Sapi perah merupakan salah satu hewan ternak yang memiliki peran sangat vital bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa sapi merupakan hewan ternak yang semua organ tubuhnya bisa diambil manfaatnya, mulai dari daging, kulit, bahkan kotorannya pun bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Khusus sapi perah dibudidayakan untuk diperah susunya yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat. Utamanya para balita yang sangat bermanfaat bagi tumbuh kembangnya.
Kandungan nutrisi dari susu sapi juga tidak perlu diragukan lagi. Berdasarkan penelitian dari Nestle,
setiap susu sapi murni dan hasil olahannya memiliki kandungan nutrisi yang berbeda tergantung siapa konsumennya. Diantaranya adalah
Susu Murni
Sebelum susu sapi diolah menjadi beberapa jenis, biasanya susu ini dihidangkan langsung alias masih dalam keadaan segar. Aglaee Jacob, nutrisionis asal Kanada memaparkan kandungan gizi dari susu sapi segar atau murni. Minuman ini mengandung 31% kebutuhan vitamin D harian dalam tubuh. Susu sapi murni juga mengandung 149 kalori dengan rincian 7,9 gram lemak, 7,7 gram protein, 11,7 gram karbohidrat dan bebas serat. Kalsium dalam susu sapi murni sebanyak 276 mg dan 8 % kebutuhan vitamin A harian.
Susu Rendah Lemak
Hasil olahan susu murni memunculkan jenis susu sapi yang rendah lemak. Sesuai dengan namanya, proses yang dilakukan, yaitu untuk mengurangi lemak dalam minuman ini. Susu rendah lemak sebanyak 250 mL menurut Aglaee mengandung 122 kalori. Dari jumlah ini dapat ditemukan lemak sebanyak 4,8 gram, 8,1 gram protein, 11,7 gram karbohidrat dan serat tidak ditemukan sama halnya dalam susu murni. Susu sapi jenis ini juga menyumbangkan kalsium 305 mg, 10% kebutuhan vitamin A harian dan 29% kebutuhan vitamin D harian.
Susu Skim
Ada lagi susu skim yang lebih rendah kandungan lemaknya. Tingginya kebutuhan untuk menjalani hidup sehat membuat kebutuhan susu skim meningkat. Susu skim biasanya dikonsumsi oleh orang-orang yang sedang menjalani diet lemak. Menurut Aglaee segelas susu skim dengan ukuran 250 mL mengandung 83 kalori dengan rincian 0,2 gram lemak, 8,3 gram protein, 12,2 gram karbohidrat dan nol serat. Susu skim memiliki kandungan kalsium sebanyak 299 mg, 10% kebutuhan vitamin A harian dan 29% kebutuhan vitamin D harian.
Susu Coklat
Varian susu yang satu ini tampaknya yang paling banyak digemari, terutama pada anak-anak. Tambahan coklat dalam susu ini membuat jumlah kalori meningkat menjadi 158 kalori per 250 mL. Dalam susu ini tersimpan 2,5 gram lemak, 8,1 gram protein, 26,1 gram karbohidrat, 24,9 gram gula dan serat sebanyak 1,3 gram. Susu coklat menyumbangkan 290 mg kalsium, 10% vitamin A harian dan 29% kebutuhan vitamin D bagi tubuh.
Melihat begitu krusialnya kandungan nutrisi susu sapi bagi manusia, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia ini harus bisa memenuhi kebutuhan susu sapi bagi penduduknya. Pada tahun 2018, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa hanya ada 33 perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia. Dimana hanya tersebar di tiga provinsi di pulau Jawa, diantaranya Jawa Barat 10 perusahaan, Jawa Tengah 8 perusahaan, Jawa Timur 9 perusahaan, dan 6 perusahaan lainnya tersebar di selain tiga provinsi tersebut. Jika dirunut dari tahun 2015, jumlah perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia selalu mengalami penurunan. Yakni berjumlah 36 perusahaan pada tahun 2015, menjadi 35 perusahaan pada tahun 2016, selanjutnya menjadi 34 perusahaan pada tahun berikutnya, hingga 33 perusahaan pada tahun 2018.
Dari 33 perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia, hanya satu perusahaan yang mengusahakan pembibitan sapi perah, perusahaan itu terletak di provinsi Jawa Timur. Bisa kita bayangkan, jika terjadi misalkan kerugian pada satu-satunya perusahaan pembibitan sapi perah di Indonesia tersebut. Tentu penyediaan stok susu sapi dalam negeri akan mengalami hambatan. Dan pemerintah pasti akan mengambil langkah impor bibit sapi perah atau impor susu sapi sebagai jalan pintas untuk menutupi stok susu sapi dalam negeri. Tentu bergantung pada impor adalah hal yang sangat tidak kita inginkan. Oleh karena itu, pemerintah harus menambah jumlah perusahaan pembibitan sapi perah di Indonesia. Minimal satu perusahaan di setiap pulau besar di Indonesia. Hal ini juga untuk memangkas biaya kirim susu sapi ke luar wilayah.
Stok sapi perah pada akhir tahun 2018 adalah 45.053 ekor, dengan rata-rata penguasaan 1.365 ekor per perusahaan atau naik 182 ekor per perusahaan bila dibandingkan tahun 2017. Berdasarkan jenis kelamin, sapi perah yang diusahakan 91,81% berjenis kelamin betina sedangkan sisanya berjenis kelamin jantan. Populasi sapi perah betina pada 31 Desember 2018 sebanyak 41.363 ekor. Menurut kelompok produktivitas, 33,36% dari populasi sapi perah betina diantaranya belum berproduksi, 62,42% sedang berproduksi/laktasi, 3,96% sedang dalam keadaan kering dan 0,26% sudah tidak berproduksi lagi.
Produksi susu segar selama tahun 2018 sebanyak 132,36 juta liter atau 4,01 juta liter per perusahaan. Produksi susu tersebut naik 0,11% dari tahun 2017. Total pendapatan seluruh perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia selama tahun 2018 mencapai 1,01 triliun rupiah dengan pengeluaran mencapai 421,35 miliar rupiah. Proporsi terbesar dalam biaya produksi perusahaan sapi perah adalah untuk pakan ternak (64,66%), diikuti oleh pengeluaran lainnya (12,18%), upah dan gaji (11,76%), listrik dan air (4,29%), bahan bakar dan pelumas (3,80%), serta obat-obatan (3,31%). Jumlah pekerja selama tahun 2018 sebanyak 1.327 orang, yang terdiri atas 1.132 orang pekerja tetap dan 195 orang pekerja honorer.
Pemerintah seharusnya lebih memaksimalkan lagi potensi sapi perah di Indonesia. Dengan menambah lagi perusahaan peternakan sapi perah dan melakukan sosialisasi kepada peternak sapi perah yang sudah ada. Kemudian mengirim para peternak ke luar negeri untuk studi banding peternakan sapi perah. Dengan harapan bisa memajukan peternakan sapi perah dalam negeri. Negara yang bisa menjadi tujuan salah satunya adalah Selandia Baru. Di Selandia Baru juga tinggal orang Indonesia yang sudah berhasil membudidayakan sapi perah, hal ini juga bisa menjadi salah satu pemicu para peternak sapi perah di Indonesia. Kemudian sosialisasi juga harus ditambah kepada para konsumen sapi perah dengan tujuan memperbaiki pasar dalam negeri.
Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST.
Penulis merupakan Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.