Mengenal Quick Count, Benarkah Akurat?

Mengenal Quick Count, Benarkah Akurat?
Ilustrasi

ZONASULTRA.ID, KENDARI – Usai pemungutan suara pada 14 Februari 2024, sejumlah lembaga survei merilis quick count atau hitung cepat. Misalnya hasil quick count pemilihan presiden (pilpres), berbagai lembaga survei mendapatkan hasil bahwa pasangan nomor urut 1 Prabowo – Gibran menang dengan perolehan suara di atas 50 persen, disusul pasangan nomor urut 1 Anies – Muhaimin, lalu nomor urut 3 Ganjar – Mahfud.

Tak hanya di tingkat nasional, di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) juga ada lembaga survei yang merilis hasil quick count yakni The Haluoleo Institute (THI). Lembaga ini mempublikasikan hasil quick count pada Kamis (15/2/2024), salah satunya adalah hasil pemilihan legislatif (pileg) DPR RI untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Sultra.

Menurut quick count THI, Tina Nur Alam dari Partai Nasdem dan Ridwan Bae dari Partai Golkar kembali melenggang lolos ke DPR RI. Keduanya yang masih menjabat sebagai Anggota DPR RI ini lebih unggul dibanding caleg separtainya.

Selain dua caleg itu, yang juga lolos adalah Bahtra dari Gerindra, dan Rusda Mahmud dari Demokrat. Sementara pendatang baru adalah Ahmad Safei dari PDI Perjuangan (menggeser petahana Hugua), dan Jaelani dari PKB.

Direktur Eksekutif THI, Naslim Sarlito mengatakan quick count adalah perkiraan dari sampel, bukan hasil resmi. Untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang lolos ke DPR RI masih menunggu hasil penghitungan suara yang ditetapkan KPU.

Sejarah Quick Count di Dunia

Berdasarkan karya ilmiah Robi Cahyadi Kurniawan berjudul “Quick Count (Metode Hitung Cepat) Dalam Perspektif Pemilukada”, pada hakikatnya Quick Count lahir dari kebutuhan untuk menjaga agar penghitungan suara pemilu tidak dilakukan dengan cara-cara yang curang. Peluang kecurangan memang tetap ada, namun dapat diminimalisir dan diharapkan tidak merubah siapa yang seharusnya menang atau kalah.

Staf Pengajar FISIP Universitas Lampung ini menjelaskan metode ini bertujuan, menjaga suara pemilih dan membantu agar proses pemilu berjalan secara jujur dan adil. Metode ini muncul di negara-negara yang baru membangun demokrasi pada era 1980-an, misalnya di negara Eropa Timur dan Afrika. Kelemahan pada negara demokrasi yang masih baru adalah peluang kecurangan yang terbuka lebar. Kecurangan pada saat penghitungan dan tabulasi suara sangat sering terjadi.

Runtutannya pada saat di Tempat Pemungutan Suara (TPS), setelah suara dikumpulkan ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di kecamatan, sampai dengan tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Pelaksanaan Quick Count di tingkat TPS dan hasilnya dipublikasikan kepada khalayak/publik, maka kecurangan pasca-TPS dapat dipotong.

Data yang diperoleh dapat menjadi data alternatif terhadap penghitungan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Quick count atau penghitungan cepat dalam catatan di Asia Tenggara pertama dilakukan pada tahun 1986 di Pemilu Filipina. Sebuah LSM yang bernama NAMFREL melaksanakan parallel vote tabulation (PVT) yaitu pencatatan atau penabulasian secara paralel hasil penghitungan suara pemilu.

Robi Cahyadi menyebut Indonesia juga menggunakan metode ini era tahun 1990-an. Metode quick count sebenarnya sudah dilaksanakan sejak pemilu 1997 dan pemilu 1999 oleh LP3ES. LP3ES sayangnya, tidak terlalu mempublikasikan secara besar-besaran hasilnya. Seiring berjalannya waktu, teknik yang digunakan dalam quick count semakin berkembang.

Quick Count Berbasis Fakta

Mengapa kita bisa mempercayai hasil quick count? Pertanyaan ini seringkali diajukan ketika banyak pihak yang meragukan akurasi data. Jawabannya, menurut Robi Cahyadi, karena quick count tidak mendasarkan diri pada opini siapapun, melainkan berbasis pada fakta lapangan, yaitu perolehan suara di TPS.

Organisasi yang melakukan quick count mengumpulkan data dari tiap TPS, dan berusaha melakukan penghitungan cepat dari daerah pantauan yang dipilih secara acak. Para pemantau berada di TPS, dan melaporkan secara langsung proses pemungutan dan penghitungan surat suara.

Seberapa akurat hasil quick count bila dibandingkan dengan hasil resmi pemilu atau pilkada? Estimasi quick count akan akurat, lanjut dia, apabila mengacu pada metodologi statistik dan penarikan sampel yang ketat serta diimplementasikan secara konsisten di lapangan.

Kekuatan Quick Count juga sangat tergantung pada identifikasi terhadap berbagai faktor yang berdampak pada distribusi suara dalam populasi suara pemilih. Apabila Pemilu berjalan lancar tanpa kecurangan, akurasi quick count dapat disandarkan pada perbandingannya dengan hasil resmi KPU.

Namun, apabila Pemilu berjalan penuh kecurangan, maka hasil quick count dapat dikatakan kredibel meskipun hasilnya berbeda dengan hasil resmi KPU. Oleh karena itu, Quick Count biasanya diiringi dengan kegiatan lain yaitu pemantauan yang juga menggunakan metode penarikan sampel secara acak.

Bukti Keakuratan Quick Count

Keakuratan Quick count dibuktikan oleh Putri Azora dalam penelitiannya berjudul “Analisis Quick Count dengan Menggunakan Metode Stratified Random Sampling Studi Kasus Pemilu Gubernur Kalimantan Barat 2018”.

Metode stratified random sampling merupakan metode penarikan sampel yang dilakukan dengan cara membagi populasi menjadi populasi yang lebih kecil, pembentukan harus sedemikian rupa sehingga setiap stratum homogen berdasarkan suatu atau beberapa kriteria tertentu. Kemudian dari setiap stratum diambil sampel secara acak. Metode ini dapat memungkinkan untuk setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, sehingga proses pengukuran dapat dilakukan dengan melibatkan sedikit sampel.

Meskipun tidak melibatkan semua anggota populasi, hasil survei dapat digeneralisasikan sebagai representasi populasi. Sehingga nantinya akan diperoleh berbagai macam informasi statistik yang sangat bermanfaat untuk masalah-masalah yang ada. Jumlah sampel TPS yang digunakan adalah proporsional dari masing-masing daerah pemilihan.

Putri Azora menjelaskan analisis terhadap hasil quick count dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil perolehan quick count yang telah diperoleh dengan hasil perhitungan resmi yang telah diselenggarakan oleh KPU.

Dalam hasil penelitiannya, perbandingan perolehan hasil suara rekapitulasi KPU dan quick count, analisis quick count menggunakan metode stratified random sampling berhasil memprediksi urutan ketiga calon pemenang Pemilihan Kepala Daerah Kalimantan Barat 2018 dengan tepat.

Hal tersebut menunjukkan bahwa prediksi hasil quick count akurat dan menghasilkan rata-rata selisih kesalahan absolut yaitu sebesar 0,84%. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat presisi yang tinggi.

Kemudian, keakuratan quick count terbukti pada saat Indonesia pertama kali mengenak sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung pada tahun 2004. Mengutip CNBC Indonesia, pada Pemilu 2004 tersebut, lembaga pertama yang merintis quick count di Indonesia adalah Lembaga Penelitian Pendidikan & Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).

LP3ES merilis hasil perhitungan yang memprediksi Golkar meraih kemenangan dengan persentase 22,7 persen. Sedangkan untuk pemilihan presiden putaran kedua, LP3ES mencatat kemenangan SBY-Jusuf Kalla dengan persentase 62,2 persen dan Megawati-Hasyim dengan 38,8 persen.

Hasil hitung cepat tersebut tak jauh beda dengan perhitungan resmi KPU. Dalam hitung resmi, SBY-JK memenangi Pemilu dengan persentase 60,62 persen. Sementara, Golkar meraih 21,58 persen suara.

Karena hasil yang sangat akurat dengan perhitungan hasil akhir dari KPU, maka setelahnya yakni pemilu 2009, 2014, dan 2019 quick count selalu menjadi rujukan untuk mengetahui hasil dan memantau jalannya pemilu.

Referensi:

https://e-jurnal.lppmunsera.org/index.php/Sawala/article/view/511/572

https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jbmstr/article/download/44666/75676588170/1000

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240214175053-4-514330/sejarah-membuktikan-hasil-quick-count-tak-pernah-meleset-jauh

Reporter: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini