buaya pun menurunkan metabolismenya agar tetap hidup tanpa makan dan air. Namanya estivasi. Kebalikan dengan hibernasi.

Kemampuan hewan mengatur metabolisme tubuhnya tetap rendah agar beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim ini disebut dengan torpor. Hibernasi dan estivasi adalah torpor.

Soal mengamankan dan menyamankan hidupnya, manusia tidak ada duanya. Ketika dingin, rumahnya dibuat berpenghangat. Saat makanan tertentu berkurang, ditemukan cara memperpanjang masa simpannya, manakala mobil kerennya terguncang-guncang di permukaan tidak rata, jalanan segera dipermulus.

Di Kota Kendari, hujan adalah cara terbaik beradaptasi. Maksudnya, beralasan. Kenapa jalanan kota ini hancur lebur? Hujan. Kenapa belum diperbaiki? Hujan. Tapi warga kota bukan beruang yang melakukan hibernasi ketika musim hujan. Mereka tetap berkeliaran di jalanan sekalipun aspalnya telah terkikis habis.

Semoga saja pemerintah kota tidak melakukan estivasi ketika musim kering tiba. Berdiam di lubang-lubang yang dingin ketika matahari panas memanggang. Membiarkan jalanan ditimbun tanah ala kadarnya oleh warga yang kemudian memajaki warga lain yang melintas.

Cukuplah saat ini pemerintah kota berhibernasi atas persoalan jalanannya. Hujan memang ekstrim. Tapi manakala matahari sudah cerah bersinar, perangkat kota sudah siap menambal kembali jalan-jalan yang hancur. Jangan lagi memperbaiki jalan yang debunya berlangsung hingga musim hibernasi berikutnya…ehh…musim hujan berikutnya.

Bergeraklah cepat. Tangkas. Taktis. Jangan jadi pemerintah kota yang torpor. Pemerintah yang metabolisme tubuhnya selalu rendah.***

 

Oleh: Andi Syahrir
Penulis Merupakan Pemerhati Sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini