Kritisi Dana Desa, Nur Alam Sebut Sebagai Koloni Politik Uang

Nur Alam
Nur Alam

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam menilai kebijakan dana desa yang bersumber dari APBN sarat dengan politik uang.

Nur Alam
Nur Alam

Nur Alam mengatakan, lahirnya undang-undang desa yang mengatur kebijakan penyaluran dan pengawasan dana desa semakin memberikan jarak jauh antara pemerintah pusat, daerah, kabupaten hingga kecamatan. Pasalnya, penyaluran dana desa disalurkan langsung dari kementerian ke pemerintah desa. Menurutnya, hal itu telah mengabaikan struktural kekuasaan birokrasi pemerintahan yang sudah ada.

“Koloni kan pemberiaan kekuasaan dari penguasa paling atas langsung ke pemangku kekuasaan paling dasar atau bawah, dan bisa dikatakan bahwa kebijakan ini merupakan money koloni politik,” ungkap Nur Alam dihadapan anggota Komisi XI DPR RI saat melakukan kunjungan kerja di Sultra, Senin (1/8/2016).

Gubernur dua periode ini melanjutkan, dengan sendirinya, pemerintah daerah dalam hal ini inspektorat provinsi maupun kabupaten serta BPK Perwakilan Sultra dan BPKP Sultra sebagai lembaga perwakilan pusat di daerah tidak akan terlalu memberikan atensi terhadap dana desa tersebut karena proses penyalurannya saja langsung ke desa, meskipun dalam undang-undang desa dijelaskan bahwa pemerintah dan lembaga daerah ikut terlibat dalam pengawasan penggunaan dana desa itu. Namun, hal itu dinilai tidak terlalu tegas.

Akibatnya, pengawasan struktural terhadap pengelolaan dana desa semakin rendah. Dengan keterbatasan personil, BPK dan BPKP maupun pemerintah daerah tidak akan mampu melakukan pengawasan terhadap semua pengelolaan dana desa yang ada di Sultra.

Selain itu, yang menjadi pertimbangan selanjutnya adalah kepala desa sebagai jabatan politik yang sebagian besar tidak memiliki kapasitas yang memadai.

“Semenjak ada undang-undang desa, kepala desa tidak ada yang mau diperintah,” ujar Nur Alam.

Ada pula dana pendamping yang digunakan untuk melakukan perekrutan SDM yang akan mendampingi pemerintahan desa dalam mengelola dana desa tersebut. Hal ini akan menambah pembengkakan anggaran apalagi perekrutannya subjektif sehingga bisa dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menjalankan strategi politiknya di masyarakat.

Belum lagi sering terjadi ketimpangan dalam perekrutan pendamping desa seperti yang terjadi saat ini. Pendamping desa yang sebelumnya telah direkrut kini harus berjuang untuk mempertahankan posisi mereka karena Kementerian Desa kembali mengeluarkan kebijakan untuk perekrutan SDM baru.

Menurut Nur Alam, tidak ada salahnya jika penyaluran dana desa diberikan terlebih dahulu kepada pemerintah daerah atau kabupaten yang dititip dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), lalu disalurkan ke desa masing-masing.

Dengan begitu maka pengawasan penyaluran dana desa akan lebih terstruktural karena melibatkan seluruh jajaran struktur birokrasi pemerintahan serta lembaga daerah BPK dan BPKP yang menjadi pengawas internal di pemerintahan.

Terkait dana pendamping desa, Nur Alam meminta sebaiknya dana tersebut digunakan untuk peningkatan kapasitas kepala desa dan sekretaris desa yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Kenapa saya berbicara seperti ini karena saya sudah punya pengalaman di Sultra pada tahun 2008 saat pemberian dana block grant yang kegiatannya sama dengan undang-undang bahkan pengawasan kami lebih baik daripada kebijakan ADD ini,” terang Nur Alam. (B)

 

Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini