Undang-undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) memuat terobosan baru. Salah satunya, penguatan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam menegakkan hukum pemilu.
Dalam aturan tersebut, lembaga pengawas pemilu tidak hanya memiliki kewenangan mengenai soal tindak pidana pemilu, kewenangan kuat yang paling mencolok adalah menindak dan memutus pelanggaran administrasi.
Bawaslu hingga tingkat kabupaten/kota berwenang mengeluarkan putusan terhadap pelanggaran administrasi.
Berdasarkan Pasal 101 UU No.7 Tahun 2017, Bawaslu Kabupaten bertugas untuk :
a. Melakukan Pencegahan dan Penindakan terhadap Pelanggaran Pemilu dan Sengketa Proses Pemilu;
b. Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu;- Mencegah terjadinya praktik politik uang;
c. Mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye yaitu Aparatur Sipil Negara, Polisi, dan Tentara Nasional Indonesia;
d. Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan;
e. Mengelola, Memelihara, dan merawat arsip, serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip;
f. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu;
g. Mengevaluasi pengawasan Pemilu; dan- Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Didalam Undang-Undang No 7 tahun 2017 juga terdapat beberapa kewenangan baru bagi Badan Pengawas Pemilu, diantaranya :
a. Memutus pelanggaran administrasi, sehingga temuan Bawaslu tidak hanya bersifat rekomendasi, melainkan putusan yang harus dijalankan dan ditaati oleh semua pihak; dan
b. MengAkreditasi pemantau pemilu, yang sebelumnya diproses oleh KPU. Ketentuan ini terdapat pada Pasal 351 dan 360 Undang-undang No 7 Tahun 2017. Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau pemilu yang telah diakreditasi oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Dan juga dalam hal penanganan tindak pidana pemilu, Bawaslu mempunyai sentra penegakkan hukum terpadu (GAKKUMDU) yang telah bekerjasama dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan, agar dalam proses penanganan perkara pidana pemilu dapat lebih cepat dan efektif.
Dari sedikit penjelasan diatas, maka terlihat bahwa Pengawas Pemilu mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka mengawal pelaksanaan Pemilu yang demokrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keberhasilan atau kegagalan pemilu, pilkada, dan pilpres sesungguhnya ditentukan oleh banyak faktor dan aktor. Oleh karena itu, Bawaslu harus mampu menjadi aktor yang menyinergikan seluruh potensi dalam mewujudkan pemilu yang demokratis dan bermartabat.
Proses penyelenggaraannya, khususnya dalam pengawasan, harus melibatkan seluruh elemen, baik unsur masyarakat maupun pemangku kepentingan. Proses itu dilaksanakan secara transparan, akuntabel, kredibel, dan partisipatif, agar semua tahapan dapat berjalan baik sesuai koridor aturan yang berlaku.
Selain Bawaslu Kabupaten/Kota yang diberi wewenang dalam tindak pidana pemilu, lembaga pengawas paling bawah yakni Pengawas tingkat kecamatan, juga bisa meneruskan laporan tindak pidana pemilu ke kepolisian. Padahal di undang-undang sebelumnya, tak jelas panitia pengawas tingkat mana yang boleh melaporkan ke kepolisian.
Pasal 476 ayat (1) UU Pemilu menyebut, laporan dugaan tindak pidana pemilu diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota, dan/atau Panwaslu kecamatan kepada Kepolisian paling lama 1×24 jam sejak ditetapkan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana pemilu. Penetapan suatu perbuatan adalah tindak pidana pemilu dilakukan setelah berkoordinasi dengan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
UU Pemilu juga memberi keleluasaan pada penyidik kepolisian dalam menyampaikan hasil penyidikan. Penyampaian hasil penyidikan disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 hari sejak diterimanya laporan dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran
tersangka.