ZONASULTRA.ID, KENDARI – Anggrek serat dengan nama ilmiah Dendrobium utile merupakan jenis flora yang jadi identitas Sulawesi Tenggara (Sultra) sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 1989 tentang Pedoman Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah.
Bunga yang dalam masyarakat lokal Tolaki disebut sorume ini memiliki nilai khusus karena dijadikan bahan baku pembuatan anyaman peralatan adat. Namun untuk pengembangannya belum ada, yang mana masyarakat masih mengandalkan hasil dari alam.
Salah seorang akademisi yang fokus pada pengembangan sorume adalah Sitti Aida Adha Taridala dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Halu Oleo (UHO). Melalui kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Tahun 2022 yang didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Sitti Aida sebagai ketua bersama anggota tim LPPM (Andi Septiana & Tresjia C Rakian) melatih Karang Taruna Woila di Kelurahan Woitombo Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) untuk dapat melakukan pengembangan anggrek serat melalui kultur jaringan.
Atas dukungan Kemendikbudristek pula, Tim PKM LPPM UHO juga menyerahkan satu unit laboratorium mini kultur jaringan untuk budi daya sorume ke Karang Taruna Woila pada 9 Oktober 2022 yang lalu. Unit laboratorium itu ditempatkan di SMAN 1 Mowewe, Koltim. Dalam acara penyerahan itu, tim juga melakukan pelatihan dan praktik secara langsung terhadap anggota karang taruna setempat dan beberapa siswa SMAN 1 Mowewe.
Dia menjelaskan satu unit lab itu sengaja ditempatkan di sekolah untuk menjamin keberlanjutannya. Sebab jika hanya diserahkan ke karang taruna, dia khawatir pemanfaatan lab akan kurang maksimal terutama jika peralatan lab ada yang rusak atau ada yang perlu diganti, apalagi karang taruna tidak punya dana untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatannya.
“Awalnya tidak ada rencana bermitra dengan sekolah, namun saya memikirkan keberlanjutan pemanfaatan dan pemeliharaan laboratorium tersebut. Alhamdulillah kami mendapatkan respon yang baik,” ujar Sitti Aida melalui WhatsApp, Minggu (16/10/2022).
Sitti Aida menjelaskan terdapat potensi sorume sebagai endemik Sultra yang hanya tumbuh di hutan di pegunungan Mowewe. Tanaman sorume masih tumbuh liar dan sangat sulit untuk mendapatkan benih dan anakannya (belum dibudidayakan).
Selama ini sorume dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku pembuatan aneka perlengkapan adat Tolaki. Pengrajin di Kabupaten Konawe hanya memiliki 1 sumber bahan baku, yaitu dari Mowewe (ketergantungan yang tinggi).
Kini dengan hadirnya teknologi kultur jaringan di SMAN 1 Mowewe dapat dimanfaatkan untuk pembibitan dan budidaya sorume. Laboratorium itu juga dapat dijadikan tempat pelatihan kultur jaringan.
Apa yang sudah dilakukan Tim akademisi LPPM UHO itu hanya langkah awal. Sebagai peneliti, Sitti Aida menargetkan pengembangan budi daya anggrek serat akan terus dilakukan hingga tahap aklimatisasi dan penanaman massal di masyarakat.
Sebagai informasi, sorume atau anggrek serat bernilai istimewa karena menjadi sumber penghidupan. Sedangkan bagi masyarakat suku Tolaki, anggrek itu disebut sebagai tanaman dewa. Saking tinggi kedudukannya, dahulu sorume hanya digunakan khusus sebagai penunjang ritual adat.
Di masa lalu, kayu-kayu penyusun bagian atas rumah istana raja juga menggunakan ikatan dari anggrek serat. Makanya ada istilah “Laika Sorume” yang artinya rumah yang diikat dengan anggrek serat.
Sorume umumnya tumbuh di atas-atas pohon. Persebarannya yang unik itu dimaknai khusus oleh masyarakat. Mereka menyebutnya tumbuhan para dewa yang populer dengan istilah ‘Sangia’.
Dahulu juga, hasil anyaman perajin berupa songkok sorume hanya digunakan oleh para bangsawan yang disebut dengan “anakia”. Warna kuning alami pada sorume memiliki makna kejayaan, disebut juga “bari sangia” yang artinya warna dewa.
Meskipun memiliki nilai penting di masyarakat, anggrek serat kini berada dalam ancaman kepunahan karena habitatnya yang kian menyempit. Para perajin bahkan harus menunggu berbulan-bulan demi mendapatkannya. (*)
Reporter: Muhamad Taslim Dalma