ZONASULTRA.COM, BOGOR – Jalan itu sempit dan menukik. Di sisi kiri-kanan hanya ada bukit—lembah nan curam. Hamparan persawahan hijau di sepanjang sungai Cikaniki di bawah kaki Gunung Halimun Salak menyeruak mata kami yang terlelap selama perjalanan menuju PT Antam Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas (UPBN) Pongkor di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Perjalan kami mengenal PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, dilakukan bersama sejumlah insan pers yang bertugas di kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui program ANTAM Pers Tour 2018. Program ini diinisiasi oleh divisi Ekstrenal Relation, PT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra.
Panorama alam persawahan yang berpadu dengan rimbunan pepohonan di sepanjang kawasan Taman Nasional Halimun Salak menimbulkan decak kagum mata, seakan tak percaya jika di dalamnya terdapat tambang emas bahwa tanah milik PT Antam Tbk.
“Hutannya masih tetap terjaga. Debit sungai juga terlihat stabil, seakan tak ada pengaruh dari tambang emas Antam,” kata Dedy Supriyadi, Public Relation Asisstant Manager PT Antam Tbk UBPN Sultra yang mendampingi kunjungan kami di PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Rabu (14/3/2018) lalu.
Terletak di Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, lokasi tambang bawah tanah PT Antam Tbk seperti terasing dari hiruk pikuk kebisingan kota Bogor. Lokasi ini mulai beroperasi setelah tahun 1981 ditemukan adanya idikasi deposit emas oleh PT Geomin, salah satu unit bisnis PT Antam Tbk yang bergerak pada bidang eksplorasi mineral dan logam. Setelah itu, UBPE Pongkor mulai melakukan operasi produksi pada tahun 1994 dengan tiga urat emas utama yakni Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug.
Hawa sejuk di kawasan ini masih tetap terjaga, walau di dalamnya terdapat lokasi penambangan emas. Ini bisa terjadi karena PT Antam Tbk menerapkan metode penambangan Under Ground (bawah tanah) yang menggunakan Conventional Cut dan Fill Stoping pada urat emas Ciguha dan Kubang Cicau.
Sementara pada urat emas Ciurug, PT Antam Tbkmenggunakan metode penambangan Mechanised Cut dan Fill dengan peralatan Hydraulic Jumbo Drill dan Load Haul Dump (LHD) sejak tahun 2000. Selain meningkatkan produksi, penggunaan metode Mechanised Cut and Fill juga bertujuan untuk menurunkan biaya produksi secara efisiens.
Lalu bagaimana penanganan lahan pasca tambang di UBPE Pongkor? Selain melakukan rehabilitasi lahan, limbah pabrik emas PT Antam juga diolah kembali oleh pabrik detoksifikasi untuk menurunkan kandungan sianida di tailing menjadi di bawah batas 0,5 ppm. Setelah diolah, tailing kembali dimasukkan ke tambang di dalam Total Tailing Backfill System yang dicampur dengan semen.
PT Antam Tbk sendiri merupakan perusahaan tambang milik negara dengan sejumlah unit bisnis yang bergerak dalam bidang pertambangan berbagai jenis bahan galian, serta menjalankan usaha di bidang industri, perdagangan, pengangkutan dan jasa yang berkaitan dengan pertambangan berbagai jenis bahan galian mineral dan logam.
Sejumlah unit bisnis itu diantaranya pertambangan emas di Pongkor, Kabupaten Bogor – Jawa Barat, unit pertambangan nikel di kecamatan Pomalaa, kabupaten Kolaka dan Konawe Utara – Sultra serta Maluku Utara, Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian (UBPP) Logam Mulia di Jakarta. Sedangkan untuk kegiatan eksplorasi, Antam juga memiliki unit Geomin yang bertugas untuk meningkatkan jumlah cadangan dan sumber daya mineral serta mencari cadangan baru.
Bisnis Antam dimulai sejak tahun 1968, ketika perusahaan ini didirikan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah melalui merjer dari beberapa perusahaan tambang dan proyek tambang lainnya milik pemerintah.
Komposisi bisnis PT Antam terdiri dari kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan, pemurnian serta pemasaran dari cadangan dan sumber daya mineral dan logam seperti feronikel, bijih nikel kadar tinggi dan kadar rendah, emas, perak, bauksit dan batubara.
Melalui unit-unit bisnisnya, PT Antam memberikan kontribusi tak terhingga dalam pembangunan Indonesia. Tentu saja ini tak lepas dari peranannya sebagai perusahaan yang berada dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
PT Antam memiliki komoditas terdiversifikasi, operasi yang terintegrasi secara vertikal dan berorientasi ekspor dengan wilayah operasi diberbagai wilayah di Indonesia. Sehingga tak diragukan lagi, mengenal Antam sama halnya mengenal Indonesia dengan melihat sumbangsihnya sebagai penyumbang devisa negara di sektor pertambangan, komintmennya terhadap pengembangan kesejahteraan masyarakat melalui upayanya membangun dari daerah-daerah terpencil untuk Indonesia.
PT Antam, Membangun Indonesia dari Daerah Terisolasi
Tak dapat dipungkiri, usaha pertambangan tidak lepas dari kegiatan destructive, karena mengubah bentang alam. Walaupun itu dilakukan dengan metode under gorund (tambang bawah tanah). Namun Public Relation Manager PT Antam Tbk, Arifah Dewi Masithoh menegaskan, sebagai perusahaan berskala internasional, pihaknya berupaya meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam setiap operasi tambang.
Berbagai cara dilakukan PT Antam untuk memulihkan kembali kondisi lingkungan yang telah diolahnya. Mulai dari penghijauan lahan pasca tambang, peremajaan tumbuhan endemik hingga rekayasa tehnik pemadatan bekas galian pada tambang bawah tanah.
Lalu bagaimana pelaksanaan tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat sekitar yang terkena dampak tambang? PT Antam mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen usaha untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak terkait, termasuk masyarakat dimanapun berada.
Komitmen tersebut dilakukan secara terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan – menjunjung tinggi prinsip-prinsip praktik usaha yang baik, keadilan ekonomi, keadilan sosial dan keadilan lingkungan.
Di sejumlah daerah operasinya, PT Antam Tbk terbukti mampu memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan. Dan itu selalu dilakukan pada daerah-daerah terpencil yang terisolasi oleh akses penghubung dengan dunia luar.
Kondisi perkonomian warga kecamatan Nanggung di kabupaten Bogor saat ini tentu sudah sangat baik jika dibandingkan sebelum masuknya PT Antam UBPE Pongkor di daerah itu.
Vice President (VP) Human Capiltal, Corporate Social Responsibility (HC, CSR) and Finance PT Antam UBPE Pongkor, Resna Handayani mengisahkan bagaimana susahnya mereka ketika pertama kali memasuki kawasan Pongkor. Tak ada akses jalan yang memadai.
“Kawasan ini dulunya hanya jalan setapak, medannya curam dengan tebing-tebing terjal. Bahkan untuk mengangkut alat berat ke dalam areal tambang, kami harus membongkarnya dulu agar mudah diangkut, kemudian dipasang kembali setelah berada di dalam areal ini. Sekarang akses menuju ke sini sudah lebih baik, karena jalan darat sudah memadai,” kata Resna.
Kisah Resna merupakan potret kontribusi Antam yang membangun dari daerah terisolir. Melalui dana Community Social Responsibility (CSR), perusahan ini di setiap unit bisinisnya telah merancang sejumlah program pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Hal serupa juga sudah dilakukan PT Antam UBPN Sultra di kabupaten Kolaka dengan membangun Bandar Udara Sangian Nibandera di kecamatan Tanggetada. Ini tentu saja membuka akses yang luas bagi daerah itu dalam memperluas jaringan pemasaran komoditas lokal ke dunia luar.
PT Antam juga telah merumuskan program tanggungjawab sosialnya melalui Master Plan CSR yang selalu diperbaharui setiap lima tahun. Ini menjadi panduan bagi pegawai Antam dalam merealisasikan anggaran CSR mereka setiap tahunnya di setiap kantor unit bisinis.
Konsep CSR PT Antam Tbk memadukan prespektif global yang diselaraskan dengan konteks nasional, lokal, komitmen perusahaan, kepentingan pemangku kepentingan dan tujuan dari tanggung jawab sosial itu sendiri. Konsep itu terdiri dari komitmen perusahaan, bekerjasama dengan para pemangku kepentingan, membangun kualitas hidup yang lebih baik dan mengutamakan masyarakat sekitar operasi serta program terpadu dan berkelanjutan.
Konsep CSR Antam diwujudkan dengan adanya komitmen internal untuk mencapai kepercayaan antara masyarakat dan perusahaan, membentuk citra perusahaan yang lebih baik, menciptakan investasi bagi kesinambungan bisnis, dan sarana perusahaan dalam berkontribusi terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih baik bagi masyarakat sekitar.
Tak Mendapat Porsi Kebijakan yang Berpihak
Ibarat panggang jauh dari bara api, sepertinya ini menjadi pribahasa yang tepat bagi PT Antam Tbk. Sebagai perusahaan tambang BUMN, ternyata keberpihakan kebijakan pemerintah tak sesuai harapan mereka.
General Manager Unit Geomin PT Antam Tbk Ronal Affan mengakui bahwa masih banyak kendala yang dihadapi oleh perusahaan plat merah ini terutama dalam pengurusan perijinan dan aspek regulasi. Antara lain peraturan yang mengatur tentang Peta Indkatif Penundaan Pemberian Ijin Baru (PIPPIB) yang berubah setiap 6 bulan sekali dirasa tidak mendukung kegiatan pertambangan karena tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi perusahaan tambang yang sebelumnya sudah memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP).
“Seharusnya ada privilege bagi kami sebagai BUMN, karena mendapatkan penugasan oleh pemerintah di bidang pertambangan mineral,” terang Ronald kepada sejumlah awak media peserta ANTAM Pers Tour 2018 di kantornya, di Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Sebagai perusahaan yang bertanggungjawab terhadap kegiatan eksploarasi dan pencarian cadangan mineral logam dan bahan galian PT Antam Tbk, Unit Binsis Geomin akan selalu diperhadapkan pada urusan perizinan pemerintah.
“Jika di salah satu instansi sudah memberikan rekomendasi, belum tentu instansi lainnya juga mengakomodir pengajuan kami. Ini tentunya menghambat kinerja kami,” tambahnya.
Pengalaman Ronald tak beda jauh dengan yang dialami Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra di kecamatan Molawe, kabupaten Konawe Utara. Di sini, lahan PT Antam Tbk yang sudah dimiliki sejak tahun 2000 an, telah diolah oleh sejumlah perusahaan tambang yang mendapatkan IUP dari Pemda setempat.
Walaupun PT Antam sendiri telah dinyatakan sah memiliki wilayah konsensi tersebut melalui putusan Mahkamah Agung (MA), namun hal itu tidak mendapat tanggapan serius dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra sebagai leading sektor yang berhak melakukan penertiban perusahaan tambang di atas IUP PT Antam di Konut.
Kondisi ini tentu sangat miris. Sebab, sebagai perusahaan penyumbang devisa negara, PT Antam ternyata tidak mendapat dukungan kebijakan yang memadai dari perintah. Di sisi lain, perusahaan ini terus mendapatkan desakan dari berbagai pihak untuk terus memberikan kontribusinya di sektor pertambangan. (*)