Sebagai Partai Nasionalis Modern paling Demokratis, Golongan Karya sejatinya tak kan tergoncang jikalau hanya dengan persoalan Ketua Umum, banyak pendapat bahwa Karena ulah Setya Novanto diyakini suara Golkar di Pilkada,Pilcaleg, dan Pilpres yang berturut-turut akan dilaksanakan tahun 2018-2019 akan mengalami penurunan yang signifikan, padahal tidak, 2 tahun lalu Golkar mengalami masa krisis yang lebih telak saat Aburizal Bakrie dan Agung Laksono berebut kursi kekuasaan yang saat ini baru saja di lepas sementara oleh tersangka kasus Korupsi E-KTP Setya Novanto, namun waktu itu bisa terselesaikan juga. Setya Novanto hadir sebagai solusi. Sebagai tokoh sentral Ia berhasil mencairkan ketegangan antar elite Golkar pada saat itu.
Rupa-rupanya di Golkar itu tidak seperti partai lain yang ketergantungannya sangat tinggi (Hipperhigh) terhadap sosok ketua umum, bayangkan jika di Gerindra tidak ada Prabowo, di Demokrat tidak ada SBY, di Nasdem tidak ada Surya Paloh, di PDIP tidak ada Megawati, sungguh tidak terbayangkan jika partai-partai tersebut tanpa sosok ketua umunya. Hal semacam itu tidak jadi soal di Golkar justru sebaliknya, di Golkar sudah sangat banyak kader yang siap duduk di Kursi Setya Novanto. Sejumlah nama nama besar seperti Ade Komarudin, Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, Nurdin Halid, Idrus Marham, dan Airlangga Hartanto, dari segi kepantasan mereka semua pantas dan layak memimpin partai Golkar dengan tetap mengindahkan gaya politik masing-masing figur.
Keputusan Politik (Pleno DPP Golkar) yang dipimpin oleh Ketua Harian Nurdin Halid telah menunjuk Idrus Marham sebagai pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sampai adanya putusan Prapradilan yang kini sedang ditempuh oleh Ketua Umum Golkar Setya Novanto.
Hasil Pleno tersebut yakni 1. Menyetujui Idrus Marham menjadi pelaksana tugas Ketua Umum Golkar sampai adanya putusan praperadilan, 2. Jika seandainya Setya Novanto menang dalam praperadilan maka jabatan Idrus Marham sebagai Pelaksana tugas Ketua Umum dinyatakan berakhir 3. Sebaliknya jika Setya Novanto kalah, maka DPP akan meminta Setya Novanto,mengundurkan diri sebagai Ketua umum Golkar dan jika Setya Novanto tidak mengundurkan diri, maka pleno memutuskan akan diadakan munaslub untuk memilih Ketua Umum Golkar Definitif 4. Apabila ada pengambilan Keputusan yang sifatnya strategis harus melibatkan Ketua Harian, Sekjen, Bendahara, dan ketua korbid, 5.Keputusan mengenai posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI menunggu hasil Praperadilan.
Jangan Mencedrai Kepercayaan Rakyat
KPK dalam menjalankan tugas haruslah bersikap proporsional, tidak boleh memihak atau tebang pilih dalam menjalankan tugas, karena hal tersebut dapat mencerminkan ketidak independenan KPK dalam memberantas Korupsi sebagaimana dalam UU KPK dinyatakan bahwa KPK adalah lembaga Independent yang artinya KPK bebas dari intervensi siapapun tidak terkecuali otoritas tertinggi di Republik ini yakni Pemerintah pun tidak berhak memberikan pengaruh-pengaruh maupun lobi-lobi politik kepada KPK terkait dengan tugasnya.
Terkait dengan kasus Setya Novanto, sudah betul tindakan KPK terhadap Setya Novanto, namun untuk menghindari fitnah, KPK harus segera memeriksa puluhan nama-nama yang terungkap di persidangan Mantan Bendaraha Umum Partai Demokrat Nasaruddin sebagai data fakta persidangan yang diduga menerima percikan uang E-KTP tersebut untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa KPK tidak berpihak dalam memberantas Korupsi, jika tidak, berarti KPK dalam melaksanakan fungsinya ada kecenderungan tebang pilih dan memihak, sehingga tidak salah jika kita katakan bahwa KPK telah menabrak UU yang mengatur dirinya sendiri sehingga perlu di proses secara hukum pula. Terlebih adalah suatu keniscayaan jika kita katakan KPK telah mengedepankan kepentingan Politik penguasa.
Kita ketahui bahwa Golkar mempunyai kedudukan yang fleksibel sebagai instrument Demokrasi, ketika Golkar berada di dalam pemerintahan, Golkar Stabil, ketika berada di luar pemerintahan pun tetap stabil sehingga dengan kasus yang menggoncang Golkar saat ini tidak akan berpengaruh terhadap suara Golkar ketika Pemilihan umum. Golkar mempunyai pengurus, kader ditambah simpatisan dan loyalis fanatik yang cukup solid dari desa, kecamatan, Kabupaten/Kota Provinsi hingga nasional, sehingga dengan pergantian ketua umum tidak akan menyurutkan suara Golkar di pemilihan umum yang akan datang dan tidak berurgensi apapun bagi partai Golkar.
Tidak masalah KPK mengakhiri karir politik Setya Novanto namun KPK harus adil dalam menjalankan tugasnya. KPK harus berani memeriksa tokoh-tokoh besar yang namanya disebut dan atau di duga menerima percikan mega proyek E-KTP dalam persidangan Nasarudin, sehingga menghilangkan perspektif negatif ala “jangan-jangan” ada kepentingan politiknya, supaya rakyat tetap percaya dan yakin kepada lembaga antirasuah tersebut sebagaimana termaktub di dalam Pasal 3 UU KPK yang berbunyi:
“Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.”
Sikap kita sebagai rakyat yang bijak
Yang kini ada dalam benak sebagian besar Rakyat Indonesia yakni bahwa karir politik Novanto kini sudah di ujung tanduk. Tidak lama lagi karir politiknya akan Game Over, namun sebagai Manusia yang lahir di Negara berlandaskan hukum maka tidak boleh kita katakan seperti itu karena dalam Hukum kita kenal asas praduga tak bersalah, tidak bisa kita menjudge seseorang itu bersalah sebelum adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. sama halnya ketika sekalipun kita melihat atau menangkap basah seseorang yang sedang mencuri, kita jangan main hakim sendiri entah dengan perkataan maupun dengan perbuatan, kita hormati hukum, biarkan hukum bekerja.
Berbagai cemooh baik yang berupa meme maupun celoteh para nitizen yang berbau negatif terhadap Setya Novanto berhamburan di Media sosial, mereka menjadikan Setya Novanto sebagai lelucon untuk mengklimakskan hormon endorfinnya, para pakar tak ketinggalan menghiasai media media cetak maupun media online dengan berbagai pendapat yang sebagai besar menghardik. Namun sebagai warga negara yang beradab kita sebaiknya tidak boleh menertawakan serta menghina orang yang kini dilanda musibah, kita tidak tahu kita akan jadi apa di masa depan, boleh jadi kita baik, boleh jadi kita buruk di masa depan, tidak ada yang tahu, apa yang terjadi dengan Setya Novanto bisa terjadi kepada siapa saja, keluarga kita bahkan diri kita sendiri pun bisa saja terjadi, oleh sebab itu sebagai Rakyat yang yang menjunjung tinggi ketuhanan yang maha esa, biarlah hukum yang mengadili, jikalau kita tidak puas dengan pengadilan Dunia ingatlah masih ada Pengadilan Akhirat yang mempunyai otoritas untuk itu. ***
M.TUN SAMUDRA, SH. M.KN
Penulis merupakan Pemerhati Hukum dan Politik