Janji Pantai Oro Binongko & La Promesse de Plage Chatelaillon
Pride sense tiba-tiba menubruk, dingin seperti angin musim panas meniup, membawa aroma mint dari Samudera Atlantik Utara ke lubang hidung, di pantai-pantai selatan Perancis. Di sini, di atas pasir la plage Chatelaillon, rasa bangga melebihi kecepatan kedipan mata, telah terbang puluhan ribu mil, mendarat di punggung pasir Pantai Oro, di desa Wali, Pulau Binongko, Wakatobi, Indonesia. Tempat puluhan, ratusan, bahkan mungkin kini ribuan tukik penyu hasil tangkaran sekelompok masyarakat, dilepaskan ke laut. (Chatelaillon Plage, 10 Juli 2018).
Bagaimana Pantai Oro yang terisolir di Pulau Binongko bisa begitu istimewa dari La Plage Chatelaillon ini? Apakah karena ilusi cinta tak pernah utuh dari seorang pemuda dalam puisi ‘Jangan rebah di pasir itu nanti kau jatuh cinta’? Apakah karena pantai itu indah? Tidak keduanya!
(Baca Juga : Penggalan Cerita dari Prancis (1))
Kata orang Eropa terlalu banyak pantai di sini, tidak mungkin kami akan pergi puluh ribu mil ke Asia dengan biaya mahal hanya untuk melihat pantai yang sama.
Dalam release delegasi Indonesia untuk pariwisata Wakatobi empat hari lalu, ditamsilkan: “Anda boleh jatuh cinta di belahan dunia manapun tetapi nanti di Wakatobi Indonesia baru Anda nyatakan cinta. Bukan dengan bunga, bukan dengan berlian, tetapi dengan tukik.”
Pantai Oro itulah yang dimaksud. Maka janji sebagai destinasi menyatakan cinta dengan tukik membuat Pantai Oro akan menciptakan perbedaan dari ratusan pantai Eropa.
Bagaimana Sebuah Janji Bekerja?
Begini, pantai atau la plage de Chatelaillon, yang berada 25 menit dengan kereta atau bus ke barat ibukota Kabupaten Charente Maritime, La Rochelle, France, adalah janji kota kecil Chatelaillon kepada target pasar wisatanya. Akan tetapi pantai sepanjang 3 kilo meter itu sangat sepi pengunjung pada awal pemerintah kota memulai promosi tahun 2001. Orang-orang berpikir, pantai hanyalah tempat berjemur. Wisatawan yang tidak suka berjemur tidak datang.
Kepala kantor pariwisata kota memikirkan skenario lain di pantai. Cara membuat orang tak mau berjemur bisa datang.
Mereka mulai dari olah raga, mendirikan arena olah raga pantai yang terjangkau, misalnya rugbi, bola. Memulai dari yang mudah. Hasilnya para penggemar olah raga berangsur mengunjungi pantai. Mereka memiliki data yang baik tentang wisatawan yang membawa anak ke pantai. Maka mereka menambahkan fasilitas permainan anak-anak. Peralatan bermain istana pasir, dan wahana lainnya dibangun. Tanda-tanda khusus dibuat untuk memberi kemudahan dan kesan pantai ramah anak sekaligus menghibur anak-anak.
Tiang-tiang setinggi 3-4 meter dipasangi lukisan hewan seperti kucing, singa dan lain-lain di puncaknya, didirikan setiap sekian puluh meter. Itu tanda, alat komunikasi visual yang mudah ditangkap anak-anak apabila terpisah dari orang tua. Pada kasus seperti ini, penjaga pantai tinggal memandu anak, menunjukkan di tiang bertanda hewan apa orang tuanya berada. Inovasi-inovasi itu makin mengangkat citra pantai.
Tahun-tahun selanjutnya, pemerintah kota menambahkan kegiatan budaya. Pertunjukan musik digelar di pantai, perpustakaan, dan membuat lapangan pacuan kuda.
Untuk memperkaya khasanah pantai, pihak swasata diundang mendandani (tanpa membongkar) rumah-rumah tua menjadi hotel, spa tallaso (spa air laut), restoran, dan menyediakan kolam renang. Sebuah kasino kecil bahkan hadir untuk para bapak yang tidak suka berjemur atau bermaim bola dan spa. Akan tetapi memiliki pilihan saat menemani keluarga ke pantai, paling tidak sampai waktu makan siang tiba, sehingga restoran-restoran terisi.
Janji la plage Chatelaillon adalah pantai sebagai bahan termanfaatkan oleh aneka selera konsumen.
Kini kota dengan penduduk 5000 jiwa ini dikunjungi 30 ribu turis sebulan. Sumber dari kantor pariwisata menyebut industri wisata menyumbang sekitar 1,8 miliar euro setahun. Transaksi perhari bisa sampai 63 juta euro.
Tentu Pantai Oro dengan janji utama sebagai tempat menyatakan cinta dengan tukik tidak sedahsyat tamu Chatelaillon Plage, tetapi pesan menggetarkan.
Tentu Pantai Oro dengan janji utama sebagai tempat menyatakan cinta dengan tukik tidak sedahsyat tamu Chatelaillon Plage, tetapi pesan menggetarkan dari pantai di Eropa ini adalah, semua rencana pemerintah itu berjalan karena pantai tetap milik pemerintah. Persis seperti aturan negara kita atau hukum adat kita, bahwa pantai milik umum, communal property right. Bukan milik swasta atau perorangan. Sesuatu yang akan mulai sulit terjadi pada beberapa tempat di Wakatobi selain Pantai Oro. Banyak pantai sudah dimiliki swasta, bahkan laut di depannya bebas direklamasi sejauh arah telunjuk yang mereka mau.
Kita jaga janji pantai seperti Pantai Oro kita. (*)
Oleh : Saleh Hanan
Penulis adalah peserta pelatihan Pembangunan Pariwisata utusan Sultra di Communauté D’agglomération de La Rochelle – Prancis tahun 2018.