ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pusat Promosi dan Informasi Daerah (P2ID) Sulawesi Tenggara (Sultra) saat ini kondisinya sangat memperihatinkan dan tidak terurus.
Pada masa pemerintahan Gubernur La Ode Kaimeoddin, tempat ini menjadi miniatur Sultra seperti halnya Taman Mini Indonesia Indah (TMII). P2ID pun menjelma menjadi pusat hiburan bagi masyarakat Sultra saat itu. Masyarakat dapat menikmati beragam pagelaran kebudayaan yang ada di Sultra berupa pameran pakaian, senjata traditional, kuliner, peta miniatur dan masih banyak lagi.
Awalnya, lokasi P2ID merupakan pusat perkebunan masyarakat. Proses pembebasan lahan dimulai pada tahun 1994 dan pembangunannya dimulai pada Juli 1995. Dan tempat ini diresmikan oleh La Ode Kaimoeddin pada September 1996.
Saat itu La Ode Kaimoeddin menyampaikan beberapa alasan kenapa dirinya membangun P2ID, salah satunya masyarakat Sultra yang haus akan tempat hiburan seperti TMII. Dia pun membuat miniatur keberagaman Sultra dalam satu lokasi.
Wiajo, salah satu warga yang sudah 20 tahun tinggal di sekitar lokasi P2ID mengungkapkan, pembangunan P2ID dibiayai melalui APBD masing-masing kabupaten dimana saat itu Sultra baru memiliki empat kabupaten yaitu Kabupaten Kolaka, Kendari, Muna dan Buton.
“Untuk pembangunan anjungan Kabupaten Kolaka saja menelan biaya Rp 1,3 milliar sama dengan anjungan Kendari dan Buton kalau Muna bisa sampai Rp 1,5 milliar karena bahannya beton,” jelas PNS Kabupaten Kolaka ini saat ditemui di anjungan Kabupaten Kolaka, Senin (18/1/2015).
Namun, selepas masa pemerintahan La Ode Kaimoeddin pada tahun 2000-an, P2ID ini seakan tak di pandang lagi oleh pemerintah dan dibiarkan terbengkalai seperti barang rongsokan. Rumah-rumah adat yang dulunya indah dan berdiri kokoh itu kini telah keropos karena menjadi santapan empuk dari kumpulan rayap.
Kondisi lingkungannya pun sudah sangat kotor. Rumput liar tumbuh dimana-mana. Sampah pun berserakan. Banyak pohon pelindung yang ditebang oleh oknum-oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Mirisnya, lokasi ini telah beralih fungsi menjadi pusat kriminalitas seperti kasus perdagangan narkoba, penimbunan BBM, kasus curanmor bahkan prostitusi.
Sejumlah masyarakat yang tinggal di lokasi ini mengaku merasa terganggu dengan adanya kegiatan tersebut, salah satunya prostitusi. Mereka berharap pemerintah dapat mengambil tindakan cepat untuk mengembalikan wajah P2ID.
Kepala Biro Pemerintahan Setda Sultra, Ali Akbar mengungkapkan bahwa persoalan mengembalikan fungsi P2ID bukan kewenangan mereka, tapi sepenuhnya keputusan dari Gubernur Nur Alam. Pihaknya lebih fokus pada pengurusan pembebasan lahan.
“Tapi, rencana minggu depan kami akan adakan rapat tentang P2ID,” kata Ali Akbar.
Lanjutnya, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan sejumlah instansi seperti Satpol PP, Biro Hukum Setda Sultra, Biro Umum Setda Sultra dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra untuk melakukan pertemuan.
Salah satu tujuan dari pertemuan di atas, kata Ali adalah untuk menyelamatkan aset daerah yang telah menjadi kewajiban pemerintah daerah. Setelah pertemuan itu, pihaknya akan melakukan sterilisasi di lokasi P2ID terkait pembebasan lahan. Setelah semua permasalahan selesai barulah pihaknya bisa mengambil langkah selanjutnya.
Ditanya soal nasib P2ID ke depan, ia hanya mengungkapkan bahwa hal itu adalah hak mutlak dan merupakan otoritas dari Gubernur Sultra saat ini, Nur Alam.
Penulis: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati
Sangat disayangkan tempat yang seharusnya menjadi salah satu aset pariwisata berbasis budaya di Sultra malah kondisinya tak terurus. Padahal jika saja pemerintah dan masyarakat sama-sama sadar bahwa ini adalah salah satu aset pariwisata yang harus dijaga bersama-sama tentunya akan menarik perhatian bagi para wisatawan baik lokal maupun internasional untuk mengenali budaya-budaya yang ada di Sultra. Semoga ada tindak lanjut dari pemerintah agar P2ID dapat kembali digunakan sebagai mana fungsinya.