ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kekerasan dan intimidasi kembali menimpa jurnalis di Kota Kendari, saat meliput demonstrasi ricuh di persimpangan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tenggara (Sultra), Jalan Halu Oleo Kelurahan Mokoau, Kecamatan Kambu, Selasa (22/10/2019).
Sebanyak 9 jurnalis menjadi korban intimidasi aparat kepolisian. Kesembilan jurnalis itu adalah Ancha dari Sultra TV, Ronald Fajar dari Inikatasultra.com, Pandi dari Inilahsultra.com, Jumdin dari Anoatimes.id.
Selanjutnya, Mukhtaruddin dari Inews TV, Muhammad Harianto dari LKBN Antara Sultra, Fadli Aksar dari Zonasultra.com, Kasman dari Berita Kota Kendari, dan Wiwid Abid Abadi jurnalis Kendarinesia.id.
Jurnalis Sultra TV Ancha menjelaskan, dirinya mendapatkan tindakan intimidasi dari salah seorang diduga oknum polisi berpakaian sipil. Dirinya diminta untuk menghapus rekaman video saat salah satu anggota TNI dievakuasi dari lokasi kericuhan.
“Oknum polisi itu sempat menanyakan identitasnya. Saya pun menjawab bahwa saya adalah jurnalis sekaligus memperlihatkan ID Card. Tak menghiraukan jawaban itu, polisi memaksa untuk menghapus video. Karena merasa terancam, saya langsung menghapus rekaman video yang ada di handycam ku,” ujar Ancha saat ditemui di Kendari, Rabu (23/10/2019).
(Baca Juga : Demo Depan Mapolda Ricuh, 5 Mahasiswa dan 3 Petugas Keamanan Terluka)
Sejurus dengan itu, Jurnalis Inilahsultra.com, Pandi Sartiman juga mendapatkan tindakan yang sama. Saat itu, menurutnya, oknum polisi mencoba merebut handphonenya. Beruntung, ia sempat bertahan dan handphonenya tidak jadi direbut.
Sementara Wiwid Abadi dan Fadli Aksar mendapatkan teror dari aparat kepolisian agar menulis berita dengan hati-hati sembari memukul tameng dengan pentungan.
Jurnalis Berita Kota Kendari Kasman mengaku, dirinya mendapatkan perlakuan yang sama dilarang mengambil gambar saat polisi menghajar salah satu massa aksi di samping gerbang keluar Mapolda Sultra.
Sementara itu, jurnalis Anoatimes.id, Jumdin mendapatkan intimidasi dan pelarangan mengambil gambar pada saat polisi mengamankan sejumlah massa aksi di Bundaran Kantor Gubernur Sultra.
Jurnalis Inews TV Mukhtaruddin mendapatkan intimidasi agar video rekaman polisi yang menyeret salah satu massa aksi untuk dihapus. Karena ada salah satu anggota polisi yang mengenalnya, sehingga video tidak jadi dihapus.
Muhammad Harianto dar LKBN Antara Sultra dan Ronald Fajar dari Inikatasultra.com, mendapatkan intimidasi dari aparat saat mengambil gambar oknum polisi yang menyeret salah satu massa aksi di depan gerbang BTN Azatata.
(Baca Juga : Seorang Anggota Intel Polda Sultra Diamuk Massa)
Menurut Harianto, saat itu polisi sempat mengevakuasi warga yang terpapar gas air mata. Dia mengabadikan peristiwa itu. Namun, di waktu bersamaan, polisi mengamankan salah satu massa aksi. Dia dan Ronal yang mengambil video menggunakan handphone karena mereka mengira yang diseret itu adalah warga yang pingsan terkena gas air mata.
“Polisi berpakaian sipil mendatangi saya dan memaksa agar rekaman video yang diambil segera dihapus. Polisi kemudian merebut handphonenya dan menghapus video yang direkam. Selain menghapus video, oknum polisi itu merekam video wajah saya, yang dibumbui dengan nada ancaman. ‘Awas saya tandai kau’,” kata Harianto menirukan pernyataan oknum polisi tersebut.
Di tempat yang sama, Ronal Fajar wartawan Inikatasultra.com, mendapatkan intimidasi serupa. Dia mengungkapkan, setelah diintimidasi di lokasi demo ricuh, Ronal juga mendapatkan teror lewat telepon seluler oleh oknum tertentu.
Menurutnya, oknum polisi itu menanyakan alamat tempat tinggalnya dan mengatakan ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Setelah itu, dia membalas pesan whatsapp itu dan menanyakan identitas oknum tersebut.
“Bukannya menyebut identitasnya, oknum tersebut malah mengirimkan foto saya sambil menanyakan “ini saudara ya?”. Pelaku sempat menelpon, namun saya tidak mengangkat. Oknum itu kembali mengirim pesan whatsapp bahwa alamat kost saya di sekitar bundaran Kantor Gubernur Sultra dan meminta agar saya menunggu di kost,” urainya.
Terhadap teror itu, Ronal mengaku khawatir dan trauma akan keselamatannya. Kini ia terpaksa mengungsi di daerah aman untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Menyikapi masalah tersebut, Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, Rosniawati Fikri menyatakan, dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis dilindungi oleh undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999. Pasal 2 dalam UU tersebut, tutur Rosniawati, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Lanjutnya, dalam pasal 4 ditegaskan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Kata dia, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“Bagi pihak yang menghalang-halangi kerja jurnalis, melanggar pasal 18 ayat 1 yakni, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta,” tegas Rosniawati Fikri.
Senada dengan itu, Ketua Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra Asdar Zuula mengecam tindakan onknum polisi yang melakukan intimidasi, menghalang-halangi, sejumlah jurnalis saat melakukan peliputan.
“Mendesak Kapolda Sultra, Brigjen Pol Merdisyam, mengusut dan memberi sanksi tegas kepada anggotanya yang menghalangi kerja-kerja sejumlah jurnalis saat peliputan,” ucap Asdar Zuula saat ditemui di Kendar, Rabu (23/10/2019
Asdar menyatakan, mengutuk tindakan teror terhadap jurnalis inikatasultra.com, Ronald Fajar yang diduga dilakukan oknum polisi. Ia juga mengimbau polisi dan semua pihak menghormati tugas jurnalis saat melakukan peliputan di lapangan karena dilindungi undang-undang.
“Mengimbau kepada semua jurnalis, agar memperhatikan keselamatan saat melakukan peliputan dan menaati kode etik jurnalistik,” tukasnya. (a)
Kontributor : Fadli Aksar
Editor : Kiki