ZONASULTRA.COM,KENDARI-Rencana Partai Amanat Nasional (PAN) mengajukan nama Iis Elianti sebagai calon Wakil Bupati Buton, mendampingi La Bakry yang sudah jadi Bupati Buton diprotes oleh Partai Demokrat. Sebagai salah satu parpol pengusung pasangan Umar-Bakry di Pilkada Buton, Demokrat merasa belum diajak membahas soal ini.
Sebelumnya, Ketua PAN Buton, La Ode Rafiun mengakui bahwa Iis Elianti adalah nama yang disetujui DPP PAN untuk jadi calon Wakil Bupati Buton. Istri Umar Samiun, mantan Bupati Buton itulah yang akan diajukan ke DPRD. “Kita usul dua nama ke DPP, tapi hanya ibu Iis yang direstui,” kata Rafiun, di Pasarwajo, Senin (17/9/2018) kemarin.
Nah, sikap inilah yang membuat Demokrat tak terima. Sesuai aturan, yang berhak mengusulkan nama ke DPRD untuk mengisi posisi wakil kepala daerah, haruslah partai koalisi. “Ingat, Demokrat ikut mengusung pasangan Umar-Bakry di Pilkada,” kata Endang SA, Ketua DPD Demokrat Sultra.
Endang meminta PAN untuk menghargai Demokrat sebagai salah satu mitra koalisi dan diajak bicara soal Wabup Buton. “Tidak boleh hanya satu nama yang diajukan, harus dua orang, nanti DPRD yang pilih,” kata mantan Wakil Ketua DPRD Sultra itu.
Untuk diketahui, mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah, termasuk Wakil Bupati telah diatur dalam Pasal 176 Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Di ayat itu disebutkan, “dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung.
Sedangkan di ayat 2 disebutkan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
Selanjutnya, di pasal 24 dan 25 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten dan Kota, pemilihan Wabup diselenggarakan dalam rapat paripurna DPRD dan hasil pemilihannya ditetapkan dengan keputusan DPRD.
“Jadi aturannya ini jelas, harus berdasarkan usulan partai koalisi dan harus dua nama, bukan hanya milik satu partai, apalagi hanya satu nama, ” kata Endang. Meski demikian, Endang mengaku belum punya nama yang bakal dimunculkan partainya karena harus dibahas di koalisi.
Di Pilkada Buton 2016 lalu, Demokrat adalah salah satu pengusung pasangan calon bupati dan wakil bupati, Umar Samiun-La Bakry. Selain Demokrat, ada PAN, PKS, Golkar, Nasdem, PBB dan PKB. Usungan mereka kemudian menang.
Dalam perjalannya, Umar Samiun tersandung masalah hukum hingga akhirnya La Bakry naik jadi Bupati Buton, dan dilantik Mei 2018 lalu. Sesuai aturan, mestinya sejak sebulan dilantik, proses pengusulan Wabup sudah dilakukan koalisi.
Yang menarik La Bakry yang saat maju di Pilkada Buton berstatus sebagai Ketua PAN Buton, kini sudah pindah ke Partai Golkar. Otomatis, hak Golkar untuk mengusung kadernya di posisi 02 Buton sudah tertutup. Golkar sudah punya La Bakry di posisi Bupati.
Artinya, jatah 02 Buton kini berhak dimiliki PAN, Demokrat, PKS, PBB, Nasdem dan PKB. Partai-partai itu harus berembuk untuk mengusul dua nama dan diajukan ke DPRD. Nantinya, lewat rapat paripurna, anggota DPRD yang akan memilih satu dari dua usulan itu untuk selanjutnya ditetapkan oleh DPRD sebagai Wakil Bupati Buton.(B)