ZONASULTRA.COM, KOLAKA – Aktivitas penambangan ore nikel PT Waja Inti Lestari (WIL) di Desa Muara Lapao-pao dan Babarina, Kecamatan Wolo, Kabuapten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) mendapat kecaman dari Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kolaka, Herman Syahruddin.
Direktur Lingkar Demokrasi (LiDer) Sultra itu menilai, penambangan di kawasan IUP seluas 210,5 hektar yang dilakukan oleh PT WIL itu berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah praktek pertambangan ilegal, karena lahan tersebut berada dalam kawasan hutan yang telah dimoratorium oleh Kemenhut.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Lider, PT WIL telah membuat jalan produksi dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang masuk sebagai hutan moratorium, sebagaimana hasil perubahan titik koordinat Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai Keputusan Bupati Kolaka Nomor 502 Tahun 2013 tentang Persetujuan Penataan Ulang Batas Koordinat dan Peta Wilayah IUP, tanggal 26 Agustus 2013 yang ditandatangani Plt. Bupati Kolaka H Amir Sahaka seluas 210,3 Hektar dengan perubahan yang sangat signifikan tanpa terdaftar sebagai IUP Clear and Clean (CnC).
SK 502 tahun 2013 itu, memberikan persetujuan penataan ulang batas wilayah terhadap lampiran koodinat dan peta sekaligus penciutan dan perluasan, serta membatalkan lampiran I, II koodinat dan peta Wilayah IUP Operasi Produksi nomor 351 Tahun 2010, tanggal 12 April 2010 yang merupakan lampiran naskah IUP yang dikeluarkan Bupati Kolaka sebelumnya.
Lalu, pada November 2013 lalu, tim penyidik Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut RI), bersama Penyidik Dishut Provinsi Sultra dan Dishut Kolaka turun ke lokasi penambangan itu di Desa Muara Lapao-Pao, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, terkait laporan kejadian perkara Nomor LK.11 tanggal 20 Nopember 2013, dimana telah terjadi aktifitas penambangan illegal yang dilakukan PT WIL dengan sejumlah JO nya dalam area HPT yang masuk wilayah Moratorium Hutan belum memiliki IPPKH dari Kemenhut RI.
“Tanggal 22 Nopember 2013 lalu itu belum terlupakan, dimana Direktur Cabang PT WIL Syamsul Baahtiar bin Abd Rahim, Direktur Utama PT Sangie Nibandera, Farid Wadji bin Abd Cholis, Direktur PT Senniu Mining Indonesia Zhang Yongyue serta Direktur PT Emin Indonesia Amir Baktiar sebagai Perusahaan Joint Operational (JO), ditangkap oleh Penyidik Kemenhut RI dan mereka dibawa ke jakarta untuk ditahan pada Mabes Polri,” ungkap Herman, di Kolaka, Selasa (31/5/2016).
Ketika proses hukum hingga ke peradilan, Direktur cabang PT WIL Syamsul Bahtiar divonis 4 tahun penjara dan denda 500 juta, Direktur Utama PT Nibandera Perkasa, Farid Wadji divonis penjara 3,6 tahun dan denda 300 juta dan Direktur PT Senniu Mining Indonesia Zhang Yongyue divonis 2,6 tahun penjara dan denda 100 juta serta Direktur PT Emin Indonesia Amir Baktiar, dijatuhi vonis penjara 2,6 tahun penjara dan denda 100 juta. Hingga saat ini kesemuanya telah berkekuatan hukum tetap (In kracht van gewijsde), serta hukuman itu telah mereka laksanakan dan bebas bersyarat.
Herman menjelaskan, dalam amar putusan pengadilan Negeri Kolaka nomor 62/Pid.SUS/2014/PN.KKa, tanggal 25 Agustus 2014 barang bukti surat dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum serta lahan pertambangan seluas 210,3 hektar sesuai yang tertera di dalam IUP persetujuan penataan ulang batas koordinat dan peta wilayah izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi nomor 502 tahun 2013, dengan batas-batas sebelah utara berbatasan dengan HPT Muara Lapao pao, sebelah selatan berbatasan teluk Lapao Pao, sebelah barat berbatasan teluk Pondaipah, dan sebelah timur berbatasan APL Desa Muara Lapao Pao, Dikembalikan kepada Kemenhut RI.
“Perlu diketahui, dalam amar putusan tersebut, selain bukti surat dan lahan pertambangan, ditegaskan base camp dan sampel beberapa karung ore nikel dalam kawasan pertambangan tersebut dirampas untuk dimusnahkan,” ungkapnya.
Aneh kata Herman, meski putusan pengadilannya sudah berkekuatan hukum tetap atau In kracht van gewijsde, tapi di lokasi IUP PT WIL masih melakukan aktivitas penambangan, seperti melakukan pengapalan dan penjualan ore nikel. Padahal ore yang dikapalkan dan dijual antar propinsi diduga merupakan barang bukti yang harus dimusnahkan.
Mengacu dari fakta yang ada, Herman menilai apa yang dilakukan PT WIL di lokasi penambangan adalah kegiatan ilegal, sebab IUP Operasi Produksi PT WIL nomor 351 tahun 2010 tanggal 12 April 2010 telah dibatalkan oleh Keputusan Bupati Kolaka Nomor 502 Tahun 2013. Sementara SK 502 tahun 2013, lahannya seluas 210,3 hektar itu dikembalikan ke Menhut RI.
“Karena itu, kami meminta ketegasan dari janji Ketua KPK yang telah dipublikasikan beberapa media online nasional untuk menindak tegas perusahaan tambang ilegal dan IUP yang bermasalah, serta mengusut tuntas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) PT WIL dengan Perusahaan JO nya. Sebab tindak pidananya telah terbukti dangan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, karena sebelumnya telah melakukan pengapalan ke CHINA sebanyak 16 kapal yang bertonase 50.000 MT” tegas Herman Syahruddin.
Kadis Pertambangan dan Energi (Distamben) Kolaka, Ahmad Yani dihubungi melalui telepon selulernya terkait aktivitas PT. WIL mengungkapkan, pihaknya tidak tahu masalah itu. Sebab, semua rekomendasi izin penjualan, pengapalan dan pengangkutan sudah menjadi kewenangan pemerintah provinsi Sultra.
“Kewenangan kita sudah diambil sesuai UU nomor 23,” ungkap Ahmad Yani.
Sementara itu, Kadis Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Provsinsi Sultra, Burhanddin yang dihubungi melalui telepon selulernya tidak memberikan jawaban. (B)
Penulis : Abdul Saban
Editor : Kiki