ZONASULTRA.COM, KENDARI – Terdakwa kasus dugaan korupsi Bupati Buton Selatan (Busel) nonaktif Agus Feisal Hidayat menghadirkan saksi ahli pidana Profesor Adami Chazawi dalam persidangannya. Sidang itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari, Rabu (12/12/2018) dari siang hingga malam.
Adami menjelaskan tentang pasal 17 dan 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 tentang Uang Pengganti kepada negara karena kasus suap atau korupsi. Pasal itu tidak dimasukkan dalam dakwaan oleh jaksa penuntut umum KPK sejak awal.
Jaksa KPK diawal dakwaan memasukan pasal 12 Huruf a atau b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001. Namun di tengah persidangan jaksa KPK hendak memasukan dakwaan baru tentang uang pengganti sebagai pidana tambahan.
“Salahnya (jaksa) sendiri tidak memasukan sejak awal pidana tambahan itu. Secara formal memang dimungkinkan dan tidak dilarang oleh undang-undang, namun tidak logis,” ujar Adami yang merupakan pakar hukum pidana Universitas Brawijaya, dalam persidangan.
(Baca Juga : Sidang Lanjutan Agus, Saksi Ahli Jelaskan Tentang Uang Pengganti)
Yang melarang pidana tambahan uang pengganti di kasus Agus adalah kebiasaan yang wajar dalam kasus-kasus hukum. Olehnya kata Adami, tidak patut ada uang pengganti karena bertentangan dengan kebiasaan yang wajar.
Menanggapi hal itu jaksa KPK Joko mengatakan pendapat ahli yang demikian sah-sah saja sebab setiap ahli bisa saja berbeda-beda pendapat. Nanti tergantung hakim apakah mengikuti atau tidak pendapat yang telah dikemukakan ahli.
“Saksi ahli hari ini itu dihadirkan oleh pihak terdakwa. Berbeda dengan saksi ahli yang kita hadirkan pekan lalu (Herman) yang berpendapat boleh ada pidana tambahan uang pengganti,” ujar Joko usai persidangan.
Pada persidangan Rabu, 5 Desember 2018, ahli hukum pidana Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Herman mengatakan, walaupun uang pengganti tidak dimuat dalam surat dakwaan, tetapi bila dapat dipastikan bahwa yang diperoleh penerima suap adalah jelas berapa jumlahnya maka uang pengganti dapat ditambahkan dalam dakwaan.
(Baca Juga : Ini Kronologi OTT Bupati Busel, Ada Sandi Kori Dua Retong)
“Misalnya saya suap Anda, berapa anda terima atau peroleh, kalau Rp500 juta maka Rp500 juta itu seharusnya jadi uang pengganti,” ujar Herman.
Operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Agus Feisal terjadi pada 23 Mei 2018 lalu. Saat itu uang yang disita Rp200 juta dari ajudan Agus bernama La Ode Yusrin. Uang itu tidak disita dari tangan Agus.
Pengusaha Tony Kongres pada sidang 14 November 2018 mengakui bahwa uang Rp200 juta itu diberikannya kepada Agus sebagai fee proyek melalui perantara La Ode Yusrin. Namun Agus Feisal dalam beberapa kali sidang membantah adanya fee proyek. Sebab uang dari Tony dianggap sebagai pinjaman atau terhitung utang. (a)