Kemenparekraf Tingkatkan Pemahaman Sadar Wisata kepada Pelaku Pariwisata di Wakatobi

98
Kemenparekraf Tingkatkan Pemahaman Sadar Wisata kepada Pelaku Pariwisata di Wakatobi
FOTO BERSAMA-Jajaran Kemenparekraf berfoto bersama pada sosialisasi Sadar Wisata di Desa Liya Togo

ZONASULTRA.ID, WANGI-WANGI-Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) tengah berupaya meningkatkan pemahaman pelaku pariwisata untuk pengembangan pariwisata di wilayah pedesaan.

Melalui inisiasi program yang didukung oleh Bank Dunia, saat ini tengah berlangsung Kampanye Sadar Wisata yang akan berlangsung hingga 2023. Kampanye Sadar Wisata menyasar para pelaku pariwisata di desa untuk memahami pilar-pilar pengembangan pariwisata yang terdiri dari unsur sapta pesona, pelayanan prima, dan CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability).

Dimulai pertengahan Maret 2022 lalu, Kampanye Sadar Wisata yang tahapannya mulai dari sosialisasi, pelatihan, penyusunan program pengembangan desa wisata, pendampingan, penilaian, dan apresiasi ini, menyasar 65 desa wisata pada 2022 dan 90 desa wisata pada 2023.

Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno mendorong para pelaku pariwisata di desa untuk menghadirkan alternatif wisata yang menawarkan pengalaman (experience) yang unik bagi wisatawan melalui produk lokal dan atraksi daerah yang dimiliki.

“Covid-19 berdampak signifikan khususnya bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Kita perlu mendorong pariwisata berbasis kualitas yang menawarkan experience atau pengalaman unik yang membawa kenyamanan bagi para wisatawan. Desa wisata menjadi salah satu alternatif wisata alam yang dapat menghadirkan keunikan, melalui ciri khas produk lokal dan atraksi daerah,” kata Sandiaga Uno.

Tidak hanya mengembangkan produk dan atraksi unik dari setiap desa, Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno juga menegaskan pentingnya penerapan sapta pesona dan CHSE.

“Hal ini menjadi sangat krusial dan penting untuk meyakinkan wisatawan, karena akan mengubah wajah pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia di era pandemi yang perlahan menuju endemi, karena wisatawan cenderung memilih destinasi yang mengedepankan rasa aman, nyaman, bersih, sehat, dan seiring keberlanjutan lingkungan,” ucap Sandiaga.

Sejalan dengan adanya perubahan pola pengembangan pariwisata ini, membuat para pelaku pariwisata harus menjadi penggerak wisata di desanya masing-masing. Plt Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf, Frans Teguh mengatakan, para pelaku pariwisata tentu berharap para wisatawan merasa betah, nyaman, berkunjung dalam durasi yang lama bahkan akan datang kembali.

“Untuk itu aktivitas wisata yang ditawarkan harus memberikan pengalaman terbaik dan unik sehingga menarik bagi wisatawan,” tutur Frans.

Senada dengan itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Rinto Taufik Simbolon yang mewakili Direktorat Pengembangan SDM Pariwisata, saat membuka sosialisasi Sadar Wisata yang dihelat Desa Liya Togo, Kecamatan Wangiwangi Selatan (Wangsel) Sabtu kemarin, mengatakan, Desa Liya Togo telah menjadi salah satu dari 50 Desa Wisata terbaik di Indonesia pada 2021.

Maka sosialisasi yang dilakukan di desa tersebut, kata dia, bertujuan agar masyarakat sebagai penggerak pariwisata benar-benar menjadi mandiri. Dalam melaksanakan atraksi pariwisata yang unik, serta mempromosikan berbagai produk ekonomi kreatif kepada wisatawan yang berkunjung dengan berlandaskan prinsip sapta pesona, pelayanan prima, dan CHSE.

“Sekarang warga desa pemilik destinasi wisatanya, dan masyarakat menjadi tuan rumahnya. Konsep Desa Wisata ini membuat masyarakat tetap tinggal di desa dan wisatawan yang datang berkunjung ke desa. Menjadi penting bagi warga desa memberikan nilai tambah pada aktivitas pariwisata yang ada dengan layanan yang tulus,” lanjut Rinto Taufik Simbolon.

Lebih lanjut ia menjelaskan, para pelaku pariwisata di desa dan seluruh warga harus beradaptasi dengan perubahan perilaku wisatawan saat ini. Menurutnya, karena terjadi perubahan perilaku wisatawan yang lebih menyukai destinasi wisata yang tidak terlalu ramai dan lebih memilih aktivitas yang dilakukan di ruang terbuka.

”Dalam hal ini, konsep Desa Wisata, menjadi salah satu alternatif penarik kunjungan wisatawan. Untuk tahap pertama sosialisasi di sini dilakukan di empat desa, yakni Desa Liya Togo (Pulau Wangi-Wangi), Desa Pajam dan Desa Tanomeha (Pulau Kaledupa), dan Desa Kulati (Pulau Tomia),” ucapnya.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi Nadar menyambut baik sosialiasi Sadar Wisata yang dilakukan. Menurut Nadar, masyarakat di Wakatobi memiliki kemauan yang sangat tinggi dalam pengembangan desa wisata.

Pengembangan destinasi dan promosi jika tidak dibarengi dengan pengembangan kapasitas SDM dan para pelaku pariwisata tentu tidak akan lengkap. “Karena kami ingin wisatawan yang sudah pernah berkunjung ke sini terkesan sehingga ingin datang kembali di waktu berikutnya,” ungkap Nadar.

Sosialisasi Sadar Wisata di Kabupaten Wakatobi diikuti para penggerak pariwisata desa yang meliputi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), perangkat desa, warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, Kader PKK dan Karang Taruna.

Selanjutnya, Sosialisasi Sadar Wisata terus berlanjut di 6 Destinasi Prioritas Pariwisata (DPP) Indonesia lainnya hingga tahun 2023, meliputi Lombok (Nusa Tenggara Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), Borobudur-Yogyakarta-Prambanan (Jawa Tengah dan DI Yogyakarta), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Labuan Bajo/Taman Nasional Komodo (Nusa Tenggara Timur).

Sosialisasi Sadar Wisata ini, bersifat berkelanjutan, ke depan akan dilakukan pelatihan terkait potensi produk pariwisata, kewirausahaan dan pelatihan bidang pariwisata lainnya, sehingga diharapkan dari masing-masing desa dapat lahir local champion atau penggerak dalam pengembangan di desa wisata masing-masing.

Sebagai informasi, Kabupaten Wakatobi yang telah ditetapkan sebagai salah satu Destinasi Prioritas Pariwisata, memiliki potensi berupa keberadaan Taman Nasional Wakatobi yang memiliki sekitar 90 persen spesies karang dunia dan telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu kawasan cagar biosfer dunia. Kabupaten Wakatobi, merupakan wilayah kepulauan di Sulawesi Tenggara dengan 75 desa yang tersebar di Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. (b)

 


Kontributor: Nova Ely Surya
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini