Respon Kebijakan Kepala Daerah terhadap Pelemahan Rupiah

Respon Kebijakan Kepala Daerah terhadap Pelemahan Rupiah
Abdul Rahman Farisi

Mata uang Rupiah terus mengalami pelemahan (depresiasi) terhadap Dollar AS bahkan sudah melebihi ambang psikologis di atas Rp15.000/dollar AS. Secara ekonomi. Gejolak mata uang yang sifatnya jangka menengah dan panjang akan memiliki rangkaian dampak sistemik yang mesti diantisipasi oleh otoritas moneter dan otoritas fiskal. Antisipasi kebijakan berupa mitigasi risiko akan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian suatu negara dalam menghadapi krisis yang berasal dari sektor keuangan.

Saya akan lebih membahasnya dari sisi respon kebijakan yang bisa atau menjadi pemikiran untuk dilaksanakan para kepala daerah baik gubernur atau bupati/wali kota, walaupun selama ini cenderung lebih menjadi domain pemerintah pusat. Padahal ada ruang kosong atau formulasi kebijakan pemerintah daerah yang dapat mengambil peluang sekaligus memperkuat mitigasi risiko atas pelemahan matang uang rupiah.

Pengalaman penting dari krisis mata uang 98 adalah durian runtuh yang dinikmati para kelompok eksportir seperti yang dinikmati petani dan nelayan di Sulawesi Selatan, Tenggara, Barat dan daerah lainya. Sekaligus ini bisa menjadi hal serius yang bisa menjadi inspirasi para Gubernur untuk memperkuat dukungan kebijakan bagi Petani dan nelayan untuk meningkatkan produksi, harganya secara rupiah mengalami peningkatan sebagai rangkaian lanjutanya akan meningkatkan pendapatan Petani paralel dengan pelemahan mata uang rupiah. Para gubernur sudah memetakan mata rantai bisnis para petani/nelayan yang mengalami sumbatan atau masalah untuk kemudian menyusun rencana kerja kebijakan yang tepat dan cepat. Tanpa kebijakan yang cepat dan tepat peluangnya akan menguap, sekaligus bisa mejadi pelajaran berharga bahwa sektor pertanian dan perikanan adalah bisnis memiliki masa depan, sektor yang menentukan Bangsa yang memiliki pengaruh pada masa depan dengan menguasai 3F (food, fuel, finance).

Respon kebijakan yang kedua untuk Kepala Daerah adalah memperkuat mitigasi risiko dari pelemahan mata uang rupiah. Pelemahan mata uang rupiah tentu akan meningkatkan harga barang impor. Bila selama ini Para kepala Daerah sudah menjadi bagian dari Tim Pengendali Inflasi Daerah bersama Bank Indonesia, maka pelemahan mata uang juga bisa menjadi sumber inflasi (imported inflation). Kenaikan harga pangan impor, suku cadang mesin/peralatan tentu tidak mudah bagi para kepala daerah untuk merespon secara cepat dalam memformulasikan mitigasi risiko bagi rakyat di daerahnya. Mitigasi risiko yang cepat adalah bentuk mempercepat belanja barang dan jasa pemerintah daerah agar ekonomi rakyat mendapatkan injeksi untuk bergerak. Kebijakan fiskal menjadi penting ditengah kebijaka moneter yang agresif dalam merespon pelemahan mata uang rupiah, ibarat kapal dua mesin, mesin moneter sedang mengalami masalah maka mesin fiskal perlu optimal dalam menggerakan ekonomi untuk memastikan kesejahteraan rakyat tidak mengalami masalah yang serius atau jurang resesi menjadi lebih landai.

Kita membayangkan dalam waktu dekat para gubernur dan bupati/wali kota mempercepat proses belanja barang dan jasa termasuk dalam menyalurkan sejumlah BLT dengan berbagai skema, saatnya kas daerah dibuka untuk menjadi minyak bagi perekonomian yang terserap oleh respon kebijakan moneter akibat pelemahan mata uang rupiah. Kepala daerah jangan lagi menyimpan uang di kas daerah untuk menjadi Silpa tahun depan, saatnya dipergunakan untuk menjadi mitigasi risiko atas potensi menurunya kesejahteraan rakyat sebagai akibat pelemahan rupiah.


Oleh : Abdul Rahman Farisi,SE,MSE
(Fungsionaris Bapilu DPP Partai Golkar/Ekonom)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini