Foto : Kemenpar for ZONASULTRA.COM
ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Perusahaan airlines Jetstar Group dan Kementerian Pariwisata menandatangani nota kesepahaman di Gedung Sapta Pesona Lantai 16, Jumat 5 Mei 2017. Tentu, ini sangat strategis buat Kemenpar, untuk mengejar target kunjungan 15 juta wisatawan mancanegara di 2017 ini.
Menpar Arief Yahya memang dianggap terlalu optimistik, dengan mematok target growth 25% tahun ini. Di saat tourism dunia hanya sanggup bertumbuh di 4,4% dan regional ASEAN naik hanya 5,1%. Tapi bukan Arief Yahya kalau tidak tertantang mengejar angka kunjungan itu, dulu ketika memimpin PT Telkom juga mampu meraih laba double dalam dua tahun.
Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang disaksikan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya tersebut dilakukan oleh Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara dan CEO Jetstar Airways (Australia/New Zealand) Dean Salter serta CEO Jetstar Asia Barathan (Bara) Pasupathi di Kantor Kemenpar, Jakarta. Selain itu, ada juga sejumlah pejabat Eselon I Kemenpar serta pimpinan Jetstar.
Lantas kerjasama seperti apa yang dirajut Kemenpar bersama Jetstar Grup? Bukankah belakangan Menpar Arief Yahya sudah rajin roadshow ke Kemenhub, Airlines, Airnav, dan Angkasa Pura?
“Diperlukan total collaboration. Selain semua pihak tadi, kita masih butuh support maskapai Low Cost Carrier (LCC) seperti JetStar Grup untuk mensupport akses udara ke sejumlah destinasi di Indonesia,” terang Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara, Jumat (5/5).
Bagaimana mengatasi problem air connectivity itu? Dorong airlines terbang ke destinasi wisata di tanah air. Dorong jam beroperasi airport lebih panjang, hingga 24 jam. Dorong deregulasi, kemudahan penambahan slot bagi pesawat yang hendak masuk ke Indonesia.
Karenanya, dalam MoU disebutkan lingkup kerjasama antara lain mendorong peningkatkan pelayanan maskapai penerbangan Jeststar ke destinasi wisata utama di Indonesia. Poin lainnya, pemasaran dan kegiatan promosi bersama di Australia dan Kawasan Asia Pasifik.
Selain itu, ada juga upaya mendorong investasi di bidang penerbangan, infrastruktur pariwisata, dan lapangan kerja. Yang tak kalah pentingnya, mendukung program pemerintah untuk mencapai target 15 juta kunjungan wisman di 2017 dan 20 juta di 2019,” tambahnya.
Penandatanganan MoU itu ikut ditanggapi Menpar Arief Yahya. Menurutnya, itu sangat penting dan urgen mengingat 75% wisatawan masuk ke tanah air dengan airlines. Lalu 24% dengan penyeberangan, dan 1% di perbatasan. “Sudah tidak ada waktu lagi. Harus ngejar target waktu dengan actions. Sentuh yang terbesar dulu, untuk quick win,” kata Arief Yahya, yang makin detail memantau percepatan shadow management-nya itu.
Apalagi, saat ini Indonesia masih kekurangan seat capacity. Selain menggenjot traffic right (ASA) dan izin rute dan flight movements serta peningkatan kapasitas slot bandara, kolaborasi win-win dengan airlines/whole sellers untuk mengembangkan rute baru juga ikut digeber. “Dengan airlines atau whole sellers kita mempunyai dua skema insentif, joint promotion untuk reguler flight yang menjanjikan growth dan cash incentive atau pax untuk charter flight dengan rute baru” katanya.
“Dan kontribusi perusahaan penerbangan seperti Jestar Group ini sangat besar perannya dalam memenuhi seat capacity untuk mendukung target pariwisata,” kata Arief Yahya.
Nama besar Jetstar Grup memang sangat dibutuhkan Indonesia. Maklum, saat ini, Jetstar tercatat sebagai salah satu maskapai asing terbesar yang beroperasi di Indonesia. Jetstar Airways yang bermarkas di Australia dan Jetstar Asia yang bermarkas di Singapura setiap tahunnya mengangkut 1,4 juta penumpang dari dan ke enam kota di Indonesia.
Jumlah penerbangan dioperasikan melayani rute dari dan ke Indonesia juga banyak. Jumlahnya mencapai 120 penerbangan dari dan ke Indonesia. Dan yang lebih penting lagi, Jetstar punya nama besar. Cerminannya bisa dilihat dari gelar low cost carrier teraman di kawasan yang diberikan airlineratings.com belum lama ini.
“Sejak penerbangan pertama kami ke Indonesia, Jetstar Airways telah menjadi maskapai asal Australia terbesar yang terbang ke Bali dengan sekitar 60 penerbangan per minggu, dari 8 kota di Australia. Dalam 10 tahun terakhir, kami telah meningkatkan kunjungan wisman Australia sebanyak 55 kali lipat,” ucap CEO Jetstar Airways, Dean Salter.
Dan setelah penandatanganan kerjasama ini, dia makin yakin, Jetstar bisa membantu membawa lebih banyak turis Australia ke sejumlah destinasi menarik di Indonesia.
“Saya percaya kami bisa membawa lebih banyak turis Australia ke sejumlah destinasi di Indonesia. Ini akan berimbas sangat positif karena rata-rata pegeluaran turis Australia selama di Bali adalah USD 1.200. Itu hanya untuk akomodasi, makanan, serta pengeluaran lain,” ungkapnya.
Sementara menurut CEO Jetstar Asia, Bara Pasupathi, Singapura dan Indonesia merupakan pasar pariwisata yang penting di wilayah ini. “Karena itu nota kesepahaman ini akan membuka lebih banyak peluang guna mendorong turis internasional dan perjalanan bisnis ke Bali dan berbagai tujuan lainnya di Indonesia lewat Singapura.
“Dengan lebih dari 25 penerbangan codeshare dan penerbangan interline layanan penuh, moda kami yang membawa turis dari Singapura dan negara-negara lain akan semakin meningkatkan pariwisata ke Indonesia,” katanya.
Jetstar Asia yang berpusat di Singapura mengoperasikan lebih dari 60 penerbangan tiap minggunya yang menghubungkan Singapura dan enam kota tersibuk di Indonesia, antara lain Denpasar, Jakarta, Medan, Surabaya, Pekanbaru, dan Palembang. Setiap tahunnya, Jetstar Asia mengangkut 665.000 penumpang dari dan ke Indonesia.
Dan rute Singapura-Jakarta tetap menjadi salah satu rute tersibuk di dunia untuk penerbangan berbiaya rendah. Selain itu, Jetstar Asia juga merupakan satu-satunya penerbangan berbiaya rendah berpusat di Singapura dan melayani Sumatera dan Jawa. (*)