Negara Indonesia ini memang menyimpan banyak hasil kekayaan alam yang cukup luar biasa. Sumber daya alam yang melimpah tersebut membuat banyak negara dan swasta tergiur untuk mengelolanya. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan tambang pun tak sedikit yang menimbulkan masalah.
Sebagaimana dilansir kumpara.com- warga Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara melakukan demonstrasi menolak masuknya tambang ke wilayah mereka. Karena mereka khawatir, hadirnya tambang akan menimbulkan masalah lingkungan maupun sosial.
Abaruddin, warga desa Roko-roko kecamatan Wawonii Tenggara, mengungkapkan bahwa setelah perusahaan tambang mulai beraktivitas, hubungan antar tetangga dan keluarga tidak harmonis. Itu dikarenakan dalam satu keluarga ada yang pro dan ada yang kontra.
Selain dampak sosial, dampak kerusakan lingkungan juga dirasakan sebagian warga disana. Adanya tambang mempengaruhi hasil perkebunan mereka. Pun juga kondisi pesisir pantai di Wawonii mulai tercemar akibat adanya tambang.
Sehingga konflik ini membuat salah satu Anggota DPR RI Umar Arsal tidak tinggal diam. Dia akan segera bicara dan mengkoordinasikan terkait persoalan tambang antara masyarakat Wawonii dan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) kepada mitra-mitra Komisi IV DPR RI. (Zonasultra.com,19/9/2019).
Adapun mitra Komisi IV di antaranya Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Perum Bulog.
Umar sangat menyayangkan aktivitas pertambangan di pulau kecil seperti Wawonii. Padahal, kata dia, perikanan dan petanian di sana cukup potensial untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pihaknya sudah menyampaikan ke Menteri LHK agar potensi-potensi kehutanan dan lingkugan hidup untuk tambang dibatasi.
Umar menegaskan bahwa semestinya pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota berkonsentrasi untuk menggarap perikanan dan kelautan, serta pertanian di Pulau Wawonii maupun Kabaena. Kata dia, pulau Wawonii dan Kabaena seharusnya dikawal penuh oleh pemerintah maupun legislatif.
Kapitalisasi Sumber Daya Alam
Tak dapat dipungkiri bahwa negeri ini memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang amat melimpah, dari mulai tambang gas, nikel, aspal, emas, batu bara, hasil laut dan lain sebagainya.
Namun, sumber daya alam tersebut tidak mampu untuk mensejahterakan rakyat negeri ini. Faktanya masih banyak kemiskinan menghiasi negeri ini, penganguran dimana-mana, impor selalu terjadi, utang luar negeri kian menumpuk, dan lain sebagainya.
Seyogianya apa yang dikatakan oleh Umar Arsal memang benar, dan lebih tepatnya pengelolaan sumber daya alam (SDA) harus dikelola oleh negara sendiri, bukan diserahkan kepada swasta. Namun apalah daya, hal ini terjadi akibat kesalahan pandagan dalam mengelola sumber daya alam tersebut. Dimana negara yang mengemban sistem kapitalis sekuler pasti tidak akan mampu memandirikan bangsanya, walaupun sejatinya negaranya merupakan negara yang amat kaya.
Sistem kapitalis sekuler yang berasas pada pemisahan agama dari kehidupan telah menjadikan SDA sebagai objek untuk meraup untung sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan. Negara dalam sistem ini memberikan kebebasan bagi siapa saja yang memiliki modal untuk mengelola SDA. Sehingga SDA dijadikan ladang bisnis bagi mereka para pemilik modal.
Negara dalam sistem ini juga hanya menjadi regulator semata, bahkan dia juga bertindak sebagai perusahaan yang menjadikan SDA sebagai sektor investasi maupun bisnis untuk meraup untung sebesar-besarnya demi kepentingan individual. Sehingga tak heran jika banyak masalah terjadi dalam pengelolaan SDA dalam sistem kapitalis ini. Baik masalah lingkungan maupun masalah pengelolaannya. Karena asas utamanya telah salah.
Pengelolaan SDA ala Islam
Islam hadir sebagai agama yang paripurna. Dia bukan hanya sekedar agama ritual semata, tetapi dia juga memiliki seperangkat aturan guna menyelesaikan segala problematika hidup umat manusia tanpa terkecuali masalah sumber daya alam (SDA).
Dalam Islam kekayaan alam /SDA adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.: “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api”. (HR Ibnu Majah).
Rasul juga bersabda, “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api “ (HR Ibnu Majah).
Terkait pendapat bahwa sumber daya alam milik umum, harus dikelola oleh negara yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada penuturan sebuah hadist riwayat Imam at-Turmizi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadis itu disebutkan bahwa Abyadh pernah meminta kepada Rasul untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul meluluskan permintaannya itu, akan tetapi segera diingatkan oleh seorang sahabat, Wahai Rasulullah, tahukah anda, apa yang anda berikan kepadanya? Sesungguhnya anda telah memberikan sesutau yang bagaikan air mengalir (mau al-iddu). Rasulullah kemudian bersabda tariklah tambang tersebut darinya.
Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Yang menjadi fokus dalam hadis tersebut tentu saja buka garam , melainkan tambangnya. Penarikan kembali pemberian Rasul kepada Abyadh adalah latar belakang hukum dari larangan atas sesuatu yang menjadi milik umum, termaksud dalam hal ini barang tambang yang kandungan sangat banyak untuk dimiliki individu.
Menurut konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam, barang-barang seperti minyak, gas, emas, nikel, hutan, laut dan sebagainya semuanya harus dalam menejemen negara, tidak dibenarkan untuk diprivatisasi. mengutip pendapat Ibn Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, mengatakan bahwa “barang-barang tambang adalah milik orang banyak meskipun diperoleh dari tanah hak milik khusus”. Karena itu, siapa saja yang menemukan barang tambang atau minyak bumi pada tanah miliknya tidak halal baginya untuk memilikinya dan barang tambang tersebut harus diberikan kepada negara untuk dikelola. Pendapatan dari pengelolaan hutan dan barang tambang, serta milik umum lainnya masuk ke dalam pos pendapatan negara dan dikembalikan kepada rakyat, apabila milik umum tidak dikembalikan, maka ini merupakan pengkhianatan, sebab berarti merampas harta dari pemilik yang sah.
Dalam Islam, negara menerapkan sistem ekonomi Islam menjamin kestabilan ekonomi dan ini mudah diwujudkan jika sistem ekonomi Islam diterapkan. Dengan memahami ketentuan syariat Islam atas status SDA dan bagaimana sistem pengelolaannya bisa di dapat dua keuntungan sekaligus yakni yang pertama, didapatnya sumber pemasukan bagi anggaran belanja negara yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan negara. Kedua diharapkan mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap utang luar negeri bagi pembiayaan pembangunan negara.
Pengelolaan tambang oleh negara pun pasti memperhatikan kelestarian lingkungan dan masyarakat sekitar. Negara tidak akan pernah membiarkan pengelolaan SDA tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan keresahan rakyatnya. Karena negara dalam Islam berpijak pada kesejahteraan rakyat secara hakiki. Wallahu A’alam Bisshawab.
Oleh : Siti Komariah, S. Pd. I
(Komunitas Peduli Umat Konda)