Mengenal Kopi Belut, Produk Andalan Salah Satu Desa di Konawe

Mengenal Kopi Belut, Produk Andalan Salah Satu Desa di Konawe
Owner Kopi Belut, Agus Fiatna dengan produk kopi belut produksi kelompoknya yang menjadi perhatian Ketua PWI Pusat, Atal S. Depari.(ISMU/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Satu Produk dalam pameran Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menarik perhatian Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pusat, Atal S. Depari saat menghadiri acara pembukaan pameran HPN di pelataran MTQ pada Minggu (6/2/2022).

Atal mengatakan bahwa saat memasuki gerbang pameran HPN, ia disuguhkan dengan kopi belut yang dipamerkan oleh stan Dinas Perhutanan Sultra. Ia mengungkapkan, kopi tersebut harus dikembangkan dan dikemas sedemikian rupa agar bisa memasuki pasar dunia.

“Saya jarang berkeringat, tapi pas disuguhkan kopi belut itu saya langsung berkeringat. Semangat saya bertambah,” ungkapnya saat membawakan sambutan pada pembukaan pameran.

Kepala Seksi (Kasi) Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan Sultra, Tuti Ferawati mengungkapkan bahwa produk berupa kopi belut tersebut merupakan hasil produksi dari kelompok tani binaan Dinas Perhutanan Sultra yang ada di Desa Puuhopa, Kecamatan Puriala Kabupaten Konawe. Selain kopi belut, produksi kelompok tani binaan Dinas Perhutanan Sultra berupa jahe, madu, gula semut dan berbagai produk kayu.

Owner Kopi Belut, Agus Fiatna mengatakan produk tersebut hasil produksi kelompok tani UMKM Srikandi yang diproduksi sejak akhir tahun 2019. Kata dia, hasil penelusuran google sejak 2019 tersebut, kopi belut baru diproduksi di 4 wilayah di Indonesia, yaitu Desa Kilang Kaltim, Sidoarjo, Tenjolaya Jabar, dan Konawe Sultra.

“Ini pertama di Sultra, tepatnya berada di Desa Puuhopa, Kecamatan Puriala Kabupaten Konawe,” ucapnya.

Ia mengungkapkan bahwa inovasi pembuatan kopi belut tersebut dimulai sejak ia menjadi Kepala Desa Puuhopa. Ia mencoba mengembangkan program inovasi desa untuk membangkitkan potensi desa agar menghasilkan produk unggulan dengan menganggarkan melalui dana desa.

Setelah mencari referensi dan berdiskusi dengan banyak ahli, ia mengetahui bahwa belut tidak hanya bisa dibudidayakan tetapi juga bisa dimanfaatkan menjadi suatu produk. Ada 4 bahan herbal untuk membuat produk tersebut yaitu, bubuk belut, bubuk kopi, akar bunga tunjuk langit, serta jahe merah.

Belut yang digunakan merupakan jenis belut rawa. Setelah meminum kopi tersebut, kata dia akan merasakan stamina bertambah, gairah lelaki tambah kuat. Peminatnya pun sudah cukup banyak. Bahkan produk ini telah dipasarkan hingga ke Turki melalui kerabat yang ada di sana.

Untuk penjualan, produk tersebut dikemas dalam botol ukuran 100 gram yang bisa dikonsumsi 8 hingga 10 gelas dengan harga dibandrol hingga Rp50 ribu. Dalam memproduksi kopi belut ini, ia menggunakan 10 orang tenaga ibu-ibu (Srikandi).

Karena dibatasi oleh bahan baku, kelompok Srikandi tersebut konsisten memproduksi 500 botol tiap bulannya dengan omzet kotor sekitar Rp25 juta. Terkait adanya pandemi, Agus mengatakan bahwa ini merupakan tantangan, pasalya kopi belut tersebut menurutnya adalah obat karena di dalamnya mengandung jahe merah yang dapat menghangatkan tubuh.

Kata dia, penghasilan per tahunnya bisa mencapai Rp120 juta jika dirata-ratakan Rp10 juta perbulan. Dengan penghasilan tersebut, pihaknya sampai saat ini konsisten membayar pajak sebagai bentuk kontribusi terhadap daerah. (A)


Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini