ZONASULTRA.COM,KENDARI– Sepanjang tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menerima dua laporan dari warga Kota Kendari yang menjadi korban aplikasi kredit online ilegal.
Kepala Subbagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Ridhony M. H. Hutasoit menyebutkan dua warga tersebut datang ke kantor OJK di waktu berbeda, satu warga sebut saja R datang beberapa bulan lalu sedangkan yang satunya sebut saja S, Selasa (16/7/2019).
Mereka melapor secara lisan dan menceritakan kejadian yang menimpanya kepada staf layanan pengaduan OJK.
Dari laporan, dua wanita ini telah mendownload belasan aplikasi kredit online. Sayangnya indentitas keduanya dirahasikan.
“R merupakan wanita yang datang pertama, dia hanya menggunakan 4 aplikasi yang legal dan sisanya ilegal sekitar 13 karena dia sudah mendowload hingga 17 kali,” ungkap Ridho, Rabu (17/7/2019).
Sementara S mengaku juga telah mendownload sejumlah aplikasi kredit. Namun tidak disebutkan nama dan jumlah aplikasinya, dia hanya meminta daftar aplikasi fintech yang legal dari OJK. Sehingga tidak banyak data yang berhasil diterima pihaknya.
(Baca Juga : Waspada, Dua Investasi Merugikan Marak di Wakatobi)
Dari pengakuan R, bahwa empat kredit legal yang digunakannya tidak ia permasalahkan, hanya saja fintech yang ilegal R merasa diperlakukan dengan cara yang tidak baik dalam hal penagihan kredit.
“Kalau legal pasti mereka ada kaidah mas dan sesuai aturan memperlakukan nasabahnya, kalau yang ilegal ya mereka pasti semaunya dan caranya megusik,” ungkap Ridho.
“Keluhan korban R ini telah diintimidasi, ditelponin dan di kirimin sms yang tak kenal waktu,” tukasnya.
Ridho pun menyebutkan jika R akan mengambil kredit di perbankan untuk segera melunasi pinjaman onlinenya. Dan menurutnya, R ini adalah warga yang menjalankan sistem gali lubang tutup lubang, artinya untuk melunasi kredit yang satu R harus mengambil kredit baru, akhirnya berlanjut.
“R ini udah melakukan pinjaman dengan nominal jutaan rupiah, pasti saya gak tahu mas berapa,” jelasnya.
Oleh karena itu, OJK meminta dengan maraknya aplikasi kredit online, masyarakat diminta lebih berhati-hati jika ingin melakukan peminjaman dana secara online. Dengan cara memperhatikan dua hal yakni Legal dan Logis.
(Baca Juga : SBR005 Pilihan Investasi Masyarakat Dukung Pembangunan)
Legal artinya masyarakat harus memperhatikan produk financial technology (fintech) peer-to-peer lending yang tidak memiliki izin OJK atau belum terdaftar karena data terakhir aplikasi online yang terdaftar dan yang sudah mempunyai izin di OJK ada 113 dan bisa dicek langsung di website resmi OJK.
Ia pun menegaskan, jumlah fintech peer-to-peer lending yang tidak berizin ditemukan Satgas Waspada Investasi pada 2018 sebanyak 404 entitas. Sedangkan pada 2019 sebanyak 683 entitas. Sehingga secara total saat ini yang telah ditangani sebanyak 1.087 entitas.
Kedua logis, maksudnya bila investasi itu memberikan tingkat keuntungan yang tidak logis, masyarakat patut waspada. Kemudian di cek legalitasnya.
Namun, permasalahannya masyarakat tidak teliti untuk mengecek legalitas produk-produk jasa keuangan yang ditawarkan.
“Jadi, masyarakat jangan mau diiming-iming dengan syarat yang cepat serta kita harus membaca dan memahami perjanjian kreditnya, bunganya berapa termasuk gimana cara penyelesaian dan biaya-biaya yang dipotong,” pungkasnya. (B)