”Yang ada adalah kegembiraan. Saat beribadah merupakan kegembiraan dan kenikmatan yang tiada tandingannya.”
(KH. Abdullah Umar Thafky)
Pada 4 September 2008 silam, sekitar sebulanan saya bermukim di Kendari, berhasil menemui seorang tokoh agama di Sulawesi Tenggara yang begitu dihormati. Imam Besar Masjid Agung Al Kautsar KH. Abdullah Umar Thafky.
Kala itu saya bekerja sebagai koresponden Jurnal Nasional, sebuah koran nasional yang kini tak terbit lagi. Saya meminta wawancara dengan beliau untuk dimuat dalam media itu. Wawancara tentang kiprah beliau. Cukup lama saya meyakinkan beliau hingga akhirnya bersedia saya wawancarai.
Tulisan itu ternyata masih tersimpan di komputer saya. Juga foto beleiau hasil jepretan saya. Sebagai bentuk penghormatan, saya membaginya. Semoga keteladanan beliau dapat menjadi contoh buat kita.
Tulisan ini masih mentah, belum diedit oleh editor saya di Jakarta. Saya hanya memperbaiki salah ketik. Setelah membacanya, beberapa kalimat terasa kurang begitu efektif. Biarlah. Saya mempertahankan keasliannya.
Berikut:
Masjid Agung Al Kautsar Kendari
Tak Pernah Mengganti Imam Besar
MASJID Agung Al Kautsar merupakan masjid terbesar di Sulawesi Tenggara (Sultra) sekaligus menjadi masjid kebanggaan warga Kota Kendari. Masjid ini telah menjadi pusat dakwah dan syiar Islam, sekaligus sarana pendidikan bagi generasi-generasi muda Islam.
Masjid termegah di ibukota Sultra ini mulai digunakan sejak tahun 1979. Memiliki luas dengan ukuran 80 x 90 meter, yang dibangun di wilayah perbukitan. Halamannya terbilang luas, hampir dua kali lipat dari luas bangunan masjid.
Di balik kemegahan dan sebagai pusat dakwah, masjid ini memiliki koneksi kesejarahan tersendiri dengan orang-orang yang mengurusnya. Masjid ini dipimpin oleh seorang kyai bersahaja yang begitu dihormati oleh jamaah.
Namanya adalah KH Abdullah Umar Thafky. Yang menarik dari sosok kyai dalam hubungannya dengan masjid tersebut adalah sejak mulai didirikan, anggota penasehat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sultra ini tak tergantikan menjadi imam masjid tersebut.
”Sebenarnya, bukan karena tidak ada yang bisa menggantikan, tapi karena dipercaya kembali untuk memimpin masjid,” kata Abdullah saat ditanya soal masa kepemimpinannya di masjid agung itu sejak tahun 1979 silam.
Di bawah kepemimpinannya, masjid yang dibangun di era Gubernur Alala kini telah menjadi pusat pengkajian Islam bagi warga Kendari di jalur nonformal. Semua gubernur yang menjabat, kata Abdullah, memiliki andil tersendiri dalam pengembangan masjid.
”Di era Pak Nur Alam sekarang, kita sedang dalam proses pembangunan perpustakaan dan aula,” jelas kyai yang pernah mondok di Ponpes Darud Dakwah Wal Irsyad Parepare ini, beberapa waktu lalu.
Abdullah sebenarnya bukan penduduk asli Kendari, yakni Suku Tolaki. Dia orang Bugis dari Pinrang, Sulawesi Selatan. Namun, dia telah menetap di Kendari sejak 30-an tahun silam.
Dia lahir pada 29 September 1949. Bahkan, Abdullah tahu hari dan jam berapa dia lahir, yakni hari Senin pukul 11.00. Menurut pengakuannya, dia mengetahui detail saat-saat kelahirannya karena ditulis oleh kakeknya yang seorang qadhi (semacam juru tulis di zaman dahulu) di Pinrang.
Dia sempat mengecam pendidikan di IAIN namun tidak selesai, kemudian mondok di pesantren Darud Dakwah wal Irsyad di Parepare, juga di Pondok Pesantren Muallimin Makassar. Selanjutnya, menyelesaikan pendidikan S1-nya di Fakultas Sospol Universitas Haluoleo (Unhalu), Kendari.
Sebagai pemuka agama yang disegani di Sultra, dia kerap dipercaya dalam penjurian pada Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional.
”Saya 18 kali menjadi dewan hakim (juri) di MTQ. Saat MTQ Banten, saya menjadi dewan pengawas hakim. Saya satu-satunya anggota dewan pengawas yang bukan doktor,” kata Abdullah.
Di samping memimpin masjid agung, sejumlah organisasi keagamaan digelutinya. Dia merupakan penasehat MUI Sultra, Ketua Majelis Syura NU Sultra, dan anggota Forum Komunikasi Umat Beragama Sultra.
Kendati segudang aktifitas yang dilakukannya, kyai yang juga pegawai di Departemen Agama Sultra ini sangat mudah ditemui di masjid agung. ”Kalau saya tidak memiliki aktifitas di luar, insyaallah saya berada di sini memimpin sholat berjamaah,” katanya.
Soal suka duka selama memimpin masjid terbesar Kendari selama kurun waktu 30-an tahun ini, di mengatakan tidak ada dukanya. ”Yang ada adalah kegembiraan. Saat beribadah merupakan kegembiraan dan kenikmatan yang tiada tandingannya,” katanya.
Masjid berkapasitas 7.000 jamaah kerap dikunjungi oleh pemuka agama dan pemimpin pemerintahan negeri ini, di antaranya mantan Menteri Agama Quraisy Shihab, KH Nazaruddin Umar, sejumlah habib asal Jakarta, dan 25 September nanti, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan salat Tarwih di masjid ini.
Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial
Maaf koreksi, Bukan 1979, tapi masjid mulai digunakan tahun 1989.