Kisah di Balik Produk Kopi Lokal Muna “Kahawa Wuna”

594
Kisah di Balik Produk Kopi Lokal Muna “Kahawa Wuna”
KOPI LOKAL - Wa Ode Rinailah, perempuan asal Kabupaten Muna yang tengah mengembang bisnis kopi. Dia berbisnis kopi dengan menjual hasil olahan biji kopi hasil budidayanya sendiri. (Yudin/ZONASULTRA.ID)

ZONASULTRA.ID, KENDARI – Kebiasaan banyak masyarakat yang menjadi penikmat kopi membuat sebagian orang melihatnya sebagai peluang usaha. Kopi memang saat ini dianggap telah menjadi minuman kekinian yang digemari segala usia.

Karena menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan, banyak orang mendirikan tempat usaha dengan menyediakan berbagai macam jenis minuman kopi. Bisnis kopi telah menjamur di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Sulawesi Tenggara (Sultra).

Saat ini salah satu yang tengah mengembangkan usaha kopi adalah Wa Ode Rinaliah. Perempuan asal Kabupaten Muna ini menggeluti usaha kopi sudah kurang lebih selama 3 tahun, terhitung sejak Maret 2019 hingga kini.

Ibu empat anak ini mengembangkan usaha dengan cara menjual produk hasil olahan biji kopi yang didapatkan dari hasil budi dayanya sendiri. Ia menamai merek kopinya “Kahawa Wuna”.

Dia menanam kopi tidak jauh dari rumah miliknya yang terletak di Desa Bente, Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna. Awal mula ia memiliki niatan untuk menanam kopi berangkat dari tradisi keluarga yang menjadi penikmat kopi. Kemudian suatu ketika ia membeli kopi di pasar dan bertemu dengan pemilik mesin penggiling kopi.

Di situ terjadi percakapan antar keduanya. Ia bertanya saat melihat biji kopi yang sudah disangrai dalam jumlah begitu banyak. Tanyanya, dari mana biji kopi itu dibeli? Lalu pedagang tersebut menjawab, dari Makassar kata dia. Para pedagang di pasar ini hanya menggiling saja, pedagang itu menambahkan.

Dia pun merasa heran. Menurutnya, di daerah asalnya di Muna banyak tumbuhan yang dikenal dengan bahasa latin coffea itu tetapi para pedagang justru membelinya di tempat lain. Dari situlah ia berpikiran untuk menyediakan biji kopi yang siap diolah.

Rina sapaan akrabnya kemudian memesan bibit kopi kepada seorang temannya. Lalu ia membuka lahan untuk digunakan menanam kopi sebanyak 6.000 pohon. Lahan yang dipakai untuk menanam kopi seluas kurang lebih 3 hektare.

Seingatnya dia mulai menanam kopi sekitar 15 Maret 2019 yang lalu. Jarak kebun kopi dengan rumah pun tidak begitu jauh, diperkirakan 100 meter menuju belakang rumahnya.

Namun karena pengaruh iklim panas, stres dan faktor lain membuat bibit kopi yang ditanam tidak semuanya hidup. Dia menghitung hanya sekitar 4.000 pohon saja yang bertahan hidup.

Modal biaya yang dihabiskan Rina diawal membudi daya kopi sekitar 80 jutaan. Biaya modal tersebut digunakan untuk membeli bibit, kemudian perawatan tanaman seperti menyediakan pupuk, membayar upah pekerja dan kebutuhan lainnya.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Karena lahan yang dipakai cukup luas maka bibit yang ditanam juga lumayan banyak. Hanya untuk biaya pembelian bibit saja menghabiskan biaya sebanyak kurang lebih Rp40 jutaan. Sementara sisanya merupakan biaya untuk perawatan sampai proses panen dilakukan.

Bibit kopi yang ditanam Rina adalah kopi Robusta. Jenis kopi ini dikenal pekat dan agak pahit. Mengingat kandungan kafeinnya lebih tinggi dibanding kopi lain seperti arabika. Cita rasa dan aroma kopi sangat kuat, mirip coklat atau kacang-kacangan.

Perawatan tanaman dilakukan bersama suami dan dibantu 5 orang karyawan tidak tetap. Bentuk perawatannya seperti pembersihan gulma, memotong pucuk dan pemotongan tunas air. Hal itu dilakukan agar tanaman kopi tidak terserang hama dan berbuah lebat. Tanaman kopi yang ditanam Rina rata-rata berbuah di usia 2,5 tahun.

Waktu panen biji kopi dilakukan per tiga hari. Kata dia, dalam sebulan masa panen tidak menentu, bisa 9 sampai 11 kali karena harus memilih terlebih dahulu biji kopi yang harus dipanen. Hanya biji kopi yang berwarna kemerah-merahan yang dipetik. Biji kopi dengan warna tersebut dianggap sudah tua dan layak untuk dipanen.

Setelah dipetik dari pohon, biji kopi kemudian diolah. Proses pengolahan yang dilakukan Rina terdiri dua cara. Proses pertama disebut honey process atau dikenal proses madu. Buah yang dipetik berwarna merah lalu dicuci dan dipilih. Hanya biji kopi yang tenggelam diambil kemudian ditiriskan. Sementara yang terapung dibuang karena tidak layak untuk diproses.

Kisah di Balik Produk Kopi Lokal Muna “Kahawa Wuna”
Biji kopi hasil olahan menggunakan metode honey process

Apabila buah sudah dipilih dan ditiriskan, maka proses selanjutnya ditumbuk agar kulit dan biji kopi menjadi terpisah. Jika sudah terpisah, kulit dan biji kopi dijemur kurang lebih selama satu minggu tergantung keadaan cuaca.

Jika biji kopi dipastikan sudah kering, selanjutnya ditumbuk untuk memisahkan kulit tanduk dan biji kopi asli (gren beans). Apabila masih basah, maka biji kopi dijemur kembali hingga kadar air mencapai 13 persen.

Sementara proses yang kedua disebut natural process, di mana biji kopi yang berwarna merah setelah dipetik lalu dicuci. Biji kopi yang tenggelam diambil dan yang terapung dibuang. Setelah itu biji kopi yang telah dipilih dijemur hingga kering.

Kisah di Balik Produk Kopi Lokal Muna “Kahawa Wuna”
Biji kopi hasil olahan dengan cara natural process

“Kalau biji kopi saat digoyang terdengar bunyi berarti sudah kering. Kemudian ditumbuk dan diambil biji kopinya,” terang Rina.

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi

Setelah melakukan dua proses tadi, tahap berikutnya yakni menggoreng secara manual dengan menggunakan sebuah wadah berupa wajan berukuran lumayan besar. Proses ini dikenal dengan istilah menyangrai. Jika sudah begitu, biji kopi dibawa ke tempat penggilingan.

Biasanya Rina menggiling biji kopinya di pasar. Biji kopi yang digiling rata-rata hanya sekitar 10 kilogram per minggu. Hal itu disebabkan karena biji kopi matangnya tidak serentak. Hanya biji kopi sudah layak panen saja yang dipetik.

Kisah di Balik Produk Kopi Lokal Muna “Kahawa Wuna”
Biji kopi setelah disangrai

“Biaya pembayaran saat menggiling kopi terhitung Rp700 per liter setelah disangrai dan sudah berbentuk bubuk” kata Rina.

Jika semua proses mulai panen sampai penggilingan dan menghasilkan bubuk kopi telah selesai, maka tahap yang dilakukan berikutnya adalah mengemas bubuk kopi ke dalam bungkusan yang terbuat dari bahan aluminium foil berukuran 14×22 sentimeter.

Proses pengemasan dilakukan sendiri oleh Rina dibantu anak-anaknya. Biasanya kata dia, setiap kali bubuk kopi dikemas menghasilkan kurang lebih 40 bungkus. Waktu pengemasan biasa dilakukan selama satu hari.

Kisah di Balik Produk Kopi Lokal Muna “Kahawa Wuna”
Produk kopi yang telah dikemas dalam bungkusan berukuran 14×22 cm dengan berat 200 gram. Perbungkusnya dijual seharga Rp25 ribu

Rina menjual produk kopi hasil olahannya selain secara online, dia juga menitipkan ke rumah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kecamatan Katobu, Kabupaten Muna. Per bungkus dengan berat sekitar 200 gram dijual dengan harga Rp25 ribu. Selain dalam bentuk bubuk, Rina juga menjual kopi masih dalam bentuk biji. Per bungkus berisi 500 gram dijual seharga Rp40 ribu.

Penghasilan per bulan yang didapatkan oleh Rina selama memasarkan hasil produk kopi ditaksir kurang lebih Rp2 jutaan. Nominal pendapatan tersebut tidak menentu tergantung jumlah produk yang dipasarkan.

Produk kopi dengan nama “Kahawa Wuna” milik Rina juga kini telah dilirik pemerintah daerah (pemda) setempat melalui petugas penyuluh lapangan pertanian Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan, Muna. Produk kopi usaha Rina diperkenalkan pemda bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Muna tahun 2022.

Produk usaha Rina sudah mengantongi surat izin berusaha (SIB) dan sertifikat izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Saat ini Rina pun tengah berupaya mendapatkan label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan Badan Standaridasi Nasional (BSN).

Ia mengharapkan adanya bantuan dari pemda setempat berupa kebutuhan pengolahan kopi seperti mesin pemecah biji kopi, mesin pengupas kulit ari, alat penjemuran, mesin sangrai kopi dan mesin penggiling kopi. (*)


Kontributor: Yudin
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini