Musibah Palu, Jalan Muhasabah

1439
Hanaa Lathifah
Hanaa Lathifah

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Begitulah kiranya kondisi yang dialami oleh negeri kita hari ini, tepatnya pkl 17.55 (28/9), gempa berkekuatan maha dahsyat mengguncang kota palu dan sekitarnya. Meremukkan sendi-sendi bangunan disekitarnya tanpa sisa. Musibah demi musibah datang silih berganti menimpa negeri nan elok Nusantara ini. Tanpa kita sadari datangnya pun bertubi-tubi. Belum kering duka yang dirasakan oleh Lombok dengan hentakan gempa dahsyat. Kini Palu pun tak lepas dari terjangan gempa yang membabi buta menghantam pemukiman penduduk, tempat ibadah dan bangunan-bangunan umum lainnya.

Menyedihkannya gempa ini disusul pula dengan hantaman tsunami yang menggetarkan jagat raya dengan hentakan 7.7 skala richter. Banyak korban yang berjatuhan. Bergelimpangan mayat berjejer dipesisir pantai karena tersisir oleh terjangan tsunami yang dahsyat. Luka menyayat qalbu, tangis dan takut menyatu menjadi rasa yang menyesakkan dada dalam duka Palu. Korban berjatuhan tidak hanya dikalangan orang-orang dewasa, namun juga menimpa anak-anak kecil tak berdosa. Sungguh negeri ini belum usai dari gempa.

Dilansir dari (www.detik.com ), hingga Minggu (30/9) siang, BNPB mencatat 832 orang meninggal dunia akibat bencana ini, itu yang teridentifikasi. Masih banyak yang belum ditemukan. Jumlah itu terdiri dari 821 orang di Palu dan 11 orang di Donggala. Korban luka berat sebanyak 540 orang dan jumlah pengungsi 16.732 yang tersebar di 24 titik. Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan korban meninggal dunia segera dimakamkan secara layak. Hari ini banyak yang dimakamkan secara massal karena pertimbangan kesehatan.
Kepala BNPB Willem Rampangilei mengatakan lahan yang disiapkan ada di Jl Garuda, Palu. Dia dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sudah mengecek kondisinya. BNPB menyebut Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari. Masa tanggap darurat ditetapkan sejak 28 September 2018 sampai 11 Oktober 2018.

Korban yang berjatuhan akibat gempa Palu, tidak hanya menyisakan duka mendalam. Namun juga menyisakan cerita pilu yang menghetakkan nurani, bahwa manusia memang tak ada kesanggupan dan daya upaya untuk menyombongkan diri di hadapan sang kuasa. Dikabarkan saat gempa, ‘menelan’ satu permukiman. Dari informasi yang didapat Mapeda dari warga Petobo, perkampungan itu disebut menghilang. Petobo, menurutnya, menjadi satu permukiman yang paling parah terdampak gempa. “Rumah tenggelam sampai 8 meter. Ada yang 5 meter. Jadi semacam tanah disulap, rumah hilang. Padahal itu perkampungan, jadi tertelan tanah,” ucapnya. www.detik.com  (1/10/)

Musibah jalan Muhasabah

Entah sampai kapan musibah ini berakhir, hanya Tuhan yang tau. Kita hanya bisa berbenah, bermuhasabah dan bertobat atas segala dosa-dosa yang tak kunjung reda. Maksiat di mana-mana. Riba dibiarkan, perzinahan dilegalkan, kerusakan merajalela hingga kita tak mampu lagi membedakan mana hitam mana putih. Tuhan selalu punya cara untuk memberi kita peringatan atas segala kesalahan-kesalahan yang kita telah lakukan. Hingga kita benar-benar kembali pada syariatNya.

Jika kita menilik ke belakang mengapa negeri ini selalu saja mendapatkan ujian, berupa musibah yang tak terduga dan tak berkesudahan. Mungkin ada yang salah yang telah diperbuat bangsa ini. Sebagaimana musibah pernah terjadi di Madinah pada  masa kepemimpinan Khalifah Umar bin khattab. Sang khalifah menyerukan dan mengingatkan kepada rakyatnya bahwa datangnya musibah ini tak lepas dari maksiat rakyatnya. Umar memerintahkan agar meninggalkan segala maksiat yang mereka lakukan, atau Umar akan meninggalkan mereka dalam kehinaan jika tetap dalam kemaksiatannya. Naudzubillah tsumma naudzubillah…

Seorang pemimpin tahu betul bagaimana tanggung jawab dan kelekatannya terhadap rakyatnya. Jika seorang pemimpin malah terdiam dengan segala maksiat bahkan memfasilitasi datangnya murka Allah. Maka dipastikan bahwa peringatan Allah tidak hanya menimpa kalangan orang-orang bermaksiat, namun juga menimpa orang-orang beriman. Patutlah kita bertaubat, kembali kejalan syariatNya. Kembali mengambil semua ketentuan syariatNya hingga terus berada dalam Rahmat dan keberkahanNya.  Sebagaimana peringatan Allah dalam AlQur’an, Allah swt berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)

Kembali ke syariatNya dan bertobat

Patutlah menjadi pelajaran bagi kita, dari bangsa ad’, bangsa luth, dan bangsa tsamud menjadi pelajaran atas segala ketimpangan sosial yang telah dilakukan kaum sebelumnya, hingga Allah mendatangkan peringatan pun azabnya. Patutlah menjadikan setiap musibah menjadi ibroh dan jalan untuk merenungi setiap perbuatan yang telah kita perbuat. Lihatlah bagaimana baginda Rasulullah saw dan para sahabat begitu takut jika Allah mendatangkan peringatannya.

Ummul Mukminin Aisyah ra. pernah menuturkan, bahwa jika langit mendung, awan menghitam dan angin kencang, wajah Baginda Nabi Muhammad saw.–yang biasanya memancarkan cahaya–akan terlihat pucat-pasi. Sebab takut kepada Allah SWT. Beliau lalu keluar, lalu masuk ke masjid dalam keadaan gelisah seraya berdoa, “Ya Allah…aku berlindung kepada-Mu dari keburukan hujan dan angin ini, dari keburukan apa saja yang dia kandung dan keburukan apa saja yang dia bawa.”

Aisyah ra. bertanya, “Ya Rasulullah, jika langit mendung, semua orang merasa gembira karena pertanda hujan akan turun. Namun, mengapa engkau tampak ketakutan?”

Nabi saw. menjawab, “Aisyah, bagaimana aku dapat meyakini bahwa awan hitam dan angin kencang itu tidak akan mendatangkan azab Allah? Kaum ‘Ad telah dibinasakan oleh angin topan. Saat awan mendung, mereka bergembira karena mengira hujan akan turun. Padahal Allah kemudian mendatangkan azab atas mereka.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi)

Bagaimana dengan generasi Muslim saat ini? Sungguh, musibah demi musibah di negeri ini sudah sering terjadi. Mulai dari tsunami, gunung meletus, banjir bandang, kebakaran hutan hingga gempa bumi yang beruntun terjadi. Namun, sepertinya musibah demi musibah itu datang sekadar menimbulkan duka-lara seketika, kemudian setelah itu tak berbekas apa-apa. Banyak orang kemudian bermaksiat seperti biasa. Melakukan banyak dosa seperti sedia kala. Penguasa dan wakil rakyat tetap menerapkan hukum-hukum kufur. Para ulama pun seolah tetap merasa ‘nyaman’ dengan tidak diberlakukannya hukum-hukum Allah. Kaum Muslim secara umum juga sepertinya tetap merasa ‘enjoy’ dengan berbagai kemaksiatan dan kezaliman yang ada. Padahal Allah SWT berfirman (yang artinya):

“Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Alangkah hebatnya kemurkaan-Ku.” (TQS al-Mulk [67]: 16-18)

Wallahu ‘alam bi shawwab

 

Oleh: Hanaa Lathifah
Penulis Merupakan Pemerhati sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini