Nur Alam : PT Inco Telah Memiskinkan Warga Sultra

Nur Alam

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Gubernur non aktif Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (15/1/2018), mengaku geram dengan PT Inco Tbk yang sekarang berubah menjadi PT Vale.

Pasalnya, memasuki 50 tahun kontrak karya PT Inco di Sultra hingga kini tidak kunjung memberikan kontribusi berarti. Bahkan, lanjut Nur Alam, gubernur-gubernur Sultra sebelumnya juga sudah mengingatkan kepada PT Inco.

“Perpanjangan kontrak karya kedua Inco juga tidak kunjung memberi perhatian terhadap lahan yang sampai saat ini masih nongkrong di sana,” kata Nur Alam.

Untuk yang mulia ketahui, tambah Nur Alam, sebagian besar lahan-lahan itu adalah lahan ulayat masyarakat yang disadari atau tidak, langsung tidak langsung masyarakat di sekitarnya mengalami kemiskinan karena terjadi loss oportunity.

Dikatakan Nur Alam, sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yang mengetahui kondisi wilayah di Sultra, selalu mengingatkan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

“Di dalam pengelolaan sumber daya alam di mana PT Inco telah menelantarkan selama 41 tahun lahan-lahan yang menjadi kontrak karya sejak tahun 1968,” ungkap Nur Alam kepada majelis hakim yang diketuai oleh Diah Siti Basariah dalam sidang tersebut .

Dalam kesempatan itu, Nur Alam juga mengklarifikasi bahwa pihaknya tidak pernah mengarahkan penciutan lahan PT Inco kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

(Baca Juga : Sidang Nur Alam, JPU Cecar Widdi Aswindi Soal PT Billy)

Hal ini diamini oleh kuasa hukum Nur Alam, Didik Supriyanto yang menegaskan bahwa surat kepada PT Inco terkait pelepasan lahan adalah surat hasil rapat atau koordinasi sesama instansi.

“Dia hanya menegaskan bahwa surat itu bukan merupakan tindakan gubernur memaksa PT Inco melepasan kotrak karyanya untuk diberikan kepada AHB,” jelas didik saat ditemui usai persidangan.

Didik menerangkan bahwa faktanya di kawasan PT Inco hampir semua terjadi tumpang tindih IUP di seluruh kabupaten yang ada. Hal ini terjadi di sekitar tahun 2008, rata-rata IUP dikeluarkan oleh para Bupati.

“Apa yang disampaikan saksi fakta menunjukan bahwa memang tidak ada kaitan langsung antara gubernur dengan masalah penerbitan IUP tersebut yang diduga adanya persengkongkolan jahat,” tutup Didik.

Pada persidangan ke-empat ini, ada empat saksi yang diperiksa yakni Direktur PT AHB Ikhsan Rifani, M yasin Setya Putra, mantan Kadis ESDM Sultra Burhanuddin dan Direktur PT Billy Widi Aswindi. (B)

Reporter : Rizki Arifiani
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini