Main saya di Kota Kendari memang kurang jauh. Beberapa hari lalu, sempat nyasar ketika mencari Kendari New Port (KNP). Warga Kendari mengakrabinya dengan sebutan Pelabuhan Bungkutoko. Ternyata sangat luas. Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di sana. Padahal, sudah lama diresmikan.
Agak ngeri-ngeri melintasi jalanan yang membelah perairan Pulau Bungkutoko. Jalan itu masih pengerasan. Di bibir jalan, air laut tersibak-sibak. Warnanya biru. Pertanda dalam. Keberanian saya berlipat manakala melihat iring-iringan kontainer keluar masuk kawasan pelabuhan. Itu lebih besar. Pasti lebih berat dari kendaraan saya.
Di kejauhan, terlihat tumpukan kontainer. Luas areal tumpukannya mencapai lima hektar. Lebih luas dari lima kali ukuran lapangan sepakbola. Meskipun belum semua terisi. Oleh Pelindo, BUMN kita, KNP dibangun dengan konsep pelabuhan bertaraf internasional. Diproyeksi sebagai fasilitas pengapalan langsung ke luar negeri.
Komoditas terbaru yang dikapalkan langsung ke luar negeri adalah serabut kelapa. Jumlahnya memang belum banyak. Hanya 18 ton. Satu kontainer. Senilai 3.960 dolar Amerika Serikat. Jika kurs dibulatkan menjadi Rp 14 ribu, nilainya hanya sekitar Rp 55,4 juta.
Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi melepas langsung pengapalan itu. Ke Weifang di Provinsi Shandong, Cina. Tapi itu baru permulaan. Oleh eksportirnya, PT. Weda Indocoir Prima, dalam bulan Juli ini menargetkan mengirim 50 ton. Bahan bakunya berasal dari Konawe Selatan dan Konawe Utara.
Di Weifang, serabut kelapa ini akan diolah menjadi sofa, jok mobil, matras, hingga springbed. Kenapa Weifang? Kita lihat ada apa di sana.
Weifang sebenarnya kota dengan status daerah tingkat dua. Derajatnya kira-kira seperti Kota Baubau. Berstatus kota tapi bukan ibukota provinsi. Luasnya 16.143,14 kilometer persegi. Hampir separuh luas Sulawesi Tenggara yang mencapai 38.140 kilometer persegi. Benar-benar luas untuk ukuran daerah tingkat dua.
Kota berpenduduk lebih sembilan juta orang ini punya pusat pengembangan ekonomi dan teknologi yang disebut dengan BEDA. Binhai Economic and Technological Development Area. Kira-kira serupa –meski tidak sama– dengan Silicon Valley di California, Amerika Serikat, yang terkenal itu. Dibangun Agustus 1995.
Lokasinya di pesisir utara, yang kawasannya berhadap-hadapan dengan Semenanjung Korea. Wilayah Laut Kuning. Luasnya 677 kilometer persegi dengan penduduk mencapai seratus ribu orang. Lebih dari dua kali lipat luas wilayah Kota Kendari yang hanya 267 kilometer persegi.
Belum termasuk perairannya seluas 510 kilometer persegi masuk dalam kawasan pengembangan ekonomi dan teknologi itu. Yang kemudian April 2010 silam, ditingkatkan statusnya menjadi zona pengembangan tingkat nasional. Jadi bukan lagi sekelas Provinsi Shandong yang menanganinya, tapi langsung pemerintah pusat.
Pelabuhan Weifang sendiri berada dalam zona pengembangan itu dengan status pelabuhan kelas satu dan menjadi pelabuhan regional utama di Cina. Ada lebih seribu perusahaan di sana dengan 1.200 produk-produk industri.
Produk utama yang dihasilkan industri itu adalah garam mentah dan Bromine atau Brom. Produksi garam mentah Weifang mencapai 20 persen dari total produksi nasional. Sedangkan Brom mencapai 50 persen dari produksi nasional Cina.
Sekadar informasi, Brom digunakan dalam pembuatan bensin bertimbal. Brom organik digunakan sebagai insektisida, bahan pemadam kebakaran, dan membuat obat-obatan. Juga dapat digunakan sebagai emulsifier dalam banyak minuman ringan rasa jeruk.
Ekspor serabut kelapa sebanyak 18 ton ke Weifang, seperti membayangkan setitik air yang diteteskan ke dalam samudera. Kecil sekali. Artinya, ruang ekspor komoditi Sultra –terutama sektor nonmigas– ke Weifang terpampang lebar. Ada angin segar yang berhembus kencang bagi peningkatan ekonomi Sultra.
Tentunya, kita berharap ekspor kita bukan melulu bahan mentah agar ada nilai tambah. Eksistensi Pelabuhan Bungkutoko dapat mendorong peningkatan investasi. Gubernur Sultra Ali Mazi sudah menegaskannya ketika melepas ekspor perdana itu.
Bahwa kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya akan berorientasi pada terciptanya investasi dan mendorong ekspor yang berkelanjutan. Instansi pemerintahan perlu kreatif menjawab tantangan itu. Jiwa kewirausahaan perlu didorong, terutama pada anak-anak muda kita.
Anak-anak milenial harus disadarkan. Bahwa peri kehidupan yang adil tidak selalu diperjuangkan dengan berteriak di jalanan. Ada waktu, kita seserius mungkin mengisi kepala dengan ransum pengetahuan. Agar pikiran bisa global, meski fisik di tingkat lokal.
Agar mampu melawan. Dengan balik menginvasi mereka. Dengan produk yang kita cipta. Fakta tentang Weifang seperti membuka mata kita lebar-lebar. Ada peluang lebih besar untuk dijemput.***
Oleh Andi Syahrir
Penulis merupakan Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo, Provinsi Sulawesi Tenggara