ZONASULTRA.COM, TIRAWUTA – Tahun 2020, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara bakal melaksanakan pesta demokrasi pemilihan bupati dan wakil bupati. Kabupaten Koltim merupakan satu diantara tujuh kabupaten lainnya yang melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020.
Ketua Presidium lembaga non pemerintahan Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kabupaten Koltim, Adly Yusuf Saepi mengatakan, keterlibatan seorang Aparat Sipil Negera (ASN) bisa saja terjadi menjelang pemilihan kepala daerah di Kabupaten Koltim memungkinkan terjadi. Apalagi, berdasarkan temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Koltim bahwa pada pemilu 2019, terdapat 22 ASN di Koltim yang diduga melakukan aktifitas ‘berbau politik’.
Baca Juga : Pilkada Koltim 2020, KPU Harap Media Massa Tetap Independen
“Keharusan ASN untuk netral dalam pemilu maupun pilkada adalah sebuah keniscayaan yang tdk bisa ditawar-tawar lagi. Hal itu tegas diatur dalam UU No.10/2016 tentang pilkada maupun dalam UU No.5/2014 tentang ASN, serta peraturan turunannya sebagaimana dalam PP No.11/2017 tentang manajemen ASN, PP 53/2010 tentang disiplin PNS, dan dipertegas lagi dalam peraturan Kepala BKN No.21/2010 tentang ketentuan pelaksanaan PP 53/2010,”katanya.
Menurut mantan Komisioner KPU Koltim ini, setiap ASN tidak boleh berpihak kepada kepentingan pasangan baik berstatus bakal calon (balon) ataupun sudah resmi menjadi pasangan calon kelak. Setiap ASN tidak terkontaminasi dari segala bentuk pengaruh manapun.
“Regulasi larangan keterlibatan ASN dalam pemilu sudah begitu jelas. Baik yang bersumber dari UU pemilu, UU Pilkada maupun UU ASN itu sendiri,”ujar Adly.
Mengukur netralitas seorang ASN diproses Pilkada 2020 bukanlah perkara mudah. Sebagai lembaga yang diberi mandat, pihak Bawaslu harus mampu melakukan pengawasan ekstra ketat. Mampu berdiri diatas aturan secara maksimal, sehingga bisa menekan keterlibatan ASN terhadap calon tertentu dapat diminimalisir.
Sementara itu, Sekretaris JaDI Koltim, Asri Alam Andi Baso menyatakan, aturan yang mengikat tentang netralitas seorang ASN dalam pemilu sudah sangat jelas dan tegas.
“Kalau ada ASN yang melanggar karena tidak netral kemudian berdalih tidak tahu aturan, maka saya katakan bahwa itu hanya pura-pura saja. ASN sebagai pelayan masyarakat harus netral agar dapat memperlakukan siapapun secara adil. Jangan mau terlibat atau dilibatkan dalam politik praktis,”jelasnya.
Diungkapkan, persoalan netralitas ASN sebenarnya sudah menjadi issue klasik yang selalu berulang-ulang dalam setiap ivent pemilihan. Terlebih lagi dalam pilkada, dimana biasanya ada calon petahana yang seringkali menyeret-nyeret dan melibatkan ASN untuk kepentingan politik praktisnya.
Baca Juga : Dana Pilkada Koltim Naik Hingga Rp 31 Miliar
“Masalah tersebut tentu menjadi problem dan tantangan dalam rangka penguatan proses berdemokrasi. Khususnya bagi penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang untuk menegakkan keadilan pemilu,”ucap mantan komisioner KPU Koltim ini pula.
Meskipun dimandatkan dalam Undang-Undang tetapi tanggung jawab tersebut tidak hanya diserahkan sepenuhnya kepada Bawaslu, namun menjadi tanggungjawab moral pula oleh seluruh stakeholder guna mengawal proses demokrasi yang sehat dan berintegritas.
Asri berharap, ASN secara personal harus mempunyai kesadaran untuk tidak melibatkan diri dalam politik praktis. Begitupun masyarakat dan cipil society harus berperan serta lebih aktif. Jangan ragu melapor di Bawaslu apabila menemukan oknum ASN yang melanggar.(A)
Kontributor : Samrul
Editor: Abd Saban