ZONASULTRA.COM, KENDARI– Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) memastikan akan ada tersangka baru, selain Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Konawe Utara (Konut) Amiruddin Supu, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bibit jati, eboni dan bayam di dinas kehutanan setempat.
Kasubdit PID Humas Polda Sultra, Dolfi Kumaseh mengatakan, hingga saat ini semua saksi sudah diperiksa. Meski demikian, tak menutup kemungkinan adanya saksi yang akan beralih status menjadi tersangka. Tapi hal itu masih menunggu hasil audit.
Soal penetapan tersangka baru, akan ditetapkan setelah pihak Subdit III Tipikor yang menangani kasus ini mendapatkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra.
“Jadi kita melihat BPKP Sultra ini mengulur-ulur waktu untuk melakukan audit terhadap dugaan korupsi pengadaan bibit tahun anggaran 2015 oleh Dishut Konut itu. Padahal, Subdit III Tipikor Ditkrimsus Polda Sultra menerima informasi bahwa seminggu setelah lebaran, BPKP akan menyerahkan hasil auditnya. Namun hingga kini hasil audit yang akan menentukan adanya tersangka baru, belum juga ada,” katanya, Kamis (11/8/2016).
Penyidik, lanjut Kasubbid, kini tinggal menunggu hasil audit BPKP yang telah lama dijanjikan untuk melanjutkan kasus pengadaan bibit dengan anggaran Rp.1,1 miliar itu. Saat ini penyidik juga telah melakukan pemeriksa terhadap Kadishut Konut Amiruddin Supu dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Muhammadu, sebagai tersangka.
“Mudah-mudahan BPKP cepat menyerahkan hasil audit, agar penyelidikan kasus tersebut terus berjalan. Bila hasilnya sudah ada, berkas kasus tersebut akan dikirim ke jaksa penuntut umum (JPU) untuk tahap satunya. Kan kedua tersangka juga sudah diperiksa,” ujarnya.
Seperti diketahui, pada empat yang bulan yang lalu, PNS Pemda Konut itu diperiksa penyidik. Amirudin Supu diduga melakukan korupsi pengadaan fiktif bibit jati, eboni, dan bayam pada 2015, dengan total anggaran lebih dari Rp 1,1 miliar. Meski belum secara resmi dilakukan audit, namun dari hasil ekspos bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 700 juta.
Khusus pengadaan bibit dan penanaman jati, terjadi perbedaan besaran anggaran dalam kontrak dan daftar pagu anggaran (DPA). Dalam kontrak tertera anggaran sebesar Rp 879 juta, sementara dalam DPA berjumlah Rp 1,176 miliar. Sisa dari itu selisi anggaran dalam kontrak dan DPA itulah yang diduga diselewengkan.
Selain itu, ada ketidak jelasan mekanisme pencairan dana. Dimana, dananya telah telah dicairkan 100 persen tetapi pengadaannya fiktif. Khusus untuk pengadaan bayam jelas sudah diduga kuat fiktif. Pasalnya, harusnya yang diadakan Eboni dan Bayam masing-masing sebanyak 2.750 pohon bibit.
Namun, kenyataannya hanya diadakan bibit Eboni sebanyak 2.750 pohon. Bibit Bayam tidak lagi diadakan, sehingga dianggap fiktif. Sementara bibit jati yang seharusnya diserahkan dan dinikmati masyarakat, malah ditanan pada tiga lahan milik pejabat Konut. (B)
Reporter: Randi Ardiansyah
Editor : Rustam