ZONASULTRA.COM, KENDARI – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melansir, fenomena El Nino di Indonesia saat ini sudah meluruh ke kondisi netral sehingga publik tidak perlu lagi khawatir akan dampak El Nino. Sebagian wilayah Indonesia juga sudah memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau yang ditandai dengan mulai menguatnya angin monsun timur. Namun, hal yang justru harus diwaspadai saat ini adalah fenomena La Nina karena terkait dengan curah hujan berlebih.
IlustrasiKepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, La Nina berpeluang muncul mulai bulan Juli, Agustus, September (JAS) 2016 dengan intensitas lemah sampai sedang. Munculnya La-nina merupakan fenomena Dipole Mode Negatif, yakni kondisi suhu muka laut di bagian barat Sumatera lebih hangat dari suhu muka laut di Pantai Timur Afrika, sehingga menambah pasokan uap air yang menimbulkan bertambahnya curah hujan untuk wilayah Indonesia Bagian Barat.
Kondisi dipole mode yang diprediksi akan menguat pada buli Juli hingga September dapat memicu bertambahnya potensi curah hujan di wilayah Barat Sumatera dan Jawa. Sementara untuk wilayah Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara tidak terdampak oleh dipole Mode dan sifat hujan nya pada musim kemaran 2016 diprediksi normal.
“Daerah-daerah yang diprediksi mengalami curah hujan atas normal pada periode musim kemarau (Juli, Agustus, September) meliputi Sumatera Utara Bagian Barat, Sumatera Barat bagian Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa bagian Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua,” ujar Kepala BMKG seperti dikutip dari laman bmkg.go.id, Sabtu (4/6/2016).
Andi Eka menegaskan bahwa fenomena La Nina perlu diwaspadai karena akan berdampak pada meningkatnya potensi curah hujan pada musim kemarau dan musim hujan tahun 2016/2017. Tentunya, keadaan ini menjadikan beberapa daerah mengalami kemarau basah, yaitu periode musim kemarau dengan sifat hujan atas normal dan periode musim hujan dengan curah hujan tinggi yang dapat berpotensi banjir
Di beberapa sektor, kemarau basah akan berdampak positif, misalnya di sektor pertanian adalah meningkatnya luas lahan tanam dan produksi padi. Di lain sisi, kemarau basah akan berdampak negatif pada komoditas perkebunan seperti tembakau, tebu, teh serta tanaman hortikultura lainnya.
Kondisi La-Nina yang menjadikan hangat nya suhu muka laut di wilayah Indonesia akan membawa dampak positif bagi perikanan, yaitu penangkapan ikan tuna semakin meningkat, sementara bagi para petambak garam kurang begitu menguntungkan. (B)
Penulis: Jumriati