Arief Yahya
ZONASULTRA.COM, LUMAJANG – Bromo Tengger Semeru (BTS), satu dari 10 destinasi prioritas yang oleh Menpar Arief Yahya dijuluki 10 Bali Baru, terus bergerak. Setelah menggelar event ‘Menari di Atas Awan’ di puncak B-29 kawasan TN BTS, lembaga peduli lingkungan Laskar Hijau bersama Disparbud Lumajang menggelar Rawat Ruwat Ranu.
Geliat event yang meramaikan pariwisata di Kabupaten Lumajang yang bersumber dari partisipasi masyarakat kembali akan digelar. Menpar Arief Yahya berharap desa wisata di kawasan terdekat itu segera dihidupkan homestay-nya. “Salah satunya untuk menjaga dan merawat agar mata air dan alam di sana terjaga lestari.
“Homestay desa wisata adalah cara cerdas membuat daerah di pelosok negeri ini menjadi maju pariwisatanya. Tanpa merusak alamnya. Homestay desa wisata itu sudah menjadi atraksi dan sekaligus amenitas yang berbasis budaya dan alam,” kata Menpar Arief Yahya di arena Rakornas II/2017 di Bidakara Jakarta, 18-19 Mei 2017.
Event yang digelar pada Sabtu (20/5) di Ranu Klakah, Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah ini, selain menyambut bulan suci Ramadan, juga merupakan kampanye pelestarian lingkungan melalui jalan kebudayaan. ‘’Meski even ini baru pertama digelar, namun Pemkab Lumajang mendukung sepenuhnya. Karena ini adalah bagian dari wisata budaya yang berangkat dari kearifan lokal,’’ kata Deni Rohman, Kadisparbud Lumajang.
Menurut Deni, even ini selain untuk kesadaran pentingnya pelestarian lingkungan di kawasan ranu atau danau juga untuk menggali potensi wisata di Lumajang. Oleh karena dari pelestarian lingkungan itu, maka akan muncul objek wisata yang menarik minat wisatawan untuk datang.
‘’Kalau danaunya kering. Apa yang menarik bagi wisatawan. Lagi pula bila danau kering, tentu akan berpengaruh pada lingkungan sekitarnya. Karena itu Pemda mendukung sekali even ini,’’ ujarnya.
(Baca Juga : Homestay Desa Wisata, Solusi Menpar Arief Yahya Pecahkan Problem Amenitas)
Kegiatan ini sebenarnya pernah dilakukan di tempat yang sama oleh Laskar Hijau sejak tahun 2006 – 2010 dengan title “Maulid Hijau” di Ranu Klakah, Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah. Bedanya, kali ini panggung yang digunakan mengapung di atas air dengan ukuran 20×10 meter.
Panggung ditopang dengan pelampung puluhan tangki kecil atau drum agar bisa menopang panggung di atas air. Untuk menuju panggung yang berada di atas ranau atau danau kecil itu dari tepi danau, terhubung jembatan kayu yang ditopang drum dengan panjang jembatan sekitar 20 meter dari tepi ranu. Sedangkan lebar jembatan 1,5 meter.
Kegiatan ini akan dimulai pada pukul 12.30 dengan istighosah kubro bersama warga sekitar Ranu Klakah. Rencananya Bupati Lumajang akan hadir. Kemudian dilanjutkan dengan pagelaran budaya yang meliputi seni tari, musik dan teater dari seniman-seniman Lumajang, Malang dan Probolinggo.
‘’Mereka berpartisipasi secara sukarela karena kepeduliaannya kepada pelestarian budaya dan lingkungan. Panggung ini adalah panggung rakyat, siapapun boleh hadir menyaksikan dan menampilkan karya seninya,’’ kata A’ak Abdullah Al-Kudus, penggagas even yang juta Ketua Laskar Hijau.
Menurut A’ak, yang akrab dipanggil Gus Aak ini, mengapa perlu ada kegiatan ruwat ranu ini. Tidak lain karena Gunung Lemongan merupakan benteng ekologi Kabupaten Lumajang wilayah utara yang memiliki total 13 ranu (Maar).
Menurut Gus Aak, tujuh ranu di antaranya berada di wilayah Kabupaten Lumajang, sedangkan sisanya berada di Kabupaten Probolinggo. ‘’Ranu-ranu ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi masyarakat khususnya untuk air minum, irigasi, perikanan juga wisata,’’ jelasnya.
(Baca Juga : Rakornas Kementerian Pariwisata Targetkan 20.000 Homestay Desa Wisata)
Dijelaskannya, illegal logging yang terjadi pada kisaran tahun 1998-2002 telah meluluh lantakkan kawasan hutan lindung di Gunung Lemongan, sehingga berdampak langsung pada 13 ranu yang indah tersebut. Salah satunya Ranu Klakah.
Tak kurang dari 25 mata air di Ranu Klakah yang kemudian harus mati akibat perusakan hutan di Gunung Lemongan, dan sekarang tinggal 6 mata air saja. Padahal ranu ini menjadi tumpuan irigasi bagi 620 hektar areal persawahan yang ada di sekitarnya. Degradasi ekologi ini juga terjadi pada ranu-ranu yang lain, bahkan Ranu Kembar di Desa Salak, Kecamatan Randuagung saat ini cenderung mengering.
Kondisi kerusakan inilah yang memantik para relawan Laskar Hijau untuk melakukan gerakan konservasi di Gunung Lemongan dan di ranu-ranu yang ada di sekitarnya sejak 2005. Selain melakukan penghijauan, para relawan ini juga melakukan kampanye-kampanye pelestarian lingkungan, salah satunya dengan jalan kebudayaan. (*)