ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kasus dugaan korupsi yang menyeret Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam hingga saat ini masih menjadi perhatian publik. Selama beberapa bulan, pemberitaan mengenai kasus ini terus menghiasi media massa, baik lokal maupun nasional.
Selasa, 23 Agustus 2016 sekitar pukul 11.00 Wita, tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kompleks Bumi Praja Andonuhu Kendari. Tak hanya di satu tempat, tim KPK juga menggeledah rumah pribadi Nur Alam, rumah jabatan gubernur, Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kendari.
Saat penggeledahan berlangsung, Nur Alam sedang tak berada di Kendari. Saat itu Nur Alam sedang mengikuti pertemuan seluruh kepala daerah se-Indonesia bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta.
Berita Terkait : Penggeledahan Kantor Gubernur Sultra Terkait Dugaan Korupsi Izin Pertambangan
Di hari yang sama, menjelang magrib, anggota KPK Laode Muhammad Syarif menggelar konferensi pers di Gedung KPK Jakarta dan mengumumkan penetapan status Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan izin usaha pertambangan (IUP). Nur Alam diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Nur Alam mengeluarkan Surat Keputusan (SK) persetujuan wilayah cadangan pertambangan, persetujuan izin usaha pertambangan, eskplorasi dan SK persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi usaha pertambangan operasi produksi kepada PT. Anugerah Harisma Barokah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana.
KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setelah status tersangka ditetapkan pada gubernur yang mendapatkan gelar bintang maha putra itu, KPK semakin unjuk gigi untuk menuntaskan kasus tersebut. KPK terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi untuk mengumpulkan informasi tambahan. Pemerikasaan terhadap saksi dilakukan di tiga lokasi yakni kota Kendari yang bertempat di Polda Sultra, Kota Baubau yang bertempat di Polres Baubau dan Jakarta sendiri di Gedung KPK.
Berita Terkait : KPK Tetapkan Gubernur Sultra Jadi Tersangka
Sejumlah pejabat lingkup Provinsi Sultra pun tak lepas dari pemeriksaan yang dilakukan KPK pada 24-26 Agustus 2016 di ruang Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Krimsus) Polda Sultra. Nama seperti Sekretaris Daerah Lukman Abunawas, sejumlah staf di Dinas ESDM Sultra, Biro Hukum Setda Sultra, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra, Dinas Pertambangan dan Energi Kolaka Utara, dosen UHO, Sekretaris Daerah Konawe Kepulauan, mantan Kadis ESDM Sultra dan sejumlah pengusaha.
Pemeriksaan KPK terus berlanjut di Kota Baubau pada 27 Agustus 2016 yang dilaksanakan di ruang pemeriksaan Satuan Reskrim Polres Baubau dengan memeriksa mantan Bupati Bombana Atiku Rahman, dan mantan Bupati Buton Syafei Kahar namun tidak menghadiri panggilan KPK.
Tak berhenti di situ saja, KPK kembali ujuk gigi dengan melakukan pemeriksaan di Jakarta dan memanggil sejumlah saksi diantaranya Kepala Dinas ESDM Sultra Burhanuddin, mantan Bupati Buton Syafei Kahar, Dirjen Minerba ESDM Gatot Ariyono, Direktur PT. Billy Indonesia yang terafiliasi dengan PT. Anugerah Harisma Barakah (AHB) Widdi Aswindi, mantan pengacara Nur Alam Giofedi Rauf, Direktur PT. Anugerah Harisma Barakah (AHB) Ahmad Nursiwan.
Selain itu, dipanggil juga notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Andi Nurmadiyanthie, mantan Kepala Dinas Pertambangan Bombana Cecep Trisnajayadi, Kepala Cabang PT. Terminal Motor Benny Susilo, PT. Kembar Emas Sultra George Hutama Riswantyo dan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Setiawan.
Nur Alam Gugat KPK
Di tengah perjalanan KPK terus mencari dan mengungkap kasus yang menjerat mantan ketua DPW PAN Sultra tiga periode itu, tiba-tiba saja pria yang biasa disapa Bolo melayangkan gugatan praperadilan kepada KPK melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) pada 16 September 2016.
Penasehat hukum Nur Alam Maqdir Ismail mendaftarkan permohonan praperadilan atas penetapan Gubernur Sultra sebagai tersangka dengan dugaan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tipikor oleh KPK. Perkara ini terdaftar dengan nomor: 127/Pid.Prap/2016 PN.Jkt. Sel
Pihak penggugat yakni Maqdir cs menuntut jika penetapan tersangka terhadap kliennya (Nur Alam) tidak sah. Menurutnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum seseorang itu ditetapkan tersangka harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap calon tersangka. Hal ini tidak dilakukan oleh KPK lantaran yang bersangkutan (Nur Alam) selalu berhalangan hadir saat dipanggil.
Beberapa poin lainnya yaitu belum adanya hitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap dugaan korupsi yang melilit Gubernur Sultra dua periode ini. Pihak Nur Alam sendiri masih mempertanyakan dua alat bukti yang diduga masih kurang untuk penetapan tersangka kliennya.
Selain itu, terjadi duplikasi penyelidikan antara Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap objek yang sama yakni Gubernur Sultra. Hal ini dinilai telah melanggar UU KPK dalam pelaksanaan penyelidikan.
Sidang praperadilan pun dilangsungkan pada 4 Oktober 2016. Hal ini mengundang reaksi dari sejumlah kubu Nur Alam, terbukti di hari itu terjadi demo “Save Nur Alam” yang berlangsung tiga titik di Kota Kendari yakni MTQ Kendari, Kantor DPRD Sultra dan Pengadilan Tinggi (PT) Sultra.
Tak hanya masyarakat, tetapi Bupati Konawe Kery Konggoasa pun turun langsung dengan massanya sekitar seribuan orang dari Konawe dengan melakukan aksi di Kantor DPRD dan PT Sultra. Dalam aksinya Kery mengungkapkan jika dirinya rela jabatannya dicopot demi memberikan pembelaan kepada Nur Alam.
Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh dan salah satu calon Walikota Kendari periode 2017-2022 yang juga mantan Ketua DPRD Kota Kendari Abdul Razak seakan tak tinggal diam menyuarakan aspirasinya dengan memberikan dukungan terhadap Nur Alam.
Selain di Kota Kendari, di lokasi pelaksaanan sidang praperadilan PN Jaksel sejumlah massa ‘Save Nur Alam” juga turun dan menyuarakan aspirasi dengan memberikan dukungan terhadap pria yang telah menjabat sekitar 9 tahun di Bumi Anoa itu.
Kendati demikian, proses praperadilan pun terus berjalan dan sejumlah saksi ahli dihadirkan oleh pihak pemohon Maqdir Ismail seperti guru besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita.
Romli adalah saksi ahli terakhir yang dihadirkan oleh kubu Nur Alam setelah Guru Besar Unpad I Gede Pantja Astawa dan Ahli Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda.
Sedangkan KPK menghadirkan saksi ahli itu Adnan Pasiladja, seorang pensiunan PNS yang juga seorang widyaswara kejaksaan serta mengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
Putusan Praperadilan Nur Alam
Pada Rabu, 12 Oktober 2016, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akhirnya menolak gugatan praperadilan yang dilayangkan oleh Nur Alam. Keputusan ini disampaikan oleh Hakim Tunggal I Wayan Karya dalam sidang putusan praperadilan yang digelar di ruang sidang utama PN Jaksel.
Berita Terkait : Tak Ditahan Usai Diperiksa 8 Jam, Keluarga Ucapkan Syukur Alhamdulillah
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengungkapkan bahwa keputusan hakim ini menunjukan apa yang dilakukan oleh KPK sudah sesuai dengan prosedur.
“Apa yang dilakukan KPK, baik penyelidik maupun penyidik secara hukum dan fakta-fakta di lapangan sudah benar, sudah tidak bisa dipungkiri lagi dan tidak terbantahkan lagi,” ungkap Setiadi saat ditemui usai putusan.
Dan pada Senin, 24 Oktober 2016 Nur Alam akhirnya memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Nur Alam diperiksa sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi dalam penerbitan IUP PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana.
Nur Alam memenuhi panggilan KPK dengan didampingi kuasa hukumnya Ahmad Rifai dan beberapa kerabatnya.Nur Alam tidak banyak memberikan komentar saat memasuki gedung KPK. “Saya akan patuh hukum,” jawabnya singkat kepada awak media saat itu.
Setelah diperiksa selama 8 jam, KPK tidak menahan Nur Alam. Hal ini disambut bahagia para kerabat yang menunggu di depan Kantor KPK.
Melihat Nur Alam keluar tanpa mengenakan rompi orange tahanan KPK, sontak mereka mengucap syukur.
“Alhamdulillah, ya Allah,” ujar salah satu wanita saat melihat Nur Alam keluar.
Nur Alam pun enggan memberikan komentar atas pemeriksaan terhadap dirinya. “Tanya pengacara saya saja,” ujarnya singkat. Hingga hari ini kasus ini pun masih terus berlanjut. (A)
Penulis : Ilham Surahmin
Editor : Jumriati