Memecahkan Cangkang Tua PDAM Kendari

Andi Syahrir
Andi Syahrir

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anoa Kendari itu, jika diibaratkan makhluk bercangkang, maka cangkangnya sudah tua. Berkerak. Susah terbuka.

PDAM ini seperti hidup dengan dunianya sendiri. Berada dalam cangkangnya yang sempit. Tidak lagi mampu melihat dunia luar yang bergerak cepat. Berubah setiap saat. Perusahaan milik pemerintah kota ini begitu nyaman dalam cangkangnya.

Mereka bekerja keras? Ya. Tentu saja mereka kerja keras. Kalau tidak, tidak mungkinlah air minum warga kota masih mengalir. Tapi mereka tidak beradaptasi. Padahal, zaman harus diadaptasi agar hidup tetap bisa berlangsung.

Ada satu hal yang saya anggap PDAM telah berada dalam cangkang yang berkerak. Dan cangkang itu harus pecah. Siapa yang harus memecahkannya? Pemiliknya tentunya. Siapa? Pemerintah Kota Kendari. Tepatnya, walikota.

Tentang sistem pembayaran tagihannya. Itu saja. Saya tidak mau berbicara jadwal aliran airnya. Tidak mau bahas kualitas air yang sampai ke rumah kita. Juga tidak membicarakan tingkatan tarifnya. Kali ini, saya bicarakan tentang layanan tagihannya.

Sejauh ini, pembayaran tagihan air melalui loket bank BRI Cabang Kendari. Tidak tahu saya kalau ada loket lainnya. Mungkin di kantor pos juga ada. Kedua, melalui loket di kantor PDAM.

Ada waktu-waktu tertentu loket BRI dipadati pengantri. Ada kalanya sepi. Ada batas pembayaran. Lewat tanggal 20 setiap bulan, maka pelayanan pembayaran harus dilakukan di loket kantor PDAM. Loket di BRI sudah tutup.

Ini sudah sejak zaman duhulu kala. Sistemnya tidak berubah. Padahal, orang kian sibuk. Lebih banyak bertransaksi online. Lebih mudah. Tanpa antrian.

Kenapa PDAM tidak meng-online-kan saja pembayaran tagihannya. Misalnya, lewat BRI (ATM, mobile, link). Atau mengintegrasikannya dengan aplikasi pembayaran online semisal OVO, dimana PLN sudah menerapkannya.

Dengan sistem pembayaran online, pelanggan PDAM bisa membayar tagihan dengan lancar. Tidak punya waktu ke loket, ada ATM, ada internet banking dan sepupu-sepupunya. Bisa sambil tiduran menggunakan aplikasi pembayaran online.

Apa dampaknya? Pembayaran tagihan lancar. Orang kadang malas membayar dan menumpuknya hingga 2-4 bulan atau lebih untuk membayar tagihan airnya, hanya gara-gara malas pergi ke kantor PDAM, yang untuk mencapainya, butuh perjuangan tersendiri. Jalannya lumayan curam. Sekali telat membayar, maka tidak ada pilihan lain. Harus ke kantor PDAM.

Sistem pembayaran tagihan ini merugikan PDAM sendiri. Arus kas menjadi kurang lancar. Ini pengalaman saya. Awalnya, karena kesibukan, tak sadar kalau jadwal tagihan air sudah lewat. Mengingat membayarnya harus ke kantor PDAM, seringkali memutuskan menundanya hingga bulan berikut. Kadang lupa lagi di bulan kedua dan menundanya nanti di bulan ketiga.

Ini hanya karena orang enggan untuk datang khusus ke kantor PDAM. Sebab kantornya tidak di pinggir jalan, yang orang bisa sambil lewat. Harus berkunjung khusus.

Bayangkan, arus kas PDAM menjadi kurang lancar hanya karena sistem pembayaran. Nah, PDAM harus merespon ini. Model pembayarannya harus beradaptasi. Ikut jaman. Online. Semua kanal untuk memaksimalkan layanan harus dimasuki. Saya yakin, persoalan tunggakan pelanggan bisa terminimalisir dengan membuka model pembayaran secara online.

So, PDAM harus keluar dari cangkangnya. Jika tidak mampu, berarti itu cangkang tua dan berkerak. Harus dipecahkan. Oleh pemiliknya. Siapa? Sudah saya sebut di atas. ***

 


Oleh Andi Syahrir
Penulis Merupakan Pemerhati Sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini