Mahasiswa adalah suatu kaum intelektual yang terlahir dari suatu organisasi akademis yang dituntut untuk menjadi suatu problem solver dalam setiap permasalahan yang dialami bangsa. Kapasitas intelektual yang melekat padanya, Mahasiswa secara etis mendapat tanggung jawab sebagai agen of change dan agen of social control yang menjadi suatu bagian terpenting dalam sejarah perkembangan bangsa dalam mengarungi setiap masalah yang ada. Sifat ideal, kritis, analitis, bertanggungjawab yang melekat pada seorang intelektualis Mahasiswa merupakan modal besar untuk menciptakan kontrol dan perubahan bangsa Indonesia.
Dalam Sejarah bangsa ini terbukti bahwa perjuangan Mahasiswa dalam memerangi ketidak adilan dimulai dari kebangkitan Bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda untuk merebut kemerdekaan, kemudian era pemerintahan Presiden Soekarno yang memanas pada tahun 1966 Mahasiswa tampil ke depan memberikan semangat bagi pelaksanaan Tritura yang akhirnya melahirkan Orde baru, berlanjut pula pada Orde Baru dengan merebaknya penyimpangan- penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Baru, mahasiswa kembali mempelopori perubahan yang kemudian melahirkan Era Reformasi, Hingga kemudian hari inipun kita masih menyaksikan eksistensi mahasiswa dalam memerangi ketidakadilan di negeri ini.
Terkait dengan isu pemberantasan korupsi di bangsa ini, peran Mahasiswa sangat diperlukan sebab korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang sedang mewabah dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang membutuhkan penanganan masif, disisi lain kedudukan mahasiswa dengan segala sifat ideal yang dimilikinya menjadi faktor pendukung tersendiri dalam menciptakan struktur dan kultur anti korupsi.
Menurut Wibowo dan Puspito (2011), keterlibatan mahasiswa dalam suatu gerakan anti korupsi dapat dibedakan menjadi empat wilayah, yaitu di lingkungan keluarga, lingkungan kampus, masyarakat sekitar, dan tingkat lokal/nasional.
Lingkungan keluarga dipercaya dapat menjadi tolak ukur yang pertama dan utama bagi mahasiswa untuk menguji apakah proses internalisasi antikorupsi di dalam diri mereka sudah terjadi, hal ini bermula dari budaya ketidak jujuran, kemalasan, serta hal-hal yang dianggap kecil dan sepele namun notabene sebenarnya budaya itu dimulai dari sini.
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan antikorupsi di lingkungan kampus dimulai dari pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa harus mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari perbuatan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi dimulai dari awal masuk perkuliahan.
Pada masa ini merupakan masa penerimaan mahasiswa, dimana mahasiswa diharapkan dapat mengkritisi kebijakan internal kampus dan sekaligus melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Di samping itu, mahasiswa melakukan kontrol terhadap jalannya penerimaan mahasiswa baru dan melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang atas penyelewengan yang ada. Selain itu, mahasiswa juga melakukan upaya edukasi terhadap rekan-rekannya ataupun calon mahasiswa untuk menghindari adanya praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses penerimaan mahasiswa. Selanjutnya adalah pada proses perkuliahan.
Dalam masa ini, perlu penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara yang curang. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membentengi diri dari rasa malas belajar. Hal krusial lain dalam masa ini adalah masalah penggunaan dana yang ada dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya investigatif berupa melakukan kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban realisasi penerimaan dan pengeluarannya.
Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap anti korupsi dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi, dialog. Selain itu media berupa lomba-lomba karya ilmiah pemberantasan korupsi ataupun melalui bahasa seni baik lukisan, drama, dan lain-lain juga dapat dimanfaatkan juga. Selanjutnya pada tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa ini mahasiswa memperoleh gelar kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar secara formal. Mahasiswa harus memahami bahwa gelar kesarjanaan yang diemban memiliki konsekuensi berupa tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya melalui jalan pintas.
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di masyarakat dan di tingkat lokal/nasional terkait dengan status mahasiswa sebagai seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lainnya, hal ini bisa menjadi bagaikan pisau yang bermata dua, di satu sisi mahasiswa mampu mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk bertindak atas ketidakadilan sistem termasuk didalamnya tindakan penyelewengan jabatan dan korupsi sedangkan di sisi yang lain, mahasiswa merupakan faktor penekan bagi penegakan hukum bagi pelaku korupsi serta pengawal bagi terciptanya kebijakan publik yang berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak.
Dari pengalaman Negara-negara lain yang dinilai sukses memerangi korupsi, segenap elemen bangsa dan masyarakat harus dilibatkan dalam upaya memerangi korupsi melalui cara-cara yang simultan. Upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa prinsip, antara lain memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi, upaya pencegahan, investigasi, serta edukasi dilakukan secara bersamaan, tindakan diarahkan terhadap suatu kegiatan dari hulu sampai hilir (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan aspek kuratifnya) dan meliputi berbagai elemen. Dari berbagai prinsip diatas posisi mahasiswa dengan segala keunggulannya dapat menempati semua bagian tanpa mengurangi peran yang dijalankan oleh para pegiat anti korupsi lainnya.
Dalam Perkembangannya secara faktual pemberantasan korupsi yang melibatkan mahasiswa secara umum telah menunjukan progres yang baik, semangat pemberantasan korupsi muncul dalam pergerakan parlemen jalanan, forum-forum ilmiah, organisasi-organisasi yang memang dibentuk dengan dilandasi oleh semangat pemberantasan korupsi. Munculnya gerakan-gerakan kritis mahasiswa terhadap isu-isu korupsi menjadi indikator bahwa semangat pemberantasan korupsi telah menggelora dalam dunia perjuangan mahasiswa.
Diharapkan semangat ini dapat terjaga dengan baik sebab banyak sekali yang menjadi tantangan dalam peran yang dijalankan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi ini, dimulai dari kekuatan kekuasaan, modal koruptor yang bisa saja menggeser idealisme perjuangan dari intelektual kultural ke arah politik pragmatis yang transaksional, budaya hedonisme dan konsumtif yang menyebabkan sikap acuh tak acuh dan membunuh nalar kritis, instrumen kebijakan kampus yang membatasi kebebasan berpendapat mahasiswa dan kurangnya perhatian, dukungan, kerjasama oleh pihak lain yang sebenarnya bisa bersinergi dengan perjuangan mahasiswa dalam memberantas korupsi serta faktor lain yang bisa saja mengikis semangat perjuangan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi.
Oleh : Muhammad Arbal
*penulis adalah mahasiswa UHO asal Kab. Muna