ZONASULTRA.COM, KENDARI – PT Wanagon Anoa Indonesia (WAI) dituding melakukan sejumlah pelanggaran hukum dalam melakukan aktivitas pertambangan di Konawe Utara (konut). PT WAI disebut memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di atas lahan seluas 111 hektar di Kecamatan Molawe, Konut.
Hal itu disuarakan oleh sejumlah massa yang tergabung dalam Front Pemuda Konawe Utara (FPKU) dengan berdemonstrasi di DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Kamis (28/3/2019). FPKU meminta DPRD Sultra untuk memanggil PT WAI dan pihak terkait karena adanya indikasi menambang secara ilegal (illegal mining). Selain itu, FPKU mendesak agar PT WAI menghentikan aktivitas pertambangan di Molawe.
Koordinator FPKU Budianto mengatakan PT WAI telah dihentikan operasinya oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 225 tahun 2014. Dalam putusan MA itu ada 11 perusahaan yang dinyatakan beroperasi di atas IUP PT Antam sehingga 11 perusahaan itu dihentikan, termasuk PT WAI.
“Dari tahun 2014 mereka terus melakukan kegiatan pengiriman ore nikel Yang kami lihat dengan kasat mata, mereka melakukan pengiriman ore sudah 7 kali, terakhir minggu lalu mereka melakukan pengiriman ore di Virtue Dragon (industri pemurnian nikel di Morosi, Konawe) ,” ujar Budianto.
(Baca Juga : Ruksamin Prihatin, Konut Tergerus Tambang, Masyarakat Hanya Makan Debu)
Lanjut dia, dalam melakukan penjualan ore PT WAI diduga menggunakan dokumen perusahaan lain. Sebab bila menggunakan dokumen PT WAI maka tidak bisa mendapatkan Surat Izin Berlayar (SIB) karena IUP-nya masuk dalam wilayah IUP PT Antam. Olehnya penjualan ore nikel itu dianggap perbuatan melawan hukum.
Budianto juga menyebut PT WAI diduga tidak memiliki laporan studi kelayakan IUP Operasi Produksi sebagaimana yang diatur dalam tahapan pertambangan sesuai sesuai Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.
Aksi demonstrasi dari FPKU itu diterima langsung oleh satu anggota DPRD Sultra yakni Akalim. Dalam penjelasannya, Akalim bersedia menampung aspirasi para demonstran dan akan dibahas kembali bersama anggota DPRD yang lain.
“Jadwal RDP (rapat dengar pendapat) soal aspirasi ini dengan pihak pihak terkait masih perlu dijadwalkan apakah setelah pemilu (17 April 2019) atau sebelum pemilu. Masih perlu dikoordinasikan dengan anggota DPRD yang lain sebab mereka masih sibuk menghadapi pemilu,” ujar Akalim.
Terkait tudingan FPKU tersebut, belum ada yang dapat dikonfirmasi dari pihak PT WAI. Salah satu petinggi PT WAI bernama Mustari yang dihubungi melalui Whatsapp tidak merespon chat yang dikirimkan.