Kuasa Hukum Surunuddin Sebut Permohonan Endang-Wahyu di MK Tidak Sesuai

495
Kuasa hukum Surunuddin dan Rasyid, Andri Dermawan
Andri Dermawan

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang kedua dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Konawe Selatan (Konsel). Agenda mendengarkan jawaban dari pihak pemohon pasangan calon (paslon) nomor urut tiga Muhammad Endang dan Wahyu Ade Pratama Imran yang dikuasakan kepada kuasa hukumnya, Rabu (3/2/2021) di Jakarta.

Kemudian mendengarkan keterangan atau jawaban dari pihak terkait, yakni paslon nomor urut dua Surunuddin Dangga dan Rasyid, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Konsel. Ada enam isu yang disampaikan oleh pemohon dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim MK, Anwar Usman.

Kuasa hukum Surunuddin dan Rasyid, Andri Dermawan mengatakan pihaknya telah memberikan jawaban terkait sidang sengketa hasil pilkada. Dalam kesempatan sidang kedua ada dua hal yang diajukan, yakni soal eksepsi dan pokok-pokok permohonan pemohon.

Dalam eksepsi, MK tidak berhak mengadili perkara yang dijukan pemohon sebab perkara yang diajukan bukan tentang perselisihan hasil pilkada melainkan pelanggaran dalam pelaksanaan pilkada.

“Karena sesungguhnya MK hanya berwenang mengadili perselisihan hasil pilkada, bukan pelanggaran pilkada karena itu ranahnya Bawaslu. Jadi saya katakan pemohon salah alamat,” ujar Andi melalui siaran persnya.

Lebih lanjut, dari enam isu yang disampaikan pihak pemohon, ia mengatakan dirinya sudah memberikan keterangan dan membantah apa yang disampaikan oleh pemohon.

Pertama yakni perihal dugaan mahar politik yang diarahakan ke calon petahana (nomor urut dua). Persoalan itu sudah diproses Bawaslu Konsel, dan dinyatakan tidak terbukti.

Kedua terkait money politik (politik uang) pemohon mendalilkan sejumlah pelanggaran yang dimaksud terjadi di sejumlah desa. Namun faktanya pemohon dalilkan tidak dapat dibuktikan dengan laporan ke Bawaslu.

Ketiga masalah keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam proses Pilkada 2020 kemarin yang disinyalir dilakukan oleh petahana. Namun buktinya bupati dari awal sudah mengeluarkan surat edaran tentang netralitas ASN.

Keempat terkait adanya intimidasi para kepala desa kepada perangkatnya untuk memilih petahana. Namun tidak ada laporan ke Bawaslu serta tidak terbukti.

Kelima isu pencairan dana desa yang dicairkan oleh pemerintah daerah (Pemda) di bawah kendali bupati sehari sebelum pemungutan suara. Faktanya pencairan diajukan seminggu setelah pemungutan suara, jadi tidak ada hubunganya dengan bupati.

Keenam terkait pergantian pejabat atau Kepala Dinas Penduduk dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Konsel pemohon menilai pergantian bertentangan dengan regulasi. Kenyataannya pergantian tersebut sesuai dengan Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang telah diterbitkan.

“Kami meminta pada hakim MK untuk menolak atau tidak menerima permohonan pemohon. Sebab dari sejumlah dalil yang disampaikan pemohon terkait pelanggaran, sudah diperiksa oleh Bawaslu sehingga tidak relevan diajukan di MK,” ujarnya.

Untuk sidang selanjutnya Ketua DPW Konggres Advokat Indonesia (KAI) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengatakan akan dilaksanakan dengan agenda putusan sela. Hakim menyampaikan untuk menunggu panggilan sidang berikutnya. (b)

 


Penulis: M12
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini