ZONASULTRA.COM, KENDARI – Sahabuddin tak pernah menyangka dirinya bisa lolos sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari. Calon anggota legislatif (Caleg) yang diusung Partai Golongan Karya (Karya) ini berhasil mengunci satu kursi di daerah pemilihan (dapil) I Kecamatan Mandonga-Puuwatu.
Berdasarkan hasil rekapitulasi perhitungan hasil perolehan suara yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Kendari, Budi, sapaan akrab Sahabuddin berhasil mengantongi suara tertinggi di antara semua caleg di partai beringin itu, yakni 1.138 suara. Ia dipastikan melenggang ke parlemen kota usai Partai Golkar mengunci kursi ke tujuh di dapil tersebut dengan raihan 3.609 suara.
Tak banyak yang tahu perjuangan Budi menduduki kursi empuk wakil rakyat tak semulus orang-orang yang memiliki garis keturunan bangsawan, priayi, ataupun pengusaha. Ia mulai meniti karirinya sebagai cleaning service sekaligus pelayan di Swalayan Surya pada tahun 2004.
Baca Juga : Enam Caleg Dapil 1 Kota Kendari Ini Melenggang ke DPRD Sultra
Saat itu, ayah satu anak ini masih berstatus sebagai mahasiswa semester akhir di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo Kendari. Rasa minder tak lepas dari diri Budi selama bekerja di swalayan yang terletak di Jalan Sam Ratulangi, Kelurahan Mandonga, Kecamatan Mandonga itu.
“Ada rasa minder dari diri sendiri, apalagi ketika saya mengepel, tiba-tiba datang teman satu kampus belanja di sini, tapi rasa itu saya tidak tonjolkan, saya simpan saja di hati. Jadikan motivasi saja,” ungkap Budi saat ditemui di ruang kerjanya di ruko dua lantai Swalayan Surya, Kamis (9/5/2019).
Menjadi cleaning service saat itu, Budi hanya menerima upah Rp400 ribu. Karena tak memiliki kendaraan ia juga harus berjalan kaki pergi dan pulang dari rumahnya di Kelurahan Tobuuha, Kecamatan Puuwatu ke toko yang menjual beragam pangan rumah tangga itu. Hal itu tak membuatnya patah arang.
Selama enam bulan berjalan kaki, akhirnya kesabaran dan keteguhan Budi berbuah manis. Ia lalu difasilitasi tempat tinggal (mess) oleh sang pemilik toko. Dan yang paling membuatnya bersyukur adalah ketika sang bos, Basri Bafadal memberi kepercayaan dirinya menduduki jabatan sebagai menejer swalayan pada 2010.
“Berselang 6 tahun saya kerja, alhamdulillah bos memberikan saya kepercayaan sebagai menejer. Mungkin pemilik toko melihat kinerja saya bagus. Sampai sekarang sudah hampir 9 tahun saya mengemban kepercayaan itu,” jelas Budi.
Budi memilih bekerja sebagai cleaning service di Swalayan Surya karena alasan yang sangat mendasar. Bisa dibilang ia banting setir dari dunia aktivis akibat trauma pascamendekam di penjara selama 4,5 bulan sebagai tahanan politk saat rezim Presiden Megawati Soekarno Putri sekitar tahun 2000.
Budi mengisahkan, saat itu ia sebagai aktivis kampus yang tergabung dalam organisasi eksternal kampus yakni Liga Mahasiswa Nasional Indonesia (LMND), bersama puluhan hingga ratusan mahasiswa melakukan demonstrasi perlawanan terhadap kepemimpinan Megawati. Hal itu merupakan imbas dari kerap kali naiknya bahan bakar minyak (BBM).
“Memang sejak mahasiswa saya masuk ke dunia politik, namun terhenti dari aktivitas politik karena gerakan politik PRD saat itu. Sebagai aktivis yang memperjuangkan apa yang menjadi keresahan masyarakat, karena BBM naik dua kali seminggu,” kisahnya.
Tergabung dalam Partai Rakyat Demokratik (PRD), Budi bersama enam orang rekannya paling getol menyuarakan penggulingan rezim Presiden Megawati saat itu. Sehingga keenamnya dicap sebagai pelaku makar. Hingga akhirnya mereka mendapatkan penjatuhan vonis dari pengadilan dengan penjara 4,5 bulan.
“Pascamenjalani vonis penjara, ada rasa trauma untuk berkegiatan politik. Jadi awalnya masuk di toko bagian Wuawua Jaya, menjaga toko kaset selama satu tahun setengah. Setelah itu saya keluar lalu masuk bekerja di Swalayan Surya. Saat itu masih mahasiswa semester akhir,” bebernya.
Berkat bekerja di Swayalan Surya, ia bisa menyelesaikan kuliah tahun 2007. Budi juga dibantu biaya studi oleh pemilik toko. Sementara penyusunan skripsi, ia mengaku dibantu oleh rekannya.
Kembali ke Dunia Politik
Budi kemudian masuk kembali ke dunia politik melalui partai berlambang pohon beringin saat terjadi konflik dualisme kepemimpinan Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono sekitar tahun 2016 lalu. Ia mengaku, memilih berlabuh ke partai yang saat ini dinahkodai oleh Airlangga Hartarto karena ketertarikan pada partai itu sejak lama.
“Saya banyak meneliti tentang Partai Golkar, bahkan skripsi S-1 saya di Universitas Halu Oleo tentang Partai Golkar. Jadi memang saya tertarik sejak lama. Saya merasa bisa mengembangkan dan membangun partai berlambang pohon beringin itu,” tegasnya.
Dua bulan sebagai kader, Budi kemudian dipercaya mengisi jabatan Wakil Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pengurus Dearah (DPD) I Golkar Kota Kendari. Karir politik menejer Swalayan Surya ini terbilang cukup sukses.
Dua tahun berikutnya ia diangkat menjadi Wakil Ketua Bidang Kaderisasi DPD Golkar Kendari. Awal 2018 Budi menjabat Sekretaris Partai Golkar Kendari sampai sekarang. Ia lalu memutuskan tampil sebagai caleg DPRD Kendari dengan mengambil nomor urut dua.
“Motivasi saya maju sebagai wakil rakyat karena saya melihat banyak masyarakat punya aspirasi yang kurang tersalurkan ke wakilnya. Sementara beberapa anggota DPRD juga kebanyakan datang ke masyarakat hanya lima tahun sekali,” cetusnya.
Memutuskan maju sebagai calon wakil rakyat ternyata bukan asal-asalan. Budi mengaku telah membangun basis-basis suara sejak pemilihan Wali Kota Kendari 2017 lalu. Sehingga, bersosialisasi dan berkampnye bukan hal yang sulit baginya.
Basis yang telah ia bangun itu terus dijaga dan dirawat hingga dua tahun menuju pemilihan calon anggota legislatif (Pilcaleg) 2019 ini. Maka pada akhirnya Budi berhasil terpilih merebut kursi parlemen Kota Lulo.
Budi mengalahkan Sekretaris Golkar Provinsi Sultra Muhammad Basri sebagai caleg nomor urut 1 di Golkar dapil Mandonga-Puuwatu yang hanya meraup 347 suara. Budi hanya bisa dikejar oleh caleg nomor urut 5 M Ridwan Zainal dengan perolehan 984 suara.
Setelah dilantik nanti, Budi mengaku tidak akan menjadi anggota legislatif yang hanya datang ke masyarakat lima tahun sekali, tetapi betul-betul menyerap aspirasi dari masyarakat bawah.
“Saya akan buktikan bahwa saya bukan caleg yang hanya akan datang 5 tahun ke depan. Jadi mari bersama-sama membangun, memang semua aspirasi harus kita serap dari bawah, bukan saat ada kegiatan aspirasi, justru kita yang menumpahkan aspirasi ke masyarakat,” tukasnya. (a)