ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah membacakan jawaban pihak termohon dalam sidang lanjutan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (17/7/2019).
KPU Sultra bersama pihak terkait dan Bawaslu menjawab sembilan dalil permohonan pemohon dari 11 permohonan yang telah diajukan. Dua permohonan dinyatakan gugur saat sidang pendahuluan lantaran pemohon tidak hadir yakni dari PAN dan Partai Berkarya.
KPU selaku pihak termohon membantah dalil-dalil yang dikatakan oleh pemohon. Mulai dari permohonan yang kabur atau tidak jelas, permohonan bukan merupakan kewenangan MK, hingga dalil permohonan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Untuk sembilan perkara yang telah disidangkan, Komisioner KPU Sultra Ade Suriani optimis jawaban yang telah dibacakan meyakinkan hakim MK. Bahkan tanpa mendahului keputusan MK, Ade memprediksi beberapa perkara yang tidak akan lanjutkan oleh MK atau diputus dismiss/NO atau tidak dapat diterima.
Seperti yang diajukan oleh calon DPD RI Fatmayani Harli Tombili, Ade mengungkapkan bahwa yang dimohonkan bukan merupakan kewenangan MK.
“Karena berkaitan dengan rekomendasi yang tidak dilaksanakan. Ini dianggap bukan dari perselisihan hasil sehingga bukan kewenangan Mahkamah untuk menyelesaikan ini. Asumsi kita akan didismiss,” kata Ade Suriani usai persidangan di MK, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2019).
Selain DPD, Ade juga optimis gugatan PKB yang diajukan oleh Masiuddin akan didismiss MK. Hal itu menyangkut legal standing pemohon dan objek perselisihan.
“PKB Wakatobi ini diajukan oleh perorangan, tidak ada persetujuan dari partai. Kemudian juga objek perselisihan ini bukan SK KPU RI nomor 987. Jadi menurut kita kemungkinan akan diputus dismiss,” ujar Ade.
Sementara kuasa hukum pemohon dari PKB Wakatobi, Perita Gibting menyatakankliennya telah memiliki legal standing yang benar dan tepat sebagai pemohon PHPU.
“Klien kami, H. Masiuddin telah mendapatkan rekomendasi dari DPP PKB asli dan tiga salinan telah disampaikan ke Paniteran MK,” kata Perita saat dikonfirmasi awak zonasultra.id.
Sedangkan terkait obscur libel atau tidak jelas, Periati menegaskan memang dalam permohonan menguraikan juga tentang pelanggaran-pelanggaran administratif, tapi pelanggaran tersebut signifikan kepada perolehan hasil. Hasil yang diperselisihkan adalah hasil yang oleh Pemohon diduga adanya penggelembungan suara di Partai Golkar sehingga hasil konversi saint lague kursi, yang seharusnya Pemohon mendapatkan kursi ke-6 jadi beralih ke Golkar.
“Sehingga jika tidak terjadi penggelembungan maka Golkar akan mendapatkan dua kursi dan PKB satu kursi selain perolehan kursi dari partai peserta lain (memperebutkan 6 kursi),” terang Periati.
Sedangkan untuk perkara lainnya, baik pihak termohon maupun pemohon menyerahkan sepenuhnya kepada hakim MK. Selanjutnya hakim MK akan melakukan Rapat Pimpinan Hakim (RPH) untuk menentukan perkara dilanjut atau tidak. (a)