ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Sejumlah penggiat pemilu yang tergabung dalam Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) mengecam tindakan kriminalisasi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mereka mengecam keras tindakan Oesman Sapta Odang (OSO) yang melaporkan komisioner KPU RI ke Polda Metro Jaya lantaran dianggap tidak menjalankan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mahkamah Agung, dan Pengadilan Tata Usaha Niaga yang memutuskan untuk memasukan nama OSO dalam daftar calon tetap (DCT) Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Pendiri Netgrit, Hadar Nafis Gumay meminta polisi bijak atas laporan terhadap komisoner KPU. Menurutnya pemilu bisa kacau balau karena penyelenggara pemilu terjerat hukum tanpa pertimbangan konstitusi sebelumnya.
“Saya khawatir betul pemilu kita akan berantakan di mana penyelenggaranya itu akan dijebloskan atas tindakannya yang sebetulnya itu tidak ada yang dilanggar,” kata Hadar di Media Center KPU RI, Jalan Imam Bonjol No.29 Menteng Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).
Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti menyatakan bahwa sebenarnya KPU menjadi korban dari kebijakan yang berbeda-beda. KPU seperti mengalami dilema dari putusan hukum yang satu sama lain saling bertabrakan. Uniknya KPU justru yang harus menanggung akibatnya.
“Kalau dia melaksanakan putusan PTUN dan Bawaslu misalnya, artinya sama dengan KPU mengabaikan putusan MK. Kalau seperti sekarang misalnya KPU bersikukuh mengamalkan putusan MK, KPU dianggap tidak melaksanakan putusan PTUN dan seterusnya,” papar Ray Rangkuti.
Ia menegaskan bahwa bukan salah KPU, melainkan efek dari aturan yang saling bertabrakan satu sama lain yang harus ditanggung KPU.
Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti memgamini hal yang sama. Bivitri menegaskan bahwa KPU hanya menjalankan amanah konstitusi. Tak sepantasnya OSO mengkriminalisasikan KPU ke Polda Metro Jaya.
Selain itu kriminalisasi KPU mengganggu jalannya penyelenggaran pemilu yang akan digelar 17 April mendatang. Bivitri mengimbau kepada politisi agar tidak mengganggu jalannya penyelenggaraan pemilu hanya untuk kepentingan pribadi.
“Kepada para politisi terkait, partai koalisi. Tolong dijaga pemilu 17 April nanti,” ujar Bivitri.
Selain ketiga lembaga di atas, hadir perwakilan JPPR, KIPP Indonesia, Perludem, LIMA Indonesia, PUSaKO, Kode Inisiatif, Rumah Kebangsaan, Save DPD Save Democracy, ICW, Formappi, Pukat UGM dan TEPI Indonesia. Mereka menyatakan sikap menolak kriminalisasi terhadap anggota KPU. (a)