ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Sejumlah lembaga masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil meminta Pemilihan Pilkada Serentak (Pilkada) serentak 9 Desember ditunda karena pandemi Covid-19. Sebelumnya, hasil rapat antara Komisi II DPR, Pemerintah, dengan Penyelenggara Pemilu pada 21 September 2020 sepakat Pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember dengan tetap diberlakukan penegakkan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem), Khoirunnisa Agustyati menuturkan bahwa keputusan tersebut sangat mengejutkan dan mengecewakan. Baik DPR, Pemerintah dan penyelenggara pemilu seakan tidak melihat fakta di mana angka penyebaran Covid-19 semakin meningkat, termasuk angka korban meninggal dunia yang terus bertambah.
“Sebetulnya bukan dari masyarakat sipil saja yang merekomendasikan agr agar Pilkada ditunda, sejumlah ormas keagamaan juga merekomendasikan agar Pilkada ini ditunda,” kata Khoirunnisa dalam konferensi pers menunda Pilkada, Selasa (22/9/2020).
Sebagai informasi bahwa per 21 September, secara nasional setidaknya 9.667 orang meninggal karena Covid-19 dan 248.852 orang lainnya terinfeksi. Kesimpulan rapat yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, Anggota KPU, Ilham Saputra, Ketua Bawaslu, Abhan, dan Ketua DKPP, Muhammad tidak mempertimbangkan aspirasi masyrakat untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020.
Desakan untuk menunda Pilkada 2020 juga disuarakan oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah di dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj, serta Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, meminta agar pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda, karena keselamatan masyarakat jauh lebih penting.
Komnas HAM telah merekomendasikan untuk menunda pelaksaanaan Pilkada. Sedangkan DKPP sepakat menggelar Pilkada meskipun telah menerima lebih dari 50 petisi dari masyarakat yang meminta Pilkada ditunda.
Pihak-pihak yang terlibat dalam Pilkada telah banyak yang positif terjangkit covid-19, di antaranya 60 orang bakal pasangan calon (data KPU per tanggal 10 September 2020), 163 orang jajaran Bawaslu, mulai dari Sekretariat Bawaslu RI hingga panwaslu kecamatan dan panwaslu desa/kelurahan (data Bawaslu RI pertanggal 21 September 2020), 21 orang staf KPU RI dan terakhir 3 orang Komisioner KPU RI termasuk Ketua KPU RI terjangkit covid-19 serta sejumlah Ketua/Komisioner KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan sikap mengecam keras keputusan DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu yang terus melanjutkan tahapan Pilkada 2020. DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu dianggap tidak memahami masalah yang terjadi, sehingga dengan mudahnya menyimpulkan, perlu perbaikan Peraturan KPU untuk menyiapkan manajemen teknis dan tahapan Pilkada 2020 ditengah kondisi pandemi Covid-19 yang semakin membahayakan.
Persoalan regulasi dalam melaksanakan pilkada ditengah pandemi itu ada di UU Pilkada. UU Pilkada yang berlaku saat ini sama sekali tidak mengatur detail teknis dan manajemen pelaksanaan pilkada yang harus sesuai dengan keperluan dalam keadaan pandemi. Peraturan regulasi tidak bisahanya pada Peraturan KPU, melainkan harus dilakukan pada UU Pilkada.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu untuk mengubah pendiriannya dengan tidak memaksakan Pilkada di tengah kondisi pandemi yang masih sangat mengkhawatirkan. Penundaan Pilkada sampai pandemi Covid-19 lebih terkendali, dengan pemetaan yang jauh lebih detail dengan koordinasi BNPB yang bertanggung jawab atas penanganan Covid-19.
Penundaan Pilkada perlu dilakukan hingga Pemerintah, DPR dan Penyelenggara Pemilu selesai menyiapkan regulasi yang lebih komprehensif dan cermat untuk melaksanakan pilkada ditengah kondisi pandemi. Adapun lembaga yang tergabung di antaranya Perludem, Indonesa Corruption Watch, KawalCOVID19, Kemitraan, KOPEL Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia, LaporCovid-19, Migrant Care, NETFID, NETGRIT, Perkumpulan Warga Muda, PSHK, dan PUSaKO. (a)