Mutu Pendidikan Jaminan Kualitas Ketenagakerjaan

Mutu Pendidikan Jaminan Kualitas Ketenagakerjaan
Dyah Tari Nuraini

Kabupaten Kolaka merupakan salah satu daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi diantara wilayah lain di Sulawesi Tenggara, yakni peringkat ketiga terbanyak setelah Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan. Di Kolaka sendiri jumlah penduduknya mencapai angka 256 ribu jiwa pada tahun 2018, atau sekitar 9,68 persen dari total penduduk di Sulawesi Tenggara. Angka yang besar tersebut baiknya haruslah sejalan dengan kualitas para penduduknya agar tercipta perekonomian dan budaya yang maju dan berkembang.

Pendidikan merupakan salah satu indikator kualitas penduduk serta kunci kesuksesan yang
menentukan derajat hidup seseorang. Dalam peningkatan mutu pendidikan di Kolaka,
pemerintah daerah telah menuangkannya dalam Rencaca Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Tahun 2013-2018 dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan akses
masyarakat terhadap pendidikan dan juga meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan. Apakah program ini telah berhasil? Mengingat masih terbatasnya akses anak usia sekolah terhadap layanan pendidikan dan proses belajar mengajar di sekolah.

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Kabupaten Kolaka pada tahun 2017 sebesar 8,31 tahun. RLS memiliki pengertian jumlah tahun belajar penduduk usia 25 tahun keatas (standar internasional UNDP) yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal. Angka tersebut berada di bawah angka RLS Kota Kendari, Kota Baubau, dan Kabupaten Konawe beserta pecahannya (Konawe Utara dan Konawe Selatan). Dapat dikatakan bahwa secara rata-rata penduduk Kolaka usia 25 tahun ke atas umumnya putus sekolah di kelas 3 SMP.

Sejalan dengan data RLS tersebut, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Kolaka menunjukan
angka yang cukup rendah pada tingkat usia 16-18 tahun, yakni sebesar 62,22 persen pada tahun 2017. Hal ini menunjukan banyaknya penduduk yang tidak lagi melanjutkan sekolahnya pada tingkat SMA dan diploma. Angka tersebut menjadikan Kolaka menduduki peringkat 3 terendah dalam angka partisipasi sekolah pada jenjang usia tersebut, yakni setelah Kabupaten Buton Selatan dan Kolaka Utara.

Jika dilihat lebih jauh, terdapat kecenderungan yang menarik pada angka APS Kelompok
perempuan. Selama 3 tahun periode 2015-2017, terjadi penurunan yang cukup tajam pada
pastisipasi sekolah anak perempuan untuk jenjang pendidikan SMA ke atas. Dimana tahun 2015 APS perempuan mencapai nilai 80,40 persen, kemudian pada tahun 2017 menjadi 61,34 persen atau turun sekitar 19,06 poin. Faktor penyebabnya ialah banyaknya proporsi penduduk perempuan usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA ke atas. Hal ini kemungkinan bisa terjadi karena semakin banyak anak perempuan yang dianggap tidak perlu bersekolah tinggi dan diperbolehkan untuk membangun keluarga pada usia muda, sehingga tidak sedikit anak perempuan yang harus putus sekolah karena tidak diprioritaskan untuk bersekolah dibanding anak laki-laki.

Sementara itu dari sisi kualitas pembelajaran pendidikan dapat dilihat dari angka rasio murid- guru yang menggambarkan besarnya beban guru dalam mengajar. Rasio murid-guru yang rendah menandakan kelas yang lebih kecil sehingga memungkinkan guru lebih memperhatikan siswa dan meningkatkan efektivitas pengajaran. Berdasarkan data dinas pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) rasio murid-guru yang dibutuhkan oleh Sulawesi Tenggara untuk jenjang SD, SMP, SMA berturut-turut sebesar 13,12; 12,68; dan 8,54. Sementara untuk daerah Kolaka, tercatat rasio-murid guru untuk jenjang SD, SMP, SMA berturut-turut adalah sebesar 11,12; 9,29; dan 13. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada jenjang SD dan SMP cenderung sudah cukup guru, sedangkan untuk SMA mengalami kekurangan guru karena tidak mencapai angka ideal untuk Sulawesi Tenggara.

Mutu pendidikan tentunya akan berdampak pada kualitas ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2017 oleh BPS, tingkat pendidikan penduduk bekerja di Kolaka didominasi oleh pekerja yang memiliki ijazah SD yakni sebanyak 35.828 penduduk, atau sekitar 47 persen dari total penduduk bekerja di Kolaka. Hal ini menunjukan rendahnya kualitas tenaga kerja di Kolaka. Selain itu, terlihat juga bahwa penduduk dengan pendidikan rendah lebih mudah masuk ke pasar kerja dikarenakan kebanyakan mereka cenderung tidak memilih-milih jenis pekerjaan dan bersedia masuk ke pasar informal.

Kemudian jika dilihat dari data penduduk menganggur di Kolaka berdasarkan tingkat
pendidikannya, didominasi hampir setengahnya oleh lulusan SMP yakni sebesar 940 penduduk atau sekitar 41 persen dari total angkatan kerja yang menganggur. Hal ini perlu dijadikan bahan evaluasi mengingat tingginya angka putus sekolah pada jenjang pendidikan 3 SMP. Sulitnya jenjang ini untuk masuk pada sektor formal boleh jadi menjadi penyebab banyaknya pengangguran pada lulusan SMP, dimana kebanyakan mensyaratkan kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi dan pengalaman kerja yang memadai.

Sementara itu persentasi penduduk yang menganggur paling rendah di Kolaka merupakan
lulusan diploma, yakni sekitar 11,3 persen. Hal ini menunjukan lulusan pada jenjang ini lebih memenuhi kriteria dan persyaratan yang diminta oleh lapangan pekerjaan yang ada. Pada intinya semakin baik mutu pendidikan yang diterima oleh masyarakat, akan berdampak pada mudahnya memasuki pasar kerja dan semakin baiknya kualitas tenaga kerja yang dihasilkan. Pemerintah daerah sangat perlu menanggulangi angka putus sekolah pada jenjang pendidikan yang rendah, baik dengan pemberian akses pendidikan yang lebih mudah maupun pelayanan pengajaran yang lebih baik. Pada tahap selanjutnya, penyiapan lapangan kerja bagi para lulusan sekolah juga perlu disesuaikan agar penyerapan tenaga kerja bisa lebih maksimal.

 


Oleh : Dyah Tari Nur’aini, SST
Penulis adalah Pegawai BPS Kabupaten Kolaka

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini