ZONASULTRA.COM, RUMBIA – Rapat konsultasi (Rakon) publik studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) terkait rencana pembangunan pabrik smelter PT Artha Mining Industri (AMI) di Desa Liano, Kecamatan Mata Oleo, Kabupaten Bombana, Sabtu (26/5/2018) tuai protes warga.
Warga menduga rakon tersebut tidak sesuai prosedur yang ada. Di mana, pihak perusahaan maupun pemerintah kecamatan dan desa di wilayah itu tak pernah melakukan sosialisasi pembahasan lahan secara formal yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Asri, salah seorang pemuda warga Mata Oleo mengatakan, ada unsur tidak transparan dari pemda maupun perusahaan dalam rencana pembangunan smelter PT AMI. Mulai dari mekanisme pembelian lahan warga yang tak kunjung disampaikan melalui sosialisasi awal, hingga ketidaktransparan perusahaan maupun pemerintah dalam aspek penetapan harga lahan.
“Kami heran, kenapa tiba-tiba saja pihak perusahaan maupun pemda melakukan sosialisasi amdal. Semestinya ada sosialisasi awal yang dilakukan agar kami tahu perusahaannya darimana dan substansi dari pembelian lahan yang semestinya. Kami tidak sepakat atas rencana pembangunan perusahaan itu karena kami merasa dibodohi,” kata Asri usai rakon.
Lanjut Asri, semestinya perusahaan dan pemda bisa mengikuti aturan dalam merencanakan pembangunan. Ia juga menyesalkan atas tidak mampunya perusahaan menunjukkan bukti transaksi pembelian tanah warga.
“Meskipun Mata Oleo masuk dalam kawasan industri berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2013, bukan berarti pemerintah seenaknya mengizinkan perusahaan masuk di sini,” katanya.
Kritik lain dilontarkan Annas, pemuda di Desa Liano. Menurutnya pembangunan pabrik akan merusak mata pencaharian masyarakat Mata Oleo yang mayoritas petani dan nelayan. Kata dia, ekosistem laut akan terganggu limbah pabrik jika tak ada alternatif perusahaan dalam aspek pengelolaan limbahnya.
Sementara Camat Mata Oleo Silfatman mengaku jika pihaknya memang tidak melakukan sosialisasi awal kepada masyarakat. Kata dia, tidak ada niat dari pemerintah kecamatan maupun desa untuk merugikan masyarakat di daerah itu secara umum. Pihaknya tetap mengedepankan kebutuhan masyarakat melalui terbukanya peluang tenaga kerja lokal, khususnya warga Mata Oleo.
“Kami mendahulukan pembayaran tanah masyarakat. Setelah itu kami melangkah ke tahap selanjutnya yakni rakon amdal PT AMI,” kata Silfatman.
Jika smelter PT AMI berhasil dibangun di wilayah itu, maka ia berjanji akan senantiasa memperjuangkan hak-hak masyarakat yang ada di Mata Oleo. Sebab, hadirnya perusahaan itu dengan sendirinya mengurangi angka kemiskinan melalui ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat. (B)