ZONASULTRA.COM, KENDARI – Sejumlah akademisi dari berbagai latar belakang keilmuan mengkritik kebijakan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi yang ingin merenovasi kantor gubernur menjadi 17 lantai. Salah satu pertimbangan renovasi itu untuk mengenjot efektivitas dan semangat kerja para pegawai di lingkup Pemprov Sultra.
Saat ini renovasi kantor Gubernur Sultra sudah masuk dalam tahap perencanaan. Anggaran tahap awal sebesar Rp300 juta juga telah dimasukkan di APBD Perubahan (APBD-P) 2019.
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), Andi Awaluddin Ma’ruf mengatakan, korelasi antara peningkatan kinerja aparat dengan fasilitas kantor yang memadai merupakan salah satu indikator yang bisa menjadi ukuran kinerja pegawai. Namun, itu perlu dibuktikan dengan riset lebih dulu.
Baca Juga : Ali Mazi Bakal Renovasi Gedung Kantor Gubernur Jadi 17 Lantai
Pasalnya, bisa saja menurunnya kinerja ASN disebabkan faktor lain seperti insentif yang kurang serta pengawasan leadership kurang maksimal.
Menurutnya, dalam perspektif kebijakan seharusnya Ali Mazi mengutamakan lebih dulu janji politiknya yang dikemas dalam visi “Menuju Sultra Emas”. Emas sendiri merupakan singkatan dari Ekonomi, Maju, Aman, dan Sejahtera sehingga anggarannya bisa diarahkan pada visi tersebut.
Misalnya, pembangunan dan perbaikan infrastruktur jalan di Sultra. Itu lebih penting karena dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat, terutama bagi para petani yang ingin menjual hasil produksi ke sejumlah daerah di Sultra.
Sedangkan mendirikan mercusuar 17 lantai ini dianggap tidak akan memberikan dampak terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Belum lagi, pelayanan ASN di sekretariat daerah tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar publik. Sehingga, bisa dikatakan kinerja ASN yang berkantor di sana tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
“Jadi sebenarnya untuk keinginan Ali Mazi ini harus benar-benar dikaji lebih dulu berdasarkan riset benarkah yang menjadi pertimbangannya itu, sehingga politik anggaran bisa tepat sasaran. Jangan sampai juga ini tiba-tiba muncul dan bisa menimbulkan perspetikf yang tidak-tidak di masyarakat. Istilahnya ada kongkalikong,” katanya saat ditemui di ruang Dosen FISIP UMK, Rabu (4/9/2019).
Baca Juga : Ali Mazi Ingin Bangun Kantor 17 Lantai, Netizen Minta Perbaikan Jalan
Direktur Lembaga Kesejahteraan Sosial Indonesia Timur (LKSIT), Darmin Tuwu juga menganggap keinginan Politisi NasDem itu kurang tepat. Menurutnya gedung 17 lantai nantinya hanya menjadi simbol dan dinikmati oleh pegawai pemerintah provinsi. Sedangkan membangun infrastruktur bisa dinikmati oleh masyarakat luas, seperti jalan dan jembatan trans kabupaten provinsi dan infrastruktur vital lainnya.
“Tapi pikiran pemerintah kan beda dengan kita toh,” ujarnya melalui layanan WhatsApp akhir Agustus 2019 lalu.
Darmin mengatakan, pemerintah baiknya mengkaji ulang secara detail apa masalah dan kebutuhan mendesak (vital) yang dibutuhkan masyarakat saat ini.
Kemudian untuk kemajuan daerah, paling penting pemerintah harus mampu mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Dosen FISIP UHO ini juga menegaskan bahwa saat ini masyarakat masih fokus pada pemenuhan basic needs (kebutuhan dasar) yaitu dapur masih berasap, jika sakit bisa berobat, bisa sekolah hingga jenjang pendidikan tinggi, lapangan kerja tersedia, dan harga kebutuhan pokok terjangkau.
Apabila kantor gubernur 17 lantai itu dianggap sebagai representasi Sultra yang sejahtera, kata Darmin itu adalah rencana yang bagus. Namun jika hanya simbol kemegahan, sementara masih banyak masalah sosial di masyarakat baginya itu hal yang kontradiktif.
Baca Juga : Ingin Bangun Kantor Gubernur 17 Lantai, Ridwan Bae Minta Ali Mazi Utamakan Infrastruktur Jalan
“Saya sebagai warga masyarakat sudah hampir 30 tahun jadi warga Kota Kendari tapi belum pernah pergi ke kantor gubernur. Saya kira masyarakat lainnya juga demikian,” ungkapnya.
Selain itu, Darmin menilai tidak ada kaitan antara gedung tinggi dan kualitas kinerja ASN. Itu hanya alasan pembenaran saja dan tidak logis.
Sementara Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBi) UMK, Syamsul Anam mengatakan, keinginan tersebut bisa saja diwujudkan. Namun perlu dikaji lebih dulu apa gedung 17 lantai itu sudah penting dan dibutuhkan atau belum.
Menurutnya membangun aneka macam infrastruktur publik itu juga dinilai baik, tapi harus didasari atas perencanaan yang matang, bukan sekadar menggugurkan kewajiban atau sekadar ingin berbeda.
Sehingga ia menekankan kepada pemerintah agar melakukan penguatan pada sektor prioritas Sultra seperti pertanian, tanaman pangan, peternakan, perkebunan, dan perikanan.
Pinjaman Dana
Untuk membangun sejumlah mega proyek yang masuk dalam program kerja Ali Mazi dan Lukman Abunawas, Pemprov Sultra akan mengajukan pinjaman dana ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp1,195 triliun.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra, Isma menjelaskan saat ini pihaknya tengah berkonsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemedagri) terkait rencana pinjaman tersebut.
Terkait proses pembayaran utang nantinya, Isma menjelaskan, akan dibayarkan menggunakan APBD Sultra melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Terlebih saat ini Pendapat Asli Daerah (PAD) Sultra mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Sistem pembayaran pun nantinya akan menggunakan sistem yang berdasarkan fisik pengerjaan proyek.
Menanggapi hal itu, Syamsul Anam menyebutkan idealnya melakukan pinjaman untuk membangun sesuatu yang economic spillover, khususnya bagi masyarakat.
Sedangkan Andi Awaluddin menilai bahwa salah satu dampak melakukan pinjaman ke PT SMI adalah kuota APBD yang diperuntukkan untuk beberapa sektor akan terpotong, misalnya kesehatan dan pendidikan, belum lagi PAD Sultra masih di bawah Rp1 triliun.
“Ya lebih baik meningkatkan PAD kita,” ungkapnya. (a)
Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati