ZONASULTRA.COM, RAHA – Warga Indonesia seantero tanah air kini tengah merayakan hari jadinya ke-74. Larut dalam hiruk pikuk pesta kemerdekaan setelah puluhan tahun terbebas dari belenggu penjajah. Kemerdekaan ini diraih hingga bercucuran darah mengorbankan ribuan bahkan jutaan nyawa. Para pejuang dengan gigih mengusir tentara Jepang dan Belanda.
Seperti halnya peran perjuangan para pejuang kemerdekaan yang berada di Indonesia bagian timur. Salah satunya, di tanah Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra). Di Muna, pejuang kemerdekaan juga tak terlepas dari kegigihan almarhum La Ode Muhamad Idrus Effendy. Ia memiliki andil besar dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di tanah Muna.
Pria kelahiran Muna 15 April 1925 itu mengawali perjuangannya dengan membentuk organisasi Barisan Dua Puluh sebagai wadah mempertahankan kemerdekaan sejak 27 Agustus 1945.
Perjuangan pria yang pernah mengenyam pendidikan di Akademi Wartawan Jakarta dan Perguruan Tinggi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) ini juga membentuk organisasi Batalyon Sadar sebagai wadah perjuangan di Muna.
#Proklamasi kemerdekaan di Muna diketahui di akhir Agustus
Perjuangan La Ode Muhammad Idrus Effendy dikisahkan kembali oleh cucunya, La Ode Ardian yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Kominfo Muna. Dia bercerita bahwa sejak proklamasi kemerdekaan dikumandangkan ke seluruh Indonesia pada 17 Agustus 1945. Berita proklamasi kemerdekaan saat itu tidak serta merta diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat.
Daerah-daerah kecil seperti Muna, baru mengetahui informasi kemerdekaan pada akhir Agustus karena Jepang menutupi berita proklamasi itu untuk diketahui secara luas. Proklamasi tersebut pertama kali diketahui kalangan pemuka masyarakat dari tokoh-tokoh pejuang yang mengadakan pergerakan di daerahnya masing-masing.
(Baca Juga : Veteran Pejuang Kemerdekan Asal Sultra Alwi Mansyur Wafat)
Para pejuang ini mengetahui berita proklamasi kemerdekaan Indonesia melalui surat-surat kabar dan radio secara sembunyi ke daerah-daerah. Kata Ardian, pemuda Muna ketika mendengar berita kekalahan Jepang atas sekutu dan proklamasi kemerdekaan Indonesia, mulai memperkirakan akan kembalinya kekuasaan pemerintah Belanda di Indonesia termasuk di Muna.
Perkiraan para tokoh pemuda pejuang karena melihat adanya usaha tentara Belanda yang pernah disekap oleh tentara Jepang mulai mempersenjatai sejumlah anggota tentara Batalyon Infanteri V Belanda atau yang dikenal Koninklijke Nederlands-Indische Leger (KNIL).
Datangnya tentara sekutu yang membonceng tentara Netherlands Indies Civil Administration (NICA) Belanda di Indonesia secara resmi 29 September 1945, para pemuda pejuang di Muna sudah mempersiapkan diri dan bertekad bulat membela dan mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan ini lebih berat dibandingkan sebelum kemerdekaan karena pada masa ini seluruh wilayah ingin dikuasai kembali oleh tentara NICA, maka berlangsunglah perang mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan ini terjadi hampir seluruh wilayah Indonesia meskipun waktu dan corak perlawanan berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama guna untuk menghilangkan penjajah di tanah air.
Perjuangan Idrus Effendy mempertahankan kemerdekaan di Muna dengan menerapkan taktik dan strategi perjuangan dengan mengadakan gerakan infiltrasi, demonstrasi, serta melakukan perlawanan tersiar guna untuk mengimbangi kekuatan tentara NICA Belanda.
(Baca Juga : Serma Musbah, Babinsa Heroik Bersahaja Asal Maligano)
Bukan tanpa alasan, munculnya semangat juang Idrus Effendy karena adanya penderitaan yang dialami oleh rakyat Muna pada masa penjajahan. Kedatangan tentara sekutu Australia yang ikut membonceng personel tentara Belanda yang secara terang-terangan hendak menegakkan kembali kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia khususnya di Muna.
#Merah Putih pertama kali dikibarkan di Tampo
Berdasarkan hasil penelitian mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) dalam Skripsi yang berjudul ‘”Perjuangan La Ode Muhamad Idrus Effendy dalam Mempertahankan Kemerdekaan RI di Muna” tertuang bahwa Jepang mulai meninggalkan daerah Muna sekitar bulan November 1945 dan pemerintahannya diserahkan kepada La Ode Ipa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Distrik Katobu.
Para pemuda yang dipimpin oleh La Ode Muhamad Idrus Effendy (putra La Ode Ipa) berhasil mendesak dan meyakinkan La Ode Ipa untuk mengumumkan secara resmi kepada masyarakat bahwa Muna masuk bagian wilayah NKRI yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kemudian untuk lebih membuktikan pernyataan tersebut maka beberapa hari kemudian, ia langsung memimpin pengibaran bendera merah putih untuk pertama kali di Muna bertempat di Tampo yang disaksikan para pemuda dan sejumlah tokoh masyarakat Muna.
Kembalinya kekuasaan kolonial Belanda di Muna mendapat perlawanan dari pemuda pejuang dan masyarakat Muna, para pemuda pejuang yang dipimpin La Ode Muhamad Idrus Effendy berinisiatif mendirikan organisasi perjuangan pemuda Muna yang diberi nama Barisan Dua Puluh.
Organisasi Barisan Dua Puluh didirikan pada tanggal 27 Agustus 1945 oleh La Ode Muahamad Idrus Effendy, organisasi Barisan Dua Puluh di jadikan sebagai wadah perjuangan pemuda Muna untuk mempertahankan kemerdekaan.
Barisan Dua Puluh beranggotakan pemuda yang diambil dari empat unsur organisasi yang ada di Raha meliputi OPRI, PMI, PETA, Eks HEIHO. Masing-masing unsur direkrut sebanyak lima orang, sehingga berjumlah 20 orang.
Melalui Barisan Dua Puluh dan Laskar Batalyon Sadar, La Ode Muhamad Idrus Effendy bersama anggotanya berusaha untuk menentang tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh tentara NICA dengan mengadakan penyusupan dan demonstrasi.
Dalam melakukan perjuangan menentang tentara NICA Belanda La Ode Muhamad Idrus Effendy menggunakan nama samaran Soneangka dan Siti Goldaria. Penggunaan nama samaran tersebut dimaksudkan agar tidak dapat diketahui oleh tentara NICA, sehingga ia pun bebas bergerak didalam kota Raha.
Akibat perjuangan La Ode Muhamad Idrus Effendy itu, terjadi penggeledahan di markas umum Batalyon Sadar, penembakan terhadap La Salepa salah satu anggota batalyon sadar oleh tentara KNIL Belanda.
Perjuangan La Ode Muhamad Idrus Effendy berakhir pada tanggal 20 Oktober 1948 dengan terjadinya penangkapan terhadap pimipinan anggota-anggota Batalyon Sadar. Ia pun wafat pada tahun 1965.
Perjuangannya itu, telah berhasil membangkitkan semangat nasionalisme dan jiwa patriotisme di kalangan masyarakat Muna. Para pemuda di Muna dengan sangat antusias melawan dan mempertahankan Muna dari tentara Belanda dengan memberikan reaksi dalam bentuk perlawanan.
Atas perjuangannya tersebut La Ode Muhammad Idrus Effendy kini diusul sebagai pahlawan nasional. “Kami sudah usulkan sebagai pahlawan nasional sejak beberapa tahun lalu, tapi hingga kini belum tercapai. Bahkan melalui perjuangan Pemda Muna di Jakarta,” terang Ardian.
Ardian berharap kepada presiden agar gelar pahlawan nasional juga bisa disematkan kepada almarhum La Ode Muhammad Idrus Effendy sebagai salah satu pejuang kemerdekaan RI. (B/SF)