ZONASULTRA.COM, RUMBIA– Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara (Sultra) kini berstatus “sakit” parah. Faktor instalasi, kebocoran, tunggakan, hingga pelanggan ilegal menjadi pemicu, hingga perusahaan itu berkomitmen melakukan penertiban secara besar-besaran di tahun 2020 ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur PDAM Bombana Arman Zainuddin mengakui bahwa sakit yang dialami PDAM telah dirasakan sejak daerah masih bernaung di Kabupaten Buton hingga 16 tahun mekar sebagai daerah otonomi baru (DOB). Dia yang baru menjabat selama lima bulan di perusahaan itu harus terang-terangan atas kondisi tersebut.
” PDAM Bombana saat ini sakit parah, kalau diibaratkan dalam istilah medis, dari ruang ICU menuju ruang perawatan. Ini juga merupakan hasil audit dari BPKP Sultra sejak tahun 2018 yang mengklaim kualitas layanan perusahaan air minum belum maksimal dan bahkan sangat rendah dari yang diharapkan,” ungkap Arman di ruang kerjanya, Selasa (21/1/2020).
Arman menjelaskan beberapa kendala bahkan tantangan yang dihadapi atas pengelolaan air minum di daerah itu. Kata dia, proses instalasi atau pengaturan pipa perlu dibenahi lantaran seringnya terjadi kebocoran hampir setiap hari. Belum lagi soal debit air yang belum teruji laboratorium dan sering keruh, khususnya di wilayah Rumbia yang dialiri tiga sumber mata air.
“Kebocoran pipa itu karena kotoran, dan masih adanya pipa yang sudah puluhan tahun belum diganti. Lalu, sumber air juga ada tiga, tapi meskipun ada dua mata air yang dianggap cukup bersih, tapi mata air di Sangkona selalu keruh, makanya ini menjadi tantangan bagi kami,” bebernya.
Arman juga menyayangkan kebiasaan masyarakat yang hanya mementingkan listrik ketimbang air. Padahal air menjadi kebutuhan pokok yang harus diutamakan. Ia pun menyebut kesadaran masyarakat dalam menunaikan pembayaran air di Bombana hanya sekitar 60 hingga 70 persen dari total 8.000 pelanggan.
“Bayangkan saja, kalau listrik habis pasti kepepet bayar, tapi kalau air yang menjadi kebutuhan dasar terkadang diabaikan dan susah ditagih,” keluhnya.
Arman bahkan mengeluhkan adanya pelanggan ilegal yang kerap mencuri air PDAM. Ada yang beralasan telah memiliki sumur bor, namun faktanya malah mengambil air PDAM secara sembunyi. Meski begitu ia tak mau menyebut salah satu oknum pelanggan.
“Yang jelasnya ada maling air. Makanya kami sudah berkomitmen bersama pihak kepolisian, Satpol PP, dan instansi terkait untuk melakukan penertiban melalui sweeping meteran dalam waktu yang tidak terlalu lama,” tandasnya.
Kata Arman, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap hadirnya PDAM di daerah itu berdampak pula terhadap penilaian buruk dari tim audit. Mulai dari aspek keuangan, profitabilitas, pelayanan dari aspek operasi dan lainnya masih tergolong sangat rendah.
Dia menyebut sejak dikeluarkannya Peraturan Bupati (Perbup) Bombana nomor 66 tahun 2019 tentang penerapan tarif air minum, kinerja PDAM dapat meningkat di tahun 2020.
” Kalau di peraturan lama kami menerapkan tarif Rp 1. 500 per kubik, dan sejak keluarnya perbub baru ini sudah berubah dengan tarif Rp 2. 500 per kubik. Bagi yang menunggak sampai dua bulan dikenakan denda 20 ribu rupiah,” pungkasnya. (C)