ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Konawe menduga terjadi malpraktik di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit (RS) Konawe. Dugaan malpraktik ini menimpa seorang bayi.
Bupati Lira Konawe, Satriadin mengungkapkan, kejadian bermula saat pasien berinisial MZA yang baru berusia 1 bulan 6 hari itu masuk RSUD Konawe pada 28 Mei 2021 dengan penyakit demam dan ada lendir di paru-parunya.
“Sebelum masuk rumah sakit, kondisi hidung anak itu normal seperti biasanya,” kata Satriadin pada awak media, Rabu (9/6/2021).
Namun setelah dirawat sekitar dua minggu, bayi tersebut sudah kehilangan tulang lunak hidung besar. Ia menduga perawat tidak mengontrol kondisi hidung bayi saat dirawat di ruang NICU.
Akibat kejadian ini, pihaknya meminta RS Konawe bertanggung jawab terhadap pasien agar hidung bayi itu kembali seperti semula. Satriadin juga meminta Bupati Konawe, Kery Sayful Konggoasa mengevaluasi tim medis yang ada di RS Konawe.
“Sangat disayangkan keteledoran pihak RS mengakibatkan seorang bayi harus cacat seumur hidup. Dan agar tidak ada lagi korban lain, DPD Lira Konawe akan segera melaporkan kepada pihak penegak hukum, agar ada efek jera,” tegas Satriadin.
Sementara itu, Humas BLUD RS Konawe, dr. Dyah Nilasari mengatakan, pihak rumah sakit sudah bekerja sesuai prosedur. Kejadian itu bukan kesalahan manusianya, tapi memang efek dari alat pernapasan yang digunakan.
“Kemarin sudah ada pertemuan antara orang tua pasien dengan dokter yang merawat serta kepala ruangannya,” ujar dr. Dyah saat dikonfirmasi, Rabu (9/6/2021).
Dalam pertemuan tersebut dijelaskan, pasien masuk di IGD dengan keluhan demam tinggi, sesak napas berat dan kejang di rumah.
Untuk penanganan pertama dipasang oksigen yang menggunakan selang biasa, ternyata napas pasien tidak membaik. Oksigennya masih rendah dan pasien masih sesak berat.
Kemudian, keluarga diedukasi dan diinfokan kalau pasien butuh alat bantu napas. Jika tidak menggunakan alat bantu napas, kondisi pasien bisa memburuk dan tidak bisa diselamatkan.
“Kerugiannya alat ini tekanannya tinggi, jadi efek sampingnya ada gangguan di paru-paru dan minimal luka di hidung,” jelas dr. Dyah.
Menurutnya, dokter sudah menjelaskan dari awal mengenai kerugian penggunaan alat bantu napas CPAP itu. Bisa erosi sampai tulang rawan hidungnya terlepas.
“Ibu pasien sudah diedukasi dan sudah setuju, dampak, efek, keuntungan dan kerugiannya,” kata dr. Dyah.
Ia melanjutkan, pada 29 Mei ibu pasien meminta alat bantu tersebut dilepas. Saat dilepas, kondisi tubuh bayinya kembali membiru dan gelisah karena susah bernapas. Akhirnya alat tersebut dipasang kembali.
Keesokan harinya kondisi si bayi belum juga membaik, RS Konawe meminta keluarga merujuk pasien ke rumah sakit besar karena bayi tersebut membutuhkan ventilator.
“Nah saat dikonfirmasi di RSUD Bahteramas, ternyata ventilatornya rusak. Ada di RS Hermina hanya keluarga tidak mau karena membutuhkan biaya,” terang dr. Dyah.
RS Konawe pun memberikan solusi pasien tetap dirawat di sana dan alat bantu napas CPAP kembali dipasang.
Setelah kondisi bayi membaik, antara 2 Juni atau 3 Juni 2021, alat bantu napas tersebut dilepas dan diganti dengan alat bantu napas biasa. “Saat dilepas, hidung sudah luka,” kata dr. Dyah.
Lalu pada 7 Juni 2021 pasien sudah diperbolehkan pulang dengan tetap kontrol seminggu setelah pulang.
“Jadi lukanya masih basah, dokter tetap mengedukasi lukanya membaik dulu. Setelah membaik, kita akan memfasilitasi untuk membuat rujukan ke bedah plastik,” jelasnya.
Dari pertemuan kemarin, tambahnya, pihaknya sudah tidak ada masalah dengan pihak keluarga pasien. (A)