ZONASULTRA.COM,KENDARI – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam tak sungkan mengungkapkan ketatnya pengawasan KPK terhadap dirinya. Namun ia meminta pejabat tak perlu takut untuk bertemu dirinya.
Hal itu diungkapkannya saat kunjungan kerja spesifik Komisi V DPR RI di Kantor Gubernur Sultra, Senin (29/5/2017). Salah satu yang dikesalkan Nur Alam, misalnya susahnya bertemu dengan pimpinan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari, bahkan sudah hampir 11 bulan tak ada komunikasi secara langsung.
Nur Alam mengaku membutuhkan komunikasi dengan lembaga seperti BWS karena sebagai Gubernur ingin memastikan progres dan perkembangan kegiatan yang sedang berjalan. Selain itu, untuk mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi dan menemukan titik fokusnya seperti maslah banjir selama Mei 2017 ini.
“Jadi bapak-bapak jangan takut ketemu saya. Di ruangan saya itu, saya paling takut berbicara macam-macam karena lengkap penyadapan KPK. Saya betul-betul hanya akan clear berbicara tentang bagaimana kelancaran pelaksanaan pembangunan kita,” tutur Nur Alam di hadapan berbagai pejabat pemerintahan, termasuk dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Betapaun intensifnya pengawasan KPK, Nur Alam menjamin tidak akan ada konsekuensi jika bertemu atau berkomunikasi dengan dirinya. Harus diakui bahwa pimpinan setingkat gubernur apapun kekuatannya tidak akan bisa bekerja sendiri, olehnya haruslah ada komunikasi dan koordinasi di antara lembaga pemerintahan.
Lanjut Nur Alam, bagaimana mungkin dirinya bisa mengetahui progres kegiatan kalau tidak pernah mendengarkannya secara langsung. Sebab kalau sudah mendengarkan secara langsung dari sumbernya maka ia tak akan terus menanyakannya.
Sebagai informasi, Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), eksplorasi dan persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT. Anugrah Harisma Barakah (AHB) di wilayah Sultra tahun 2008-2014.
Nur Alam ditetapkan tersangka pada 23 Agustus 2016 lalu, dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.Hingga kini kasus tersebut terur bergulir. (B)
Reporter: Muhamad Taslim Dalma
Editor Tahir Ose