ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Sebanyak 25 orang petani dan petugas penyuluh lapangan (PPL) di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) mendapat kesempatan untuk belajar memahami fenomena cuaca dan iklim di Sekolah Lapang Iklim (SLI) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Konawe Selatan (Konsel).
Kepala Stasiun Klimatologi Konsel, Aris Yunatas menjelaskan, dari data yang ada 70 persen masyarakat Kabupaten Konawe berprofesi sebagai petani, olehnya perlu diberikan perhatian dan pengetahuan lebih terhadap fenomena iklim yang bisa saja memberikan dampak bagi sektor pertanian.
Kata dia, BMKG memiliki tanggungjawab menyiapkan informasi iklim secara rutin, seperti analisis dan prakiraan hujan bulanan, kemarau, ketersediaan air tanah bulanan, serta tingkat kekeringan bulanan.
“Nah informasi seperti ini yang belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh petani dan PPL, sehingga kami membuka Sekolah Lapang Iklim ini dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada petani agar dampak negatifnya dapat kita minimalisir,” Kata Aris usai membuka kegiatan SLI di aula BPTP Konawe, Selasa (8/9/2020)
Selain Konawe, rencananya BMKG juga akan melaksanakan kegiatan serupa di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) dan Kota Kendari, hal ini dilakukan sebagai upaya lembaga pemberi informasi cuaca itu untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya petani dalam memanfaatkan informasi prakiraan cuaca demi mendapatkan hasil panen yang memadai.
Aris menyebut, dalam kegiatan sekolah lapangan ini, terdapat beberapa hal penting yang diberikan kepada peserta yakni unsur cuaca dan iklim, fenomena cuaca dan iklim, pengetahuan tentang cara mengetahui sifat hujan, dan cara menentukan awal musim hingga panjang musim.
Aris berharap agar kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya petani dalam menghadapi ancaman cuaca ekstrim yang bisa saja melanda. Selain itu dengan keterbukaan dan ketersediaan informasi yang disiapkan oleh BMKG, masyarakat dapat memahami fenomena cuaca dan iklim.
Sementara itu, salah seorang peserta, Gede Sujana mengaku sangat terbantu dengan adanya sekolah lapang iklim ini. Selama ini, ia dan petani lainnya hanya bermodalkan kebiasaan cuaca tahun sebelumnya sebagai acuan untuk memulai proses penanaman, sehingga kondisi cuaca yang kadang tidak sesuai prediksi mengakibatkan kurangnya hasil panen yang didapatkan.
“Selama ini kami hanya mengandalkan prediksi cuaca tahun sebelumnya. Kalau mengacu prediksi tahun lalu, saat ini harusnya sudah musim panas, tapi faktanya tidak. Kami ini petani holtikultura seperti cabai dan tanaman lainnya yang kita tau sangat bergantung pada kondisi cuaca,” ujarnya.
Gede berharap agar kegiatan SLI ini dapat dilakukan setiap tahunnya agar lebih banyak masyarakat yang mengetahui membaca pola cuaca demi mengurangi potensi gagal panen akibat anomali cuaca yang tidak menentu.
Sekolah Lapang Iklim ini rencananya akab dilaksanakan selama satu hari, dengan melibatkan narasumber dari BMKG Pusat, Balai Pertanian dan Holtikultura Sulawesi Tenggara (Sultra), serta narasumber lain yang memiliki keilmuan dan kompetensi di bidang pertanian dan prakiraan cuaca. (b)
Kontributor: Restu Tebara
Editor: Ilham Surahmin