Pengembangan Dan Potensi Sayuran Organik Pada Masyarakat

371
Anita Indriasary
Anita Indriasary

Pertanian organik tidak dapat dipisahkan dengan dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial. Pertanian organik tidak hanya sebatas meniadakan penggunaan input sintetis, tetapi juga pemanfaatan sumber-sumberdaya alam secara berkelanjutan, produksi makanan sehat dan menghemat energi. Aspek ekonomi dapat berkelanjutan bila produksi pertaniannya mampu mencukupi kebutuhan dan memberikan pendapatan yang cukup bagi petani. Kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian menjadikan pertanian organik menarik perhatian baik di tingkat produsen maupun konsumen. Kebanyakan konsumen akan memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan sehingga mendorong meningkatnya permintaan produk organik.

Komoditas hortikultura merupakan sumber pendapatan bagi petani, hal ini dikarenakan komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi tinggi. Komoditas hortikultura mempunyai daya saing yang berupa nilai jual yang tinggi, jenis yang beragam, ketersediaan sumberdaya dan memiliki potensi pasar dalam negeri maupun internasional yang terus mengalami peningkatan. Ketersediaan komoditas hortikultura diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011). Tanaman sayuran merupakan sumber pangan yang mengandung vitamin, protein, mineral dan serat yang dibutuhkan tubuh manusia. Kesadaran masyarakat terhadap pola makan yang sehat semakin banyak dengan berbagai pilihan makanan organik.

Pola konsumsi masyarakat terhadap produk yang sehat dan ramah lingkungan untuk dikonsumsi disebut Green Consumerism. Green consumerism muncul dari kesadaran dan pembentukan preferensi individual terhadap produk yang ingin dikonsumsinya, meski produk yang diinginkan tidak sepenuhnya yang benar-benar “hijau”. Tetapi mampu mengurangi kerusakan yang ditimbulkan (Retnawati, 2011). Sayuran organik merupakan sumber pangan yang mengandung vitamin, protein, mineral, serat, karbohidrat, dan air yang sangat berguna bagi tubuh serta tidak mengandung senyawa beracun yang dapat mengganggu kesehatan manusia (Astuti, 2019). Masyarakat harus mengubah pola konsumsi dengan pola hidup sehat yaitu mengonsumsi sayuran organik yang berkualitas dan terbebas pestisida serta pupuk kimia.

Adanya kesadaran masyarakat dampak terhadap pestisida dan pupuk kimia sehingga mengubah pola konsumsi dari mengkonsumsi sayuran anorganik menjadi sayuran organik. Salah satu sarana pemasaran sayur organik adalah di swalayan, dikarenakan sayuran organik merupakan sayuran yang berkualitas tinggi sehingga memerlukan keamanan dan kesegaran sayuran organik yang terjamin melalui kemasan pada produknya. Walaupun harga yang dijual di swalayan cenderung mahal tetapi dengan adanya suatu prestise, kepraktisan, ketersediaan produk yang lebih bervariasi serta memberikan kenyamanan baik dalam pelayanan, kebersihan produk dan dapat menciptakan kepuasan tersendiri pada saat membeli suatu produk di swalayan (Astuti, 2019).

Perbedaan Sayuran Organik dan Non-Organik, Pada dasarnya, beda sayuran organik dan non-organik terletak pada bahan-bahan dan metode pengolahannya, yaitu: 1. Bibit Sayuran Berbeda, Bibit sayuran organik berasal dari bibit budidaya alami dan tidak menggunakan persilangan genetik seperti bibit sayuran non-organik. 2. Pemakaian Pupuk, Penggunaan pupuk pada sayuran organik memaksimalkan pupuk organik seperti pupuk kompos dan pupuk dari kotoran hewan. Sedangkan, sayuran non-organik biasanya menggunakan buatan dari bahan kimia, 3. Sayur Organik Tanpa Pestisida, Sayuran organik tidak menggunakan pestisida untuk membasmi hama seperti sayuran non-organik, tetapi lebih menggunakan zat alami, 4. Proses Menanam, Sayuran organik juga ditanam hanya dengan mengandalkan teknik berkebun sederhana, seperti siraman air yang tepat dan cahaya matahari yang memadai.

Pola hidup sehat yang akrab lingkungan telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non-alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis, dan hormon tumbuh dalam budi daya pertanian. Pola hidup sehat ini mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi, kandungan nutrisi tinggi dan ramah lingkungan. Muljaningsih (2011) menunjukkan bahwa di antara produk organik, sayur merupakan salah satu produk organik yang paling disukai konsumen setelah beras, artinya sayur dianggap sebagai salah satu kebutuhan utama sebagai bahan pangan. Konsumen juga mempunyai preferensi produk organik sebagai prestise karena harga produk organik yang relatif lebih mahal dibandingkan produk yang dihasilkan secara konvensional.

Pola tanam sayuran organik meliputi monokultur dan tumpang sari. Pola monokultur adalah pada satu hamparan terdapat satu jenis komoditas sayuran, sedangkan pola tumpang sari terdiri atas beberapa jenis komoditas sayuran dalam suatu hamparan tertentu. Pola tanam tumpangsari bertujuan agar penggunaan tiap bedengan lahan lebih efektif, untuk memutuskan siklus hama dan menghindari terjadinya kompetensi hara. Pola tanam secara tumpangsari disarankan memenuhi beberapa syarat yaitu jenis sayuran buah ditumpangsarikan dengan sayuran berdaun, sayuran umbi- umbian ditumpangsarikan dengan sayuran berdaun, tanaman sayuran berakar serabut ditumpangsarikan dengan tanaman sayuran berakar tunggal, tanaman sayuran yang berumur panjang (satu musim/tiga bulan) ditumpangsarikan dengan tanaman sayuran berumur pendek (tiga minggu), dan tanaman yang tahan naungan ditumpangsarikan dengan tanaman yang lebih tinggi.

Berdasarkan penelitian Afifi (2007), media cetak dan elektronik menjadi sumber informasi bagi sebagian konsumen untuk mengetahui tentang sayuran organik dan pasar sayur organik selain melalui pemilik kebun. Faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli sayuran organik dan menentukan lokasi pembelian ialah kemudahan mendapatkannya serta kualitas sayuran yang terjamin dan baik. Konsumen biasanya langsung membeli sayuran organik di kebun produsen atau di supermarket atau pasar swalayan. Produk sayuran organik masih berjumlah kecil sehingga dijual dan dipasarkan pada outlet atau pasar swalayan tertentu. Hal ini tidak semata- mata disebabkan oleh produktivitasnya yang rendah, tetapi juga karena permintaan yang terbatas sehingga pasar produk sayur organik ini merupakan niche market. Ada juga produsen sayuran organik yang memasarkan melalui kemitraan, sehingga kontinuitas pasar dapat terjaga dengan baik.

 

Penulis : Anita Indriasary (Mahasiswa S3 Ilmu Pertanian UHO)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini