Puncak gunung yang berdiri kokoh ini, selain cerita legenda yang kini terus berkembang dan diyakini masyarakat tersebut, gunung yang memiliki ketinggian sekitar 1000 meter dari permukaan laut tersebu
Puncak gunung yang berdiri kokoh ini, selain cerita legenda yang kini terus berkembang dan diyakini masyarakat tersebut, gunung yang memiliki ketinggian sekitar 1000 meter dari permukaan laut tersebut juga diabadikan sebagai lambang daerah Konut dan disimbolkan sebagai kebesaran, kekokohan, kestabilan, keagungan dan keluhuran serta kemakmuran bagi kelangsungan hidup masyarakat.
Selain itu, Oheo juga dijadikan nama Kecamatan di daerah sekitar kaki gunung tersebut.
Oheo sendiri merupakan nama seorang petani dari cerita dongeng yang berkembang di masyarakat sekitar. Dimana dalam cerita tersebut Oheo membuka lahan pertanian dan menanam tebuh selalu dibuat kesal oleh burung nuri (jelmaan bidadari-red) yang memakan tanamannya.
Suatu ketika Oheo menelusuri ampas tebu tersebut, pandangan matanya pun berhenti ketika melihat tujuh bidadari yang hendak mandi di sungai, dengan terus mengendap pemuda Oheo tersebut mengambil pakaian salah satu dari mereka yang diletakkan di tepi sungai.
Ketika hendak kembali ke kahyangan, salah seorang yang paling bungsu yang dalam kisahnya disebut Anawangguluri tidak dapat lagi terbang, karena pakaiannya tidak kunjung ditemukan. Hingga Oheo pun menghampiri dan menawarkan pakaian. Singkat cerita Anawangguluri dan Oheo menikah dengan beberapa syarat yang diajukan sang bidadari.
Diperjalanannya, Oheo mengingkari semua janji yang diucapkan, sehingga Anawangguluri kecewa dan kembali ke kahyangan. Oheo yang menyesali perbuatannnyapun berusaha menjemput sang istri. Sehingga dengan menggunakan ue-wai (tumbuhan sejenis rotan) diapun sampai ke istana kahyangan.Untuk mendapatkan Anawangguluri kembali Oheo harus menaklukan semua tantangan yang diberikan dan diapun berhasil dan kembali ke daerah yang kini digenal sebagai Oheo.
Selain cerita mitos tersebut, hal lainnya misteri yang masih tersimpan adalah Gunung Oheo yang masih terjaga keperawanannya. Hingga saat ini belum ada satu pendakipun yang mampu mencapai puncak. Bahkan beberapa saat lalu, beberapa mahasiswa yang berasal dari Jawa tertantang untuk menaklukkannya, namun belum juga berhasil.
“Beberapa saat lalu ada pecinta alam asal Malang pernah mencoba berjalan beberapa jam tetapi harus kembali lagi. Menurut mereka GPS tidak bisa berfungsi dengan baik,” ujar Camat Oheo Sumiadin.
Salah seorang warga, Amran, menuturkan gunung Oheo sebenarnya tidak terlalu sulit untuk didaki, hanya saja untuk mencapai puncak kecuali tidak berdasarkan niat, melainkan hanya karena kebetulan.
“Dahulu, ada banyak pencari rotan yang mengaku pernah sampai ke puncak, tetapi karena mereka tersesat. Tetapi itupun kita belum mengetahui cerita itu benar atau tidak, yang jelas kalau berniat ke puncak hingga saat ini belum ada yang berhasil,” jelasnya..
Puncak Gunung Oheo sendiri berbentuk seperti bongkahan batu yang menjulang di atas pegunungan, konon di daerah tersebut masyarakat meyakini tersimpan potensi kekayaan alam.
Meski daerah Konut dikenal sebagai daerah yang dikelilingi pertambangan, namun di gunung Oheo ini masih tampak hijau, kendati demikian ada beberapa daerah yang sudah mulai ditanami sawit. Demikian juga hasil pertanian di daerah ini cukup melimpah, sebab memiliki tanah yang sangat subur. (Maul Gani)